Mengenal Gejala-gejala COVID-19 pada Anak

24 Maret 2021 18:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ayah dan anak di tengah pandemi Corona Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ayah dan anak di tengah pandemi Corona Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Anak-anak juga menjadi kelompok yang rentan dan berpotensi tertular dan menularkan virus corona. Dokter Spesialis Anak RS Yarsi, dr. Elsye Souvriyanti, Sp.A, mengungkapkan tren kenaikan kasus positif corona pada anak di Indonesia kian meningkat.
ADVERTISEMENT
Dalam webinar 'Tren Kasus COVID-19 Meningkat pada Anak, Bagaimana Mengenalinya?', jumlah kasus positif corona pada anak di tanah air mencapai 12,1 persen per 24 Maret 2021. Dari jumlah ini, 2,8 persen kasus di antaranya adalah anak berusia 0-5 tahun, sementara 9,3 persen ada di usia 6-18 tahun.
Di samping itu, angka kematian anak usia 0-5 tahun dan 6-18 tahun masing-masing berjumlah 0,6 persen. Menurut Elsye, kenaikan tersebut salah satunya disebabkan karena gejala COVID-19 pada anak sulit dikenali.
"Tanda dan gejala COVID-19 pada anak sulit dibedakan dari penyakit saluran pernafasan penyebab penyakit lainnya. Masa inkubasi pada anak sama dengan orang dewasa. Waktu antara terpapar COVID-19 dan ketika gejala mulai biasanya sekitar 5 hingga 6 hari, dan berkisar dari 1 hingga 14 hari. Gejala dapat berupa batuk pilek seperti penyakit flu biasa atau selesma, yang umumnya bersifat ringan dan sembuh sendiri," jelas Elsye, Rabu (24/3).
Seorang relawan membantu anak memakai masker saat kegiatan belajar sekolah darurat pengungsi gunung Merapi di tempat pengungsian Balai desa Deyangan, Mertoyudan, Magelang, Jateng. Foto: Anis Efizudin/Antara Foto
"Penyakit saluran pernafasan menjadi berbahaya menyerang paru-paru, yaitu menjadi radang paru atau yang disebut pneumonia. Gejala pneumonia adalah demam, batuk, dan kesulitan bernafas yang ketakutan dengan nafas cepat dan sesak nafas," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lengkapnya, Elsye membeberkan klasifikasi dan gejala COVID-1 pada anak, yang secara umum tak begitu berbeda dengan gejala pada orang dewasa. Yakni:
1. Tanpa gejala: Hasil uji SARS-CoV-2 positif tanpa ada tanda dan gejala klinis.
2. Ringan: Gejala infeksi saluran napas atas seperti demam, fatigue, mialgia, batuk, nyeri tenggorokan, pilek, dan bersin. Beberapa kasus mungkin tidak disertai demam, dan lainnya mengalami gejala saluran pencernaan seperti mual, muntah, perut, diare, atau gejala non-respiratori lainnya.
3. Sedang: Gejala dan tanda klinis pneumonia. Demam, batuk, takipnu, dapat disertai ronki atau wheezing pada auskultasi paru tanpa distres napas dan hipoksemia.
4. Berat: Gejala dan tanda klinis pneumonia berat berupa napas Ringan Sedang Berat cuping hidung, sianosis, retraksi subkostal, desaturasi (saturasi oksigen kurang dr 92 persen). Adanya seperti kejang, penurunan kesadaran, muntah profuse, tidak dapat minum, dengan atau tanpa gejala respiratori.
ADVERTISEMENT
5. Kritis: Pasien mengalami perburukan dengan cepat menjadi acute respiratory distress syndrome (ARDS) atau gagal napas atau terjadi syok, ensefalopati, kerusakan miokard atau gagal jantung, koagulopati, gangguan ginjal akut, dan disfungsi organ multipel atau manifestasi sepsis lainnya. Kriteria gagal napas dengan pediatric acute (PARDS).
6. Multisystem Inflammatory Syndrome: Anak dan remaja 0-19 tahun yang mengalami demam lebih dari 3 hari dan disertai dua dari:
- Ruam atau konjungtivitis bilateral non purulenta atau tanda inflamasi mukokutaneus pada mulut, tangan dan kaki
- Hipotensi atau syok
- Gambaran disfungsi miokardium, perikarditis, vaskulitis, abnormalitas coroner.
Seorang anak yang bermain di ruang terbuka hijau (RTH) Kalijodo, terlihat menggunakan masker. Foto: Wahyu Putro A/ANTARA FOTO
Elsye mengatakan, saat ini anak memang merupakan kelompok dengan kejadian COVID-19 paling rendah jika dibandingkan dengan kelompok lain. Namun, ia tetap meminta orang tua untuk lebih waspada.
ADVERTISEMENT
"Ini harus diperhatikan apalagi pemerintah nantinya akan menerapkan program belajar tatap muka. Kadang-kadang [orang tua] sudah aware [anak ada gejala]. Tapi kita [rumah sakit] tidak bisa memutuskan langsung apakah ini COVID-19 atau bukan dari gejalanya saja. Kita butuh penunjang seperti swab atau PCR. Nah tapi biasanya saat itu disarankan ke orang tua mereka nolak, 'nanti saja, dok'. Padahal jika tidak diatasi bisa meningkatkan penularan," pungkasnya.