news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

LSI: Intoleransi Politik di Umat Islam Meningkat Sejak Aksi 212

24 September 2018 19:37 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aksi Reuni 212 (Foto: Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi Reuni 212 (Foto: Kumparan)
ADVERTISEMENT
Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei terkait intoleransi di Indonesia. Dalam survei itu tingkat intoleransi politik di kalangan umat Islam meningkat setelah momentum aksi 212 di Monas.
ADVERTISEMENT
Intoleransi politik yang dimaksud dalam survei ini adalah kerelaan umat Islam memilih pemimpin dari nonmuslim, mulai dari tingkat wali kota atau bupati hingga presiden. Dalam kategori ini LSI menggunakan responden muslim.
Hasilnya sejak 2016 tingkat intoleransi politik di kalangan umat islam mengalami peningkatan. Di tingkat presiden kenaikan terjadi sebesar 11 persen. Lalu di tingkat wapres sebesar 14 persen, di tingkat gubernur 12 persen, dan di tingkat kabupaten atau kota peningkatan sebanyak 13 persen.
Peneliti senior LSI Burhanuddin Muhtadi mengatakan, dari data tersebut Aksi 212 dianggap bukan puncak intoleransi. Namun, menjadi pembuka intoleransi di Indonesia.
“Dengan pertanyaan yang sama setelah sekian tahun berlalu yang terjadi ternyata peningkatan intoleransi di dua level tadi. Makanya bukan 212 puncak dari radikalisme, tapi 212 yang membuka keran naiknya intoleransi tadi,” kata Burhanuddin dalam rilis survei “Tren Persepsi Publik tentang Demokrasi, Korupsi dan Intoleransi” di Sari Pacific, Jakarta Pusat, Senin (24/9).
Rilis survei LSI “Tren Persepsi Publik tentang Demokrasi, Korupsi, dan Intoleransi” (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rilis survei LSI “Tren Persepsi Publik tentang Demokrasi, Korupsi, dan Intoleransi” (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
Hal berbeda justru terjadi dengan responden nonmuslim. Mayoritas mereka tidak keberatan bila dipimpin muslim. Menurut Burhanuddin hal itu bukan terkait agama, namun karena faktor mayoritas dan minoritas.
ADVERTISEMENT
“Jadi salah satu penjelasan mengapa intoleransi tinggi adalah majority previllage. Bahkan di kelompok nonmuslim pun kalau dia merasa mayoritas dia cenderung tidak toleran jika ada orang islam menjadi pejabat publik atau membangun rumah ibadahnya di sekitar tempat tinggal mereka,” kata Burhan.
Survei dilakukan LSI menggunakan sampel 1520 responden dari 34 Provinsi di Indonesia. Dari jumlah tersebut 87,1 persen beragama islam dan 12,9 persen nonmuslim. Mereka yang menjadi responden ialah yang telah berusia 17 tahun atau sudah menikah.
Metode survei menggunakan multi-stage random sampling. Survei ini memiliki margin of error sebesar 2,6 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.