Krispi Mudik

Masih Ngotot Mudik saat Wabah Corona, Italia Sudah Merasakan Akibatnya

31 Maret 2020 12:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Calon penumpang bersiap menaiki bus Antar Kota Antar Provinsi di Terminal Pulo Gebang, Jakarta, Minggu 29 Maret 2020. Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Calon penumpang bersiap menaiki bus Antar Kota Antar Provinsi di Terminal Pulo Gebang, Jakarta, Minggu 29 Maret 2020. Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Di tengah wabah corona di Indonesia, sebagian warga justru ramai-ramai mudik. Mereka menjauhi episenter wabah di Jakarta, namun berpotensi menyebabkan virus ke kampung halaman.
Presiden Joko Widodo menyebut, dalam 8 hari terakhir sudah ada 14 ribu orang yang meninggalkan wilayah Jabodetabek. Menurut dia, sejak ditetapkan status tanggap darurat corona di DKI Jakarta, telah terjadi percepatan arus mudik terutama bagi pekerja informal.
Jumlah yang disebut Jokowi bisa lebih kecil dari perkiraan total yang melangsungkan mudik. Sebab, di Jawa Tengah saja, Gubernur Ganjar Pranowo mencatat sudah sekitar 80 ribu warga Jateng yang tiba dari Jabodetabek.
Ganjar tak merinci sejak kapan para pemudik itu tiba. Namun, Pemprov Jateng memberikan data jumlah perantau Jabodetabek pada 25-26 Maret silam.
Dalam kurun waktu 2 hari tersebut, paling banyak pemudik yang tiba di Kabupaten Wonogiri yakni 44.254 orang. Itu baru data yang dirinci Pemprov Jateng.
Serbuan pemudik di Wonogiri juga sempat disebut oleh Kepala Terminal Induk Giri Adipura Krisak, Agus Hasto Purwanto. Tiap hari, jumlah penumpang yang tiba dari Jabodetabek terus meningkat. Rata-rata, ribuan tiap harinya.
Selain di kota dan kabupaten di Jawa Tengah, wilayah lain di Jawa juga melaporkan adanya kedatangan perantau dari Jabodetabek. Misalnya di Sumedang, Jabar, sebanyak 1.807 orang dan Gunungkidul, DIY sebanyak 1.188.
Masing-masing kepala daerah di wilayah tersebut langsung melaporkan mereka sebagai orang dalam pengawasan (ODP). Para perantau itu diwajibkan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari.
Lain jalur darat, lain lagi jalur rel. KAI juga mencatat adanya ribuan penumpang dari Stasiun Gambir dan Pasar Senen yang bepergian ke berbagai daerah di Jabar hingga Jatim.
“Yang berangkat (mudik), tujuan variatif. Jarak sedang, Cirebon, Tegal, Purwakarta. Jarak jauh, Jawa tengah Jawa Timur,” kata Kahumas PT KAI Daop 1 Jakarta Eva Chairunisa kepada kumparan, Jumat (27/3).
Dalam kurun waktu seminggu, 20-26 Maret 2020, total penumpang Stasiun Gambir dan Pasar Senen di Jakarta mencapai 72.546 orang. Jumlah ini, menurut Eva, relatif kecil dibanding saat hari normal sebelum corona mewabah.
“Saat ini volume penumpang juga tidak sepadat di waktu normal bahkan jauh menurun. Untuk stasiun keberangkatan di area Daop 1 Jakarta rata-rata terdapat penurunan volume hingga 70 persen,” terang Eva.
Presiden Jokowi khawatir mudik atau pulang ke kampung berisiko memperluas penyebaran virus corona di daerah. Karenanya, pemerintah kini tengah fokus membatasi pergerakan orang dari satu tempat ke tempat lainnya.
Bagi Jokowi, imbauan untuk tidak mudik dirasa tak cukup menghentikan pergerakan warga pulang kampung. Tak hanya presiden, preseden pun seolah setuju apabila imbauan kurang ampuh hadapi corona. Hal itu terbukti di Italia.

