Ketua MPR: Jabatan Presiden Dibatasi 2 Periode Agar Jangan Seperti Orba
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
ADVERTISEMENT
Pria yang akrab disapa Bamsoet itu memastikan, tak ada pembahasan di internal MPR untuk memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Bamsoet menuturkan, Presiden Jokowi juga sudah menegaskan bahwa dirinya tidak mempunyai niat melanjutkan kepemimpinannya setelah masa jabatannya habis pada 2024 mendatang.
"Ketentuan masa jabatan kepresidenan diatur dalam Pasal 7 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), yang menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan," kata Bamsoet, Senin (15/3).
"Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan mengubah dan menetapkan UUD NRI 1945, MPR RI tidak pernah melakukan pembahasan apa pun untuk mengubah Pasal 7 UUD NRI 1945," tambah dia.
ADVERTISEMENT
Eks Ketua DPR itu menegaskan, pembatasan jabatan presiden maksimal dua periode sudah diputuskan melalui sejumlah pertimbangan yang matang.
Dia menyebut, pembatasan masa jabatan di Indonesia diberlakukan agar terhindar dari masa kepemimpinan tanpa batas seperti masa lalu.
"Pembatasan maksimal dua periode dilakukan agar Indonesia terhindar dari masa jabatan kepresidenan tanpa batas, sebagaimana pernah terjadi pada masa lalu (Orde Baru). Sekaligus memastikan regenerasi kepemimpinan nasional bisa terlaksana dengan baik. Sehingga tongkat estafet kepemimpinan bisa berjalan berkesinambungan. Tidak hanya berhenti di satu orang saja," jelas Bamsoet.
Politikus Golkar itu mengingatkan masyarakat agar tak terpancing dengan isu perpanjangan masa jabatan kepresidenan menjadi tiga periode. Terlebih jika sampai memicu pertikaian dan perpecahan bangsa.
"Stabilitas politik yang sudah terjaga dengan baik yang merupakan kunci kesuksesan pembangunan, jangan sampai terganggu karena adanya propaganda dan agitasi perpanjangan masa jabatan kepresidenan," ujar Bamsoet.
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan, jika terdapat usulan perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya, termasuk argumentasi dan kajian akademis.
Setelah pengusul memenuhi kuorum, maka dibawa ke Sidang MPR untuk disetujui. Selanjutnya, Sidang MPR itu harus dihadiri sedikitnya oleh 2/3 anggota MPR atau sebanyak 474 anggota legislator/senator.
Hal itu sesuai dengan Pasal 37 ayat 3 UUD 1945.
Berikut bunyinya:
Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Setelah semua materi dibahas dan disetujui Sidang MPR, langkah terakhir adalah pengesahan Amandemen Kelima UUD 1945 di Sidang MPR. Persetujuan ini minimal dihadiri oleh 357 anggota MPR.
ADVERTISEMENT
Syarat ini diatur tegas dalam Pasal 37 ayat 4.
Berikut bunyinya:
Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.