Masa Depan Marawi: Agar Tak Direbut ISIS Kembali

28 November 2017 15:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tentara Filipina di Marawi (Foto: Reuters/Romeo Ranoco)
zoom-in-whitePerbesar
Tentara Filipina di Marawi (Foto: Reuters/Romeo Ranoco)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sepanjang bulan Mei hingga Oktober 2017, Marawi --kota kecil di Pulau Mindanao, Filipina Selatan-- porak poranda dikepung ISIS. Tepatnya pada 23 Mei 2017, milisi dari kelompok Maute di bawah pimpinan Isnilon Hapilon menduduki Kota Marawi, Filipina.
ADVERTISEMENT
Mereka mengambil alih kota, menduduki rumah sakit dan lapas, membakar gereja, dan membunuh warga tak berdosa. Bendera ISIS dikibarkan. Militan bertindak lebih jauh dengan membebaskan sedikitnya 100 tahanan teroris untuk menambah kekuatan. Suasana yang jauh dari kata kondusif memaksa penduduk yang kalut untuk segera melarikan diri.
Marawi, tak sampai satu minggu sejak jatuh ke tangan ISIS, menjadi kota mati.
Keadaan relatif lebih baik saat ini. Isnilon Hapilon dan komandan tempurnya, Umar Maute, telah ditembak mati oleh angkatan bersenjata. Marawi telah kembali ke tangan pemerintah Filipina.
Presiden Rodrigo Duterte yang baru setahun bekerja memberi respons cepat dengan menetapkan darurat militer serta pasukan ke kota yang bernama resmi Islamic City of Marawi tersebut. Korban pun, baik dari kalangan sipil maupun militer/militan, berjatuhan. Menurut data resmi pemerintah, pada bulan Juli 2017, korban krisis Marawi mencapai 507 orang, 379 di antaranya adalah kelompok militan teroris.
ADVERTISEMENT
Sejatinya, Marawi diproyeksikan ISIS sebagai daerah kekhilafahan baru yang akan menjadi pusat operasinya di Asia Tenggara. Ironisnya, mereka gagal dalam melancarkan strateginya. Marawi malah menjadi kota mati setelah ditinggalkan banyak penduduknya untuk mengungsi.
Kengerian bernasib sama dengan mereka yang berada di Irak dan Suriah, membuat penduduk Marawi lebih memilih pergi ketimbang hidup di bawah kepemimpinan ISIS. Ditambah lagi dengan ketidakmampuan ISIS di Filipina untuk mempertahankan perimeter cakupan kuasa mereka. Warga yang kerap dijadikan perisai hidup dalam operasi di Suriah-Irak, tak punya dampak sekuat yang diinginkan di Filipina.
Strategi ISIS yang tak baru-baru amat --dengan mempertontonkan video tawanan dan ancaman membunuh mereka-- pun tak banyak membantu mereka. Angkatan Bersenjata Filipina justru semakin keras mengepung ISIS. Minimnya sandera juga memudahkan strategi militer Filipina untuk menghancurkan Marawi secara total untuk kemudian merebutnya.
ADVERTISEMENT
Apalagi, militer Filipina juga mendapatkan dukungan dari Front Pembebasan Islam Moro (MILF), kelompok pemberontak terbesar di Mindanao. The unlikely alliance ini bekerja dengan cara memanfaatkan tenaga MILF yang menyusup, untuk kemudian menyuplai data intelijen kepada militer Filipina.
Meski terdengar absurd, kerja sama antara pemberontak (yang kini telah berstatus sebagai mantan musuh) dan militer negara itu merupakan aliansi yang saling menguntungkan. Dikutip dari Al Jazeera, MILF sebenarnya telah menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah Filipina pada 2014 lalu.
Namun begitu, sebelum adanya undang-undang yang mengatur otonomi daerah bagi wilayah muslim di Filipina, MILF tak mau dilucuti persenjataannya. Proses diplomasi selama tiga tahun terakhir yang sebenarnya berlarut-larut dan nyaris menemui jalan buntu itu, justru membuahkan manfaat yang tak terduga lewat datangnya ISIS.
ADVERTISEMENT
Angkatan Bersenjata Filipina akhirnya mengklaim telah berhasil mengalahkan ISIS pada tanggal 23 Oktober 2017. Lima bulan yang beberapa kali dihiasi gencatan senjata itu berakhir juga. Isnilon Hapilon dan Umar Maute telah berhasil dibereskan. Ini melengkapi kemenangan Filipina atas ISIS, yang sebetulnya juga pernah menguasai Butig, kota tetangga Marawi, selama 14 hari pada 2016.