Belajar dari Italia

Ramai-ramai "mudik” juga sempat terjadi di Italia, negara yang dilanda kasus positif corona tertinggi di Eropa. Hal itu berawal dari bocornya kabar penetapan lockdown sebelum pengumuman resmi.
Pada 7 Maret, surat kabar Corriere della Sera mengabarkan rencana pemerintah Italia segera melakukan lockdown di wilayah utara Italia. Hari itu lonjakan kasus positif di negara tersebut sudah di atas angka 1.200 dalam sehari, tertinggi dibanding hari-hari sebelumnya.
Tak pelak warga pun panik mendengar kabar tersebut. Ribuan di antaranya langsung memenuhi stasiun kereta untuk meninggalkan wilayah Lombardy dan Veneto yang jadi episenter penyebaran corona di Italia.
Mantan Wakil Perdana Menteri Italia Matteo Salvini bahkan turut menyebarkan kepanikan warga Milan, Ibu Kota Region Lombardy, dalam sebuah video. Tampak warga berbondong-bondong membawa koper dan tas untuk mengejar kereta terakhir.
“Banyak warga pada Sabtu petang menyerbu kereta terakhir yang meninggalkan Lombardy setelah draf Keputusan Virus Corona dibocorkan oleh pemerintah,” kata Salvini di Twitter resminya, Sabtu (8/3).
Ramainya migrasi masyarakat Italia menjauhi episenter corona itu memunculkan reaksi serupa layaknya kepala daerah di Indonesia. Gubernur di region bagian selatan Italia turut meminta warga dari utara itu untuk tak “mudik” ke selatan.
“Turunlah di stasiun kereta pertama. Jangan naik pesawat. Putar balik mobil kalian dan turun dari Bus Pullman di perhentian berikutnya,” kata Gubernur Plugia, Michele Emiliano, sebagaimana diberitakan Associated Press (8/3).
Ilustrasi corona di Italia. Foto: Shutter Stock
Ia menambahkan, “Jangan bawa epidemi dari Lombardy, Veneto, dan Emilia ke kampung kalian di Puglia. Kalian membawa virus ke paru-paru adik, kakek, paman, sepupu, dan orang tua kalian.”
Namun, nasi sudah menjadi bubur. Warga terlanjur bepergian ke tujuan mereka. Tepat, sebelum lockdown ditetapkan.
Barulah pada tanggal 8 Maret pukul 02.00 dini hari, Perdana Menteri Giussepe Conte mengumumkan secara resmi lockdown di Region Lombardy dan 14 provinsi di sekitarnya seperti Venice, Modena, Parma, Piacenza, Reggio Emilia-Rimini.
“Tak akan ada pergerakan keluar-masuk maupun di dalam wilayah tersebut, kecuali karena alasan yang berhubungan dengan pekerjaan, hal darurat atau alasan kesehatan,” kata Conte dilansir Reuters (8/3).
Sebanyak 16 juta orang atau sekitar seperempat warga Italia terdampak kebijakan lockdown. Semua fasilitas seperti museum, gym, pusat kebudayaan, resort ski, hingga kolam renang akan ditutup.
Sementara, cuti justru tak berlaku bagi para petugas kesehatan Italia. Sebab, mereka ditempatkan di garda terdepan peperangan melawan corona.
Saat lockdown sebagian, jumlah kasus positif corona di wilayah selatan Italia rata-rata berada di bawah 100. Namun, lonjakan kasus terus terjadi meski lockdown diberlakukan. Dari tanggal 8 ke 9 Maret 2020, lonjakan kasus naik lagi mencapai hampir 2.000.
Merasa belum cukup dengan keputusan lockdown sebagian wilayah, Conte pun akhirnya menyuruh seluruh warga Italia diam di rumah sehari setelahnya. Kebijakan lockdown nasional itu efektif berlaku pada 10 Maret hingga 3 April 2020.
Setelah melangsungkan lockdown, kurva kasus corona di Italia tak kunjung datar atau menukik. Sejak lockdown sebagian, sudah naik 13 kali lipat lebih banyak. Wilayah-wilayah selatan Italia seperti Puglia, Campania, dan Sisilia bahkan menginjak lebih dari 1.000 kasus.
Profesor Mikrobiologi dan Virologi di Vita-Salute San Raffaele University, Milan, Roberto Burioni, menyayangkan momentum kabar lockdown sebagian yang tersiar sebelum ditetapkan.
“Kebocoran berita membuat banyak orang kabur, menyebabkan efek sebaliknya dari tujuan keputusan (lockdown) tersebut. Sayangnya, beberapa dari mereka yang melarikan diri akan ikut terinfeksi penyakit ini,” katanya dilansir The Guardian (8/3).

Apakah Indonesia akan belajar dari kasus di Italia ini?

Melihat situasi yang terjadi belakangan, sepertinya tidak. Beberapa kebijakan daerah yang melakukan lockdown lokal untuk membatasi pergerakan warga seperti Tasikmalaya, Kaltim, hingga Tegal justru dianggap tidak memiliki dasar hukum.
Jokowi sendiri lebih dari sekali menyebut bahwa lockdown atau karantina wilayah merupakan kebijakan pemerintah pusat. Alih-alih lockdown, pemerintah memilih menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Mantan Wali Kota Solo tersebut juga meminta para kepala daerah agar lebih tegas dalam mencegah warga pulang kampung. Namun, beberapa kebijakan yang mendukung instruksi tersebut malah dibatalkan pemerintah pusat.
Calon penumpang bersiap menaiki bus Antar Kota Antar Provinsi di Terminal Pulo Gebang, Jakarta. Foto: ANTARA/M. Risyal Hidayat
Gubernur Anies Baswedan lewat Dinas Perhubungan DKI Jakarta sempat memutuskan menyetop semua operasional bus dari dan ke Jakarta untuk mencegah adanya warga yang mudik. Harusnya, kebijakan itu berlaku Senin kemarin (30/3).
“Sesuai rapat kami kemarin sore, jadi bersama Dirjen Perhubungan Darat, Kepala BPTJ, Bina Marga, dan stakeholder lain, itu disepakati mulai hari ini pukul 18.00 WIB kita akan melakukan pelarangan operasional bus dari Jabodetabek,” kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo.
Akan tetapi, keputusan tersebut terganjal restu pemerintah pusat. Hal itu sesuai dengan arahan Menko Kemaritiman dan Investasi sekaligus Plt Menteri Perhubungan Luhut Panjaitan.
“Hal ini atas arahan dari Plt Menhub agar pembatasan transportasi ditunda pelaksanaannya sambil menunggu kajian yang lebih komprehensif terkait dampak ekonominya, yang juga sejalan dengan arahan Presiden dalam rapat terbatas hari ini,” ujar Jubir Kemenhub Adita Irawati.
Jangan mudik saat wabah corona. Desainer: Kiagoos Aulianshah/kumparan
Sejak kasus corona di Indonesia pertama kali diumumkan pada 2 Maret hingga 30 Maret, sudah ada 1.414 orang yang terjangkit di 30 provinsi. Sebanyak 75 pasien di antaranya sembuh dan 122 pasien lainnya meninggal dunia.
Lonjakan kasus corona terus naik per harinya. Sementara, jika dirata-ratakan virus corona menyebar ke 1 provinsi baru di Indonesia setiap hari.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk membantu mencegah penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten