KPK Tahan Anggota DPRD Tulungagung Tersangka Suap Ketok Palu Rp 230 Juta

19 Agustus 2022 19:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka mantan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Imam Kambali mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (19/8/2022). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka mantan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Imam Kambali mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (19/8/2022). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KPK menahan Imam Kambali sebagai tersangka dalam perkara suap ketuk palu pengesahan dan pelaksanaan APBD dan APBD-P Kabupaten Tulungagung tahun 2015.
ADVERTISEMENT
Imam Kambali adalah Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung periode tahun 2014-2019. Sekarang dia juga masih aktif sebagai anggota DPRD Tulungagung dari partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).
Saat ini, ia duduk di Komisi A dan masuk sebagai anggota badan anggaran serta Ketua Fraksi Hanura di DPRD Tulungagung.
Imam Kambali dijerat sebagai tersangka saat ia masih menjabat Wakil Ketua DPRD Tulungagung periode 2014-2019. Ia ditetapkan tersangka bersama dua eks Wakil Ketua DPRD Tulungagung lainnya, yakni: Adib Makarim dari PKB dan Agus Budiarto dari Gerindra.
Tersangka mantan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Imam Kambali mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (19/8/2022). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Dua tersangka lainnya sudah ditahan lebih dahulu. Sementara Imam Kambali baru ditahan hari hingga 20 hari pertama ke depan. Imam ditahan di Rutan Kavling C1 KPK.
Dalam kasus ini, ketiganya diduga menerima suap terkait pembahasan, pengesahan dan pelaksanaan APBD dan APBD-P Kabupaten Tulungagung.
ADVERTISEMENT
Pemberi suap ialah Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung yang sudah diproses hukum. Supriyono selaku Ketua DPRD Tulungagung periode 2014-2019 pun sudah diproses KPK. Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara kedua terpidana itu.
"KPK melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup sehingga KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, dalam konferensi persnya, Jumat (19/8).

Suap Ketok Palu DPRD Tulungagung

Sekitar September 2014, Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung bersama dengan Adib, Agus, dan Imam melakukan rapat pembahasan RAPBD TA 2015. Dalam pembahasan tersebut terjadi deadlock dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemerintah Kabupaten Tulungagung.
Akibat deadlock tersebut, Supriyono bersama Adib, Agus, dan Imam kemudian melakukan pertemuan dengan perwakilan TAPD. Dalam pertemuan tersebut, diduga Supriyono bersama ketiganya berinisiatif untuk meminta sejumlah uang agar proses pengesahan RAPBD TA 2015 menjadi APBD dapat segera disahkan.
ADVERTISEMENT
Mereka memakai istilah “uang ketok palu”. Diduga, mereka meminta uang ketok palu sejumlah Rp 1 miliar.
“Selanjutnya perwakilan TAPD menyampaikan pada Syahri Mulyo selaku Bupati Kabupaten Tulungagung yang kemudian disetujui,” ungkap Karyoto.
Selain uang ketok palu, diduga juga ada permintaan tambahan uang lain sebagai jatah banggar yang nilai nominalnya disesuaikan dengan jabatan dari para anggota DPRD.
Penyerahan uang diduga dilakukan secara tunai di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung. Penyerahan ini berlangsung dari tahun 2014 sampai tahun 2018.
“Diduga ada beberapa kegiatan yang diminta oleh IK (Imam Kambali) sebagai perwakilan Supriyono, AM (Adib Makarim) dan AG (Agus Budiarto) untuk dilakukan pemberian uang dari Syahri Mulyo, di antaranya pada saat pengesahan penyusunan APBD murni maupun penyusunan perubahan APBD,” kata Karyoto.
ADVERTISEMENT
“Para tersangka diduga masing-masing menerima “uang ketok palu” sejumlah sekitar Rp 230 juta,” pungkas Karyoto.
Atas perbuatannya, Imam Kambali dan dua tersangka lainnya dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.