Kisah Pengurus Jenazah COVID-19: Tak Sempat Makan-Evakuasi Warga Seberat 280 Kg

22 September 2021 21:21 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas memakamkan jenazah dengan protokol COVID-19 di TPU Rorotan, Cilincing, Jakarta. Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas memakamkan jenazah dengan protokol COVID-19 di TPU Rorotan, Cilincing, Jakarta. Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tim pemulasaran jenazah pasien COVID-19 tidak kalah penting kehadirannya dari tenaga kesehatan selama pandemi. Sebab mereka adalah orang-orang terlatih yang akan mengurus jenazah warga yang terinfeksi corona.
ADVERTISEMENT
Pemprov DKI memiliki tim khusus yang berjumlah 52 orang. Mereka berasal dari sejumlah instansi seperti kepolisian, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan, serta Satpol PP. Mereka berposko di Monas, Jakarta Pusat.
Tim ini sudah bertugas sejak awal pandemi atau sudah 18 bulan. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengapresiasi kerja keras mereka dengan memberikan sertifikat penghargaan sebelum dikembalikan ke instansi masing-masing.
Di hari penghargaan itu mereka bercerita pengalamannya selama menjalankan tugas yang penuh risiko tersebut.
Petugas pemulasaraan jenazah COVID-19 usai menerima penghargaan dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Foto: Dok. Istimewa
Yang pertama bercerita ialah Nur Yasin. Ia petugas dari kepolisian yang dituakan dalam tim tersebut. Menurutnya saat kasus corona meninggi karena varian Delta panggilan pemulasaran begitu banyak. Sampai-sampai tak sempat untuk mencicipi makanan yang telah disiapkan.
"Tidur sebentar jam 9, jam 10 balik lagi sehingga makanan yang disediakan oleh Pak Sapto ini tidak pernah termakan. Hampir tiga bulan karena begitu berangkat jam 9, setengah 10 nanti balik lagi ke sini sudah subuh kemudian istirahat sebentar nanti jam 9 berangkat lagi karena jadwal sudah menumpuk," kata Nur Yasin, Rabu (22/9).
ADVERTISEMENT
"Bahkan yang paling tinggi 42 jenazah sehari yang harus saya selesaikan," ungkapnya.
Nur Yasin juga berkisah bagaimana sulitnya saat harus evakuasi jenazah dalam kondisi banjir. Repotnya saat itu belum ada perahu karet.
"Saat situasi banjir ada jenazah harus dievakuasi kita masih harus butuh bantuan perahu karet dan sebagainya. Kita akhirnya harus pinjam ke sana ke mari alhamdulillah dengan izin Allah SWT semuanya teratasi," kata Nur Yasin.
Petugas pemulasaraan jenazah COVID-19 usai menerima penghargaan dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Foto: Dok. Istimewa
Beda Nur Yasin, beda lagi dengan Wirawan. Ia ingat betul bagaimana perubahan sikap masyarakat sepanjang pandemi terjadi. Menurut dia, saat awal pandemi masyarakat banyak yang menolak tim pemulasaran.
"Kita masuk ke dalam, kita melakukan pemulasaran sementara keluarganya menangis dengan sumpah serapah sambil mendoakan mudah-mudahan bapak ibu semua meninggal dalam keadaan COVID semua. Itu doa dari masyarakat," kata Wirawan.
ADVERTISEMENT
Namun seiring berjalannya waktu masyarakat mulai mengerti. Tim kini lebih sering menemukan yang mendukung mereka. Sebab banyak masyarakat yang mempercayakan pemulasaran jenazah keluarganya ke tim khusus itu.
"'Pak kalau tidak ada bapak siapa yang mau memulasarkan jenazah orang tua saya. Tetangga saya lewat depan rumah saya pun tidak berani'. Jadi ditunggu kapan pun," kata Wirawan menirukan omongan warga saat tim membantu pemulasaran.
Selain itu masih segar diingatannya saat harus mengevakuasi jenazah dengan berat ratusan kilo. Hingga peti yang disiapkan tidak muat.
"Waktu kita evakuasi jenazah lebih dari 280 kilo di lantai 2 dengan tangga yang sempit sampai saya koordinasi ke Dinas Damkar untuk panggil pasukan rescue untuk bantu penurunannya. Petinya pun masih peti standar karena petinya yang digunakan standar untuk orang yang beratnya 100 kilo ke bawah," kata Wirawan.
ADVERTISEMENT
Dengan kondisi itu tim pemulasaraan harus berinovasi. Mereka membuat sendiri peti sesuai dengan ukuran jenazah agar bisa dimakamkan.
"Akhirnya kita buat peti sendiri. Itu lama dari mulai zuhur, ashar baru selesai buat peti sendiri. Baru kita masukan peti, kita salatkan," kata Wirawan.
Petugas pemulasaraan jenazah COVID-19 usai menerima penghargaan dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Foto: Dok. Istimewa
Tugas yang berkontak langsung dengan para pasien COVID-19 itu membuat mereka rentan terpapar virus corona. Hal itu dialami oleh Limbong. Anggota Satpol PP itu mengatakan selama bertugas sempat dua kali positif corona.
"Saya terpapar COVID bulan 10 sama bulan Desember, Istri sekali Januari," kata Limbong.
Meski begitu dia tidak pernah gentar untuk kembali menjalankan tugas setelah sembuh. Sebab ia ingin Jakarta kembali sehat.
"Semangat kita semangat satu untuk mewujudkan Jakarta tetap sehat. Kata Limbong.
ADVERTISEMENT
Hingga Rabu (22/9), sudah ada 31.969 orang warga yang dimakamkan dengan protap COVID-19 di Jakarta.