Malaria Plasmodium Knowlesi: Mulai Mengancam RI, Bisa Dipicu Deforestasi

8 November 2022 19:46 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nyamuk Anopheles penyebar malaria. Foto: James Gathany, USCDC via Pixnio
zoom-in-whitePerbesar
Nyamuk Anopheles penyebar malaria. Foto: James Gathany, USCDC via Pixnio
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kamu pernah mendengar malaria yang disebabkan plasmodium knowlesi? Isu ini menjadi perhatian ilmuwan dunia dalam One Health Congress yang dihelat di Singapura.
ADVERTISEMENT
Plasmodium knowlesi adalah salah satu parasit zoonosis malaria yang menginfeksi kera ekor panjang. Ia ditemukan dapat menginfeksi manusia sejak tahun 2004.
Penularan penyakit ini melalui nyamuk Anopheles latens dan Anopheles cracens yang merupakan vektor penyakit malaria pada monyet atau kera.
Parasit ini memiliki kemampuan untuk bereproduksi setiap 24 jam di dalam darah dan hal ini dapat berpotensi menyebabkan kematian. Manusia yang terinfeksi malaria plasmodium knowlesi dari kera ekor panjang cenderung mengalami penurunan jumlah trombosit di dalam darah.
Lantas bagaimana kondisi penyakit ini di Indonesia?
Asisten Profesor dari USU yang meneliti persoalan ini, Inka Nadia Lubis, mengungkap belum ada data resmi sebanyak apa kasus malaria knowlesi di Indonesia. Sebab, untuk mendeteksinya perlu pendalaman.
ADVERTISEMENT
"Penelitian-penelitian selama ini mengenai malaria itu kan hanya case report kebanyakan. Jadi belum ada penelitian yang dengan desain yang sesuai untuk mencari seberapa tinggi sebenarnya beban infeksi malaria knowlesi di indonesia," kata Inka di sela acara panel diskusi One Health Congress oleh Temasek Foundation di Singapura, Selasa (8/11).
Jadi kita mengikuti selama satu tahun dan melihat dari seluruh pasien yang datang, kita bekerja sama dengan puskesmas. Jadi dari seluruh pasien yang datang dengan demam, seberapa sih yang sebetulnya proposinya yang disebabkan oleh knowlesi," jelasnya.
Salah satu yang bisa membedakan manusia terinfeksi malaria knowlesi adalah dengan tes PCR. Apalagi di sejumlah wilayah, ancaman penyakit ini begitu nyata.
"Jadi memang setelah kita kumpulkan kita periksakan yang lebih spesifik dengan pcr barulah nanti belakangan bisa melihat seberapa besar sih proporsi yang dikontribusikan oleh knowlesi itu sendiri. Karena secara ekologi salah satu sitenya di Kalimantan Utara, itu kan sangat bersebelahan dengan Sabah yang kasus malaria knowlesinya sudah tinggi sekali," urainya.
ADVERTISEMENT
"Dan kita kan tidak membatasi nyamuk sama monyet untuk keluar, enggak ada passportnya," ucap dia sambil tersenyum.
Ilustrasi kera ekor panjang Foto: Patrik Cahyo Lumintu/ANTARA FOTO
Bisa Dipicu Deforestasi?
Inka menjelaskan, malaria knowlesi belum bisa menular dari manusia ke manusia. Parasit dari nyamuk tetap harus dibawa host lainnya, yaitu kera ekor panjang.
Dengan begitu, daerah yang banyak hutannya seperti Kalimatan dan beberapa di Sumatera harus waspada. Apalagi kera-kera semakin dekat dengan manusia karena deforestasi.
"Pada saat monyet ekor panjang kehilangan habitatnya dan juga manusia semakin dekat dengan perubahan lahan yang dari hutan menjadi kebun, atau plantation lainnya, maka akan tempat ini akan jadi tempat pertemuan antara hewan ini dengan manusia. Paparannya akan jadi lebih tinggi antara hewan dan manusia," jelas Inka.
ADVERTISEMENT
"Itu dia dan sebetulnya tadi beberapa penyakit untuk menginfeksi hewan tapi ketika terpapar terus mereka akan beradaptasi. Makanya kalau kita di pertemuan ini belajar tetang one health tentang penyakit yang asalnya dari hewan tapi belajar beradaptasi akhirnya makin banyak ke manusia," imbuhnya.
Dr Inka Nadia Lubis, asisten profesor dari USU. Foto: Wisnu Prasetiyo/kumparan
Apalagi seperti yang disebutkan di Atas wilayah di Kaltara sangat dekat dengan Sabah, Malaysia. Prof Indra Vythilingam dari University of Malaya, Malaysia, dalam forum yang sama. mengatakan, malaria plasmodium knowlesi mendominasi di negaranya.
Sekitar 70 hingga 80 persen penyakit malaria di Malaysia belakangan digolongkan dalam jenis ini. Salah satu konsentrasi terbesarnya di wilayah Sabah. Sejauh ini sudah ada 1.611 kasus dilaporkan di Malaysia.
"Kita memang harus berkolaborasi untuk menghadapi ancaman ini," kata Prof Indra.
Temasek Foundation Pinnacle Series di Singapura. Foto: Wisnu Prasetiyo/kumparan