KPK Usut Pengaturan Vonis di MA, Kasasi Kasus KM 50 Turut Digali

26 Maret 2024 13:05 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KPK sedang mengusut kasus dugaan pengaturan perkara di Mahkamah Agung. Salah satu perkara yang tengah didalami adalah kasasi KM 50.
ADVERTISEMENT
Penyidikan ini terkait dengan dugaan gratifikasi dan pencucian uang Hakim Agung Gazalba Saleh. Ia berstatus tersangka dalam kasus ini.
Gazalba Saleh merupakan termasuk dalam majelis hakim yang mengadili kasasi KM 50. Bersama dengan Hakim Agung Desnayeti dan Hakim Agung Yohanes Priyana.
Pendalaman terkait kasus KM 50 diusut KPK melalui pemeriksaan Hakim Agung Desnayeti dan Hakim Agung Yohanes Priyana pada Senin (25/3).
“Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain kaitan adanya musyawarah dalam proses pengambilan putusan dalam perkara KM 50 dengan salah satu komposisi Majelis Hakimnya,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (26/3).
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. Foto: Muhamad Ibnu Chazar/ANTARA FOTO
Kasus KM 50 ini terkait penembakan terhadap 6 anggota FPI pengawal Habib Rizieq hingga meninggal dunia. Peristiwa terjadi pada 7 Desember 2020.
ADVERTISEMENT
Ali tak membeberkan lebih jauh mengenai putusan perkara KM 50 ini dengan gratifikasi Gazalba. Dia hanya mengatakan, Gazalba adalah termasuk salah satu majelis hakim kasasi perkara penembakan anggota FPI tersebut.
“Majelis Hakimnya saat itu adalah Tersangka GS,” imbuhnya.
Hakim Nonaktif Mahkamah Agung Gazalba Saleh kembali ditahan KPK usai jalani pemeriksaan, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/11/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Gazalba Saleh adalah tersangka dugaan gratifikasi dan TPPU. Dia diduga menerima uang dari pengaturan perkara yang diadili di tingkat MA.
KPK sejauh ini mengungkap tiga dugaan sumber penerimaan uang Gazalba, yakni: diduga dari eks Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Hukuman Edhy di tingkat kasasi dipotong selama 4 tahun penjara.
Kasus lainnya yang diduga dihiasi gratifikasi yakni kasasi Rennier Abdul Rahman Latief serta Peninjauan Kembali (PK) Jafar Abdul Gaffar. Total uang yang diduga diterima Gazalba hingga Rp 15 miliar.
ADVERTISEMENT
Aliran uang yang diterimanya kemudian dibelikan sejumlah aset. Dari satu rumah di klaster Cibubur, Jaktim, senilai Rp 7,5 miliar; satu bidang tanah dan bangunan di Tanjung Barat, Jagakarsa, Jaksel dengan harga Rp 5 miliar; hingga penukaran uang di beberapa money changer dengan beberapa identitas orang lain yang nilainya miliaran rupiah.
Ini merupakan perkara kedua Gazalba Saleh di KPK. Sebelumnya, ia dijerat kasus suap pengaturan vonis kasasi di Mahkamah Agung. Namun, ia divonis bebas oleh hakim karena dinilai tidak terbukti.

Sekilas Kasus KM 50

Terdakwa Unlawful Killing anggota Laskar FPI Ipda M Yusmin Ohorella (kiri) dan Briptu Fikri Ramadhan (kanan) mengikuti sidang putusan yang digelar secara virtual di Jakarta, Jumat (18/3/2022). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Dalam kasus KM 50, dua polisi duduk sebagai terdakwa, yaitu Brigadir Polisi Satu Fikri Ramadhan dan Inspektur Polisi Dua Mohammad Yusmin Ohorella. Sejatinya ada tiga tersangka. Tetapi Inspektur Polisi Dua Elwira Priadi meninggal dunia sebelum persidangan.
ADVERTISEMENT
Hakim PN Jaksel menyatakan kedua polisi itu terbukti melakukan pembunuhan. Namun, keduanya dinyatakan lepas karena perbuatannya dinilai sebagai bentuk pembelaan terpaksa.
Hakim PN Jaksel membagi dua peristiwa tersebut, yakni pada saat baku tembak di jalan yang membuat dua anggota FPI meninggal serta pada saat penembakan empat anggota FPI di dalam mobil ketika dibawa dari Rest Area KM 50 Tol Cikampek ke Polda Metro Jaya.
Hakim menyatakan bahwa perbuatan para terdakwa terbukti dengan melakukan penembakan. Hal itu membuat para anggota FPI meninggal dunia.
Hakim menjelaskan bahwa berdasarkan fakta persidangan, pada saat kejadian di dalam mobil, senjata terdakwa direbut oleh para anggota FPI. Hal itu dinilai hakim bahwa para terdakwa kemudian terancam jiwanya.
ADVERTISEMENT
"Terdakwa yang mendapat serangan dan terancam jiwanya, mengalami guncangan hebat jiwanya," kata hakim.
Meski demikian, hakim menilai perbuatan penembakan yang membuat anggota FPI meninggal itu tidak dapat dipidana. Sebab, ada unsur pembenar dan pemaaf dalam melakukan penembakan tersebut.
"Perbuatan terdakwa melakukan tindak pidana adalah karena pembelaan terpaksa, dan pembelaan terpaksa melampaui batas," kata hakim.
"Melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum," kata hakim.
Terdakwa unlawful killing anggota Laskar FPI Briptu Fikri Ramadhan (kiri) dan Ipda M Yusmin Ohorella (kanan) melakukan sujud syukur seusai divonis bebas sidang putusan yang digelar secara virtual di Jakarta, Jumat (18/3/2022). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Atas putusan itu, jaksa kemudian mengajukan kasasi ke MA. Namun, kasasi itu ditolak.
Majelis hakim kasasi diketuai Desnayeti dengan hakim anggota Yohanes Priyana dan Gazalba Saleh. Vonis diketok pada 7 September 2022.
Dengan ditolaknya kasasi tersebut, maka kedua polisi itu tetap divonis lepas.