Komnas HAM Pertanyakan Sikap Jokowi Terkait Sikap Jaksa Soal Kasus HAM

10 Januari 2019 18:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi Pers Komnas HAM terkait pengembalian berkas Pelanggaran HAM Berat oleh Kejaksaan Agung. (Foto: Reki Febrian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi Pers Komnas HAM terkait pengembalian berkas Pelanggaran HAM Berat oleh Kejaksaan Agung. (Foto: Reki Febrian/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kejaksaan Agung mengembalikan 9 berkas kasus pelanggaran berat kepada Komnas HAM pada 27 November 2018 lalu. Kasus tersebut berisi 9 perkara, mulai dari peristiwa 1965-1966, penembakan misterius 1982-1985, Peristiwa Trisakti, Semanggi 1, Semanggi 2, Peristiwa Wasior-Wamena, Peristiwa Simpang KAA tahun 1999 di Aceh hingga peristiwa Rumah Geudong dan Pos Sattis di Aceh.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal tersebut, Komnas HAM mengaku heran. Pasalnya, setelah sejak 2014 diserahkan ke Kejaksaan Agung, tidak ada petunjuk baru yang diberikan kepada Komnas HAM. Mereka mengembalikan kembali berkas tersebut pada 27 Desember 2018.
Komnas HAM menilai, proses pengembalian berkas tanpa petunjuk baru tersebut seharusnya diketahui oleh Presiden Jokowi.
“Saya kira Presiden perlu angkat bicara apakah tindakan Jaksa Agung ini atas dasar persetujuan atau perintah Presiden. Jika benar, seperti itu, ya kita tidak bisa menghindari persepsi publik, Presiden tidak serius menangani HAM,” kata Amirudin, Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, di gedung Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, pada Kamis (10/1).
Apabila Presiden belum mengetahuinya, Komnas HAM menganggap bahwa yang dilakukan Jaksa Agung merupakan bentuk pembangkangan atas perintah Presiden. Pada tanggal 16 Agustus 2018, Jokowi dalam pidato kenegaraannya meminta Jaksa Agung dengan kewenanganya untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.
ADVERTISEMENT
“Jaksa Agung memberi kesan tidak melakukan perintah tersebut dengan baik dan maksimal. Penyelesaian HAM berat harus diselesaikan demi kepentingan bangsa dan negara,” ucap Amirudin.
Sejauh ini, Komnas HAM berperan sebagai penyelidik dan kejaksaan berperan sebagai penyidik. Dalam artian, Komnas HAM telah membuat kronologi kejadian sejelas-jelasnya, lantas tugas Kejaksaan sebagai penyidik untuk membuat peristiwa tersebut terang benderang.
“Sebagai penyelidik, yang paling penting adalah merumuskan peristiwa. Itu sudah kami lakukan, nah sekarang tinggal tugasnya Jaksa Agung sebagai penyidik,” tutup Amirudin.