Evakuasi korban tewas di Marawi (Foto: Reuters/Jorge Silva)
zoom-in-whitePerbesar
Evakuasi korban tewas di Marawi (Foto: Reuters/Jorge Silva)
Kondisi Terkini Marawi
Satu bulan setelah mengklaim mengalahkan ISIS, Angkatan Bersenjata Filipina masih terus memburu sisa-sisa kelompok militan di Marawi. Pasca Isnilon Hapilon terbunuh, pusat operasi militer pun berpindah ke Pulau Basilan Amin Baco, yang disebut-sebut menjadi emir baru bagi ISIS di Asia Tenggara, diduga kuat bergerilya di pulau tersebut.
Baco, mantan anggota kelompok teror Jemaah Islamiyah, terakhir kali terlihat tengah bersama pemimpin teroris Malaysia Zulkifli Bin Hir alias Marwan di Mindanao sebelum Marwan terbunuh di sebuah baku tembak dengan kepolisian pada 2015. Pertempuran yang menewaskan 44 komandan polisi itu terjadi di daerah rawa provinsi Maguindanao. Namun kabar terakhir dari Angkatan Bersenjata Filipina menyebutkan, Baco telah tewas di Marawi pada awal bulan ini.
ADVERTISEMENT
Marawi masih terus berupaya untuk kembali menjadi kota yang berfungsi seutuhnya. Pada akhir Oktober, pemerintah Filipina menyatakan bahwa rehabilitasi kota Marawi resmi mulai dilakukan. Pemerintah menyatakan, Marawi butuh sekitar 90 miliar Peso (setara dengan Rp 65,5 triliun) untuk mengembalikan Marawi seperti semula. Jalanan-jalanan utama di kota Marawi yang menjadi palagan baku hantam kelompok militan dan militer Filipina pun sekarang telah dibersihkan dan dianggap aman untuk dilewati.
Departemen Pekerjaan Umum dan Jalan Raya Filipina juga telah mengupayakan adanya shelter transit bagi para pengungsi Marawi. Shelter transit itu dipastikan akan siap menampung para pengungsi mulai November ini. Proses evakuasi dan pemakaman jenazah juga masih terus dilakukan.
Selain itu, sektor swasta juga berkontribusi terhadap pembangunan dan rehabilitasi kota untuk mengembalikan kembali keamanan dan sektor ekonomi secepatnya. Pada 10 November lalu, beberapa lembaga swadaya masyarakat dan perusahaan swasta meluncurkan konsorsium bernama “United For Marawi”.
ADVERTISEMENT
Konsorsium ini akan mengumpulkan komitmen dari lembaga-lembaga terkait untuk ikut terlibat dalam survei lahan di wilayah bencana, menyediakan bantuan pendidikan, dan andil dalam pemasangan lampu di jalan-jalan Marawi. Diharapkan, rekonstruksi dan rehabilitasi Marawi secara komprehensif selesai pada Maret 2018.
Asap mengepul di Kota Marawi (Foto: REUTERS/Romeo Ranoco)
zoom-in-whitePerbesar
Asap mengepul di Kota Marawi (Foto: REUTERS/Romeo Ranoco)
Memastikan ISIS Tak Muncul Lagi
Berhasil direbutnya Marawi tidak berarti bahwa ancaman terorisme di Filipina menghilang seutuhnya. Meski Hapilon dan Maute dipastikan tewas, sisa-sisa militan dan generasi baru penyokong ideologi khilafah ISIS ditakutkan masih menyemai sel-sel operasi terkecilnya.
Pertempuran Marawi sempat menjadi daya tarik pengikut ISIS dari berbagai daerah di luar Filipina. Apalagi dengan media ISIS macam A’maaq dan Al Hayat yang masif menggemborkan propaganda kemewahan berjihad di jalan Tuhan. Ketika ISIS dipercaya telah berhasil disingkirkan, beda cerita dengan ideologinya.
ADVERTISEMENT
Ketakutan sempat muncul saat Filipina menjadi tuan rumah KTT ASEAN pertengahan bulan November ini. Dengan daftar undangan seperti presiden Amerika Serikat Donald Trump, Presiden Rusia Vladimir Putin, hingga para pemimpin negara Asia Tenggara dan Pasifik, Filipina sempat menjadi sorotan atas alasan keamanan.
Tentu saja militer Filipina bersiaga tinggi. Seperti yang dilaporkan Foreign Affairs, darurat militer yang diterapkan di Mindanao sejak beberapa hari setelah ISIS menguasai Marawi diperpanjang masa berlakunya hingga akhir tahun. Tujuannya, tentu saja, membongkar semua semua jihadis yang mulai bergerak bawah tanah dan melindungi pusat perkotaan macam Davao, Cotabato, dan Zamboanga.
Selain aksi reaktif tersebut, pemerintah Filipina juga tengah menyiapkan undang-undang anti-terorisme baru untuk menghindari kejadian serupa terulang di masa depan. Seperti dikutip dari The Manila Times, militer Filipina mengajukan penguatan Human Security Act atau Republic Act 9372 yang mulai berlaku sejak Maret 2007.
