Mewaspadai Varian Corona Eek yang Sudah Ada di Jakarta

8 April 2021 7:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi positif terkena virus corona.
 Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi positif terkena virus corona. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penanganan pandemi corona di Indonesia kian membutuhkan upaya ekstra dari seluruh pihak. Sebab di tengah kasus corona yang masih bertambah, muncul varian baru corona Eek atau E484K.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya sudah terdapat 3 mutasi corona di Indonesia yakni varian D614G, N439 (Skotlandia), dan B117 (Inggris).
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan varian corona Eek terdeteksi di Indonesia sejak Februari. Hal ini ditemukan berdasarkan whole genome sequencing yang dilakukan LBM Eijkman.
"1 spesimen diambil bulan Februari. Ini kan bagian dari surveilans (monitoring pemeriksaan genetik mutasi virus)," kata Nadia.
Nadia mengatakan, kasus ini baru ditemukan setelah pengurutan genome pada akhir Maret 2021. Ia belum mengungkap, dari mana kasus varian Eek ini tertular.
Namun menurut Eijkman, kasus varian baru corona Eek berada di Jakarta Barat. Kini kondisi pasien tersebut sudah sembuh.
Jubir vaksinasi perwakilan Kemenkes, dr. Siti Nadia. Foto: Satgas COVID-19
Nadia menyatakan, pasien tersebut tidak memiliki riwayat bepergian ke luar negeri.
ADVERTISEMENT
"Kasus ini mutasi lokal," ungkap dia.
Ia memastikan kasus pertama corona Eek sudah sehat. Tidak ada penularan juga ke kontak eratnya.
"Pasien sudah sehat dan tidak ada penularan dengan kontak eratnya. Mutasi virus ini tidak membahayakan tetapi kita harus waspada kalau terjadi multiple mutasi yang salah satunya E484K," tuturnya.
Sementara itu Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Prof. Amin Soebandrio, mengatakan kondisi pasien tersebut saat terpapar varian baru corona Eek tidak terlalu parah.
Amin menerangkan, satu kasus tersebut kini telah sembuh dan belum ada kasus mutasi E484K lainnya. Oleh sebab itu, Eijkman cukup kesulitan untuk melakukan tracking dan tracing.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Prof Amin Soebandrio. Foto: Youtube/@DPMPTSP DKI Jakarta
"Sudah pulang dari RS dan sudah sembuh dan belum ada kasus lain. Jadi tracing tracking-nya [kami] agak kesulitan juga untuk mengetahui sumbernya, atau mengetahui siapa yang pernah tertular, atau apa dia sempat melakukan kontak dengan orang lain," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Meski kontak erat belum ditelusuri secara maksimal, Amin berpendapat sangat mungkin mutasi tersebut terjadi secara lokal.
"Sejauh ini yang kita ketahui pasiennya sendiri tidak pernah ke luar negeri, tapi kita belum tahu persis siapa saja yang kontak dengan dia. Apakah ada kemungkinan kontak tidak langsung, artinya yang pergi ke luar negeri itu bukan dia tapi orang lain bisa saja, [orang lain] yang membawa virus. Tapi jika bicara tentang kemungkinan, mutasi bisa terjadi di indonesia sendiri," ucapnya.
Petugas Lab RS UNS sedang menjalankan pemeriksaan hasil swab dengan mesin PCR (polymerase chain reaction) Foto: Istimewa
Amin menyatakan, mutasi corona Eek tak terlalu berbahaya. Namun, masyarakat diminta tetap waspada dan selalu menaati protokol kesehatan. Sebab varian tersebut diduga lebih cepat menular dan bisa menurunkan efikasi vaksin.
"Hanya dikhawatirkan lebih cepat menular dan menurunkan efikasi vaksin," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Tentu hal ini harus diwaspadai. Sebab, 2 vaksin yang saat ini digunakan di Indonesia efikasinya tidak terlalu tinggi. Efikasi vaksin Sinovac di angka 65,3 persen, sementara AstraZeneca 62,1 persen.