Kemenkes: Pasien Polio di Aceh Tak Punya Riwayat Imunisasi

19 November 2022 14:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi vaksin polio. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi vaksin polio. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pasien polio yang ditemukan di Aceh tak punya riwayat imunisasi. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu, dalam konferensi pers virtualnya, Sabtu (19/11).
ADVERTISEMENT
Maxi mengungkapkan, gejala awal kasus polio di Aceh itu pada 6 Oktober 2022. Tiga hari berselang, pasien itu mulai merasakan lumpuh layu. RSUD Sigil pun mencurigai itu gejala polio, dan benar setelah sampelnya dikirimkan ke Jakarta hasil dikonfirmasi itu adalah polio tipe 2.
"Melalui PCR tipe 2 polio dan ada tipe 3 dari Sabin. Kemudian dikirimkan Biofarma untuk sekuensing dan ternyata memang betul dia tipe 2. Hasil sekuensing polio tipe 2," kata Maxi.
Pasien tersebut mengalami pengecilan di bagian otot paha dan betis. Dia disebut tak pernah punya riwayat kontak melalui perjalanan, tapi tak pernah punya riwayat imunisasi polio.
"Dan memang tidak ada riwayat imunisasi. Tidak memiliki rawat kontak dan, apa namanya, ada perjalanan ke luar tidak ada," tambah Maxi.
ADVERTISEMENT
Maxi memang tak menampik bahwa salah satu penyebab kasus polio di Aceh adalah rendahnya imunisasi atau vaksinasi polio atau OPV – vaksin tetes — dan IPV yang juga dikenal vaksin polio dengan suntik. Bahan dari data yang dibeberkan Maxi, Aceh menjadi salah satu daerah yang masih merah, artinya di bawah 50 cakupan vaksinasi polio.
Setelah Aceh, ada beberapa wilayah di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Hal ini yang membuat Kemenkes menyabut Indonesia punya risiko tinggi terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) polio.
"Ini kalau lihat 30 Provinsi dan 415 kabupaten kota semua masuk kriteria tinggi, high risk, untuk, apa namanya, cakupan [vaksin] polio yang rendah semua. Jadi ini, kita Indonesia ini, high risk untuk terjadinya KLB polio," kata Maxi.
ADVERTISEMENT
Selain imunisasi atau vaksinasi tak rendah, faktor lingkungan juga dikatakan menjadi penyebab polio. Terutama terkait sanitasi atau mandi, cuci, kakus (MCK). Sebab, penularan utama polio faecal-oral.
"Artinya melalui feses dan pasti pada kebersihan, jadi tangan tidak cuci tangan, ada kontaminasi dengan bisa masuk melalui mulut," jelas Maxi.
Maxi menceritakan, di lingkungan kasus polio Aceh itu ditemukan sanitasi yang punya risiko tinggi penyebaran virus polio. Lingkungan belakang rumah, tempat bermain air anak kecil ada MCK tapi dibuangnya ke sungai tempat anak-anak bermain.
"Ada dibangun MCK, tapi buangannya itu ke sungai-sungai kecil, bagian belakang. Ini tempat main anak-anak di sini. Ini sudah ambil kita sudah ambil sampel untuk diperiksa, kita tinggal menunggu hasil mungkin 1-2 hari sudah keluar sampel air di beberapa titik kita sudah ambil," kata Maxi sambil memperlihatkan denah lingkungan tempat kasus polio Aceh itu.
ADVERTISEMENT
"Jadi perilaku buang air sembarang itu punya potensi, jadi kemungkinan penularan nya faktor risiko yang paling kami lihat ada di sini [tempat main air dibelakang - red]," terang Maxi.
Namun kabar baiknya, kondisi pasien polio di Aceh tersebut saat ini perlahan membaik. Ia sudah mulai bisa berjalan kembali meski tertatih.
"Kalau lihat kondisinya kemarin kita lihat sudah jalan, sekalipun masih tertati, ya, cuman memang tidak ada obat, nanti tinggal difisioterapi untuk mempertahankan massa ototnya," pungkas dia.