ADVERTISEMENT
Nantinya, penguatan undang-undang ini akan memberikan wewenang terhadap negara untuk memeriksa foreign currency deposit unit (FDCU), yang menjadi media penyaluran dana operasi ISIS di Marawi dari berbagai pihak di luar negeri. Selain itu, undang-undang ini akan memudahkan kerja para petugas keamanan untuk mengeluarkan izin penangkapan, melakukan penyadapan, dan memberikan kewenangan untuk melakukan interogasi lanjutan.
“Sayangnya, hukum kita tidaklah sekuat di negara-negara lain seperti Malaysia, Indonesia, dan Singapura. Kita perlu memperkuat hukum ini agar dapat memberikan kekebalan buat negara kita dari ancaman terorisme,” ucap Mayjen Restituto Padilla, Jr. kepada The Manila Times.
Meski menjanjikan lebih banyak kewenangan, usulan pembaruan pada undang-undang ini juga menerbitkan kritik bagi pemerintah Filipina. Yang jelas, harus adanya kepastian agar kewenangan ini tidak digunakan untuk melanggar hak asasi manusia dan kebebasan sipil warga Filipina.
ADVERTISEMENT
Perhatian lebih juga ditujukan pada kemungkinan penggunannya terhadap komunitas Islam di Mindanao. Kelompok minoritas tersebut amat mungkin menjadi target tak adil pemerintah. Langkah gegabah terhadap kelompok tersebut justru ditakutkan akan menyebabkan keterasingan dan radikalisasi lebih lanjut.
Jenazah di Kota Marawi  (Foto:  REUTERS/Bobby Timonera)
zoom-in-whitePerbesar
Jenazah di Kota Marawi (Foto: REUTERS/Bobby Timonera)
Membangun Marawi yang Porak Poranda
Tantangan selanjutnya bagi pemerintah Filipina adalah untuk melakukan rekonstruksi bagi kota Malawi, sebuah tugas ‘wajib’ yang akan menghabiskan biaya sebesar Rp 66 triliun. Ini harus dilakukan dengan cepat dan efektif apabila pemerintah ingin membuat 600 ribu populasi asli Marawi yang kabur untuk kembali dan beraktivitas seperti semula.
Rekonstruksi Marawi diprediksi akan menjadi sebuah proses jangka panjang yang sulit. Dengan keseluruhan kota yang hancur, Filipina harus punya kebijakan fiskal yang amat akomodatif terhadap Marawi.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Filipina berencana untuk meratakan seluruh infrastruktur di wilayah bencana, untuk kemudian dibangun infrastruktur yang sama sekali baru. Ini termasuk jalan raya, kereta listrik bawah tanah, dan kawasan pejalan kaki di tepi danau.
Untung saja, Amerika Serikat dan China telah memberikan bantuan untuk melakukan pembangunan di kota tersebut. Amerika Serikat telah berjanji memberikan bantuan sebesar 730 juta peso (setara dengan Rp 531 miliar), sedangkan China mendonasikan alat berat untuk proses rekonstruksi Marawi.
Bantuan-bantuan tersebut, juga dari keseluruhan komunitas internasional, sebenarnya punya tujuan agar Marawi dan Filipina tak menjadi Mosul dan Irak selanjutnya --yang sangat mungkin mengganggu kepentingan mereka di kawasan Asia Tenggara.
Sumber Bahaya Lain
Selain ISIS dan pembangunan Marawi, tantangan Duterte selanjutnya adalah melanjutkan perundingan damai yang sempat terhenti dengan kelompok pemberontak non-ISIS di Mindanao, yaitu MILF. Seperti yang terjadi selama pertempuran di Marawi, MILF bisa menjadi sekutu jangka panjang pemerintah melawan kelompok ekstremis. Ketimbang melihat mereka bergabung dengan ISIS, negosiasi lebih jauh menjadi langkah yang lebih masuk akal.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, penting bagi Duterte meloloskan revisi Undang-Undang Dasar Bangsamoro (Bangsamoro Basic Law/BBL). Dikutip dari Rappler, UU BBL ini merupakan kerangka hukum yang membuka jalan untuk memberi bantuan kepada umat Islam dan membangun pemerintahan otonom di Mindanao.
Sejauh ini, Duterte belum membuat revisi BBL sebagai prioritas. Untuk itulah, dalam beberapa bulan mendatang, demi membatasi ancaman ISIS dan pembangunan Marawi, penting bagi pemerintahan Filipina menyelesaikan terlebih dahulu upaya-upaya perdamaian dengan para pemberontak yang sempat terhenti sebelum masalah meluas ke tingkat yang tak bisa lagi diatasi.
=============== Simak ulasan mendalam lainnya dengan mengikuti topik Outline!