Kejagung: Gugatan Perdata Crazy Rich Surabaya Budi Said Tak Pengaruhi Kasus

19 Januari 2024 19:38 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka dugaan tindak pidana korupsi Budi Said berjalan menuju mobil tahanan di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Kamis (18/1/2024). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka dugaan tindak pidana korupsi Budi Said berjalan menuju mobil tahanan di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Kamis (18/1/2024). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Kuntadi, menegaskan gugatan perdata yang dilayangkan crazy rich Surabaya Budi Said tak memengaruhi kasus pidana yang sedang menjeratnya.
ADVERTISEMENT
Diketahui, Budi menang gugatan perdata melawan PT ANTAM dan dinyatakan berhak menerima pembayaran 1,1 ton emas. Hal tersebut terkait polemik jual beli emas Budi di Butik Emas Logam Mulia (BELM) 1 Surabaya.
Namun ternyata Kejagung menemukan adanya dugaan pidana dalam proses pembelian emas tersebut. Diduga, ada surat palsu yang digunakan dalam proses transaksi tersebut, yang merugikan PT ANTAM.
Budi jadi tersangka, usai bermufakat jahat dengan empat orang, termasuk oknum pegawai di PT ANTAM.
Terkait dengan gugatan perdata tersebut, Kejagung tak terpengaruh. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Kuntadi, menegaskan pihaknya bekerja berdasarkan alat bukti.
"Pada prinsipnya, kami tidak akan mengomentari terhadap putusan-putusan yang lain. Kami hanya berpijak pada alat bukti yang kami temukan," ujarnya dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (19/1).
ADVERTISEMENT
"Bahwa berdasarkan alat bukti yang kami temukan, terdapat konspirasi jahat di dalam proses penjualan tersebut, dan saudara BS (Budi Said) terindikasi terlibat di dalamnya," lanjutnya.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Kuntadi memberi keterangan kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (24/7/2023). Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Lebih jauh, Kuntadi juga menyinggung bahwa banyak kasus hukum yang menang dalam gugatan keperdataan, namun di kemudian hari ditemukan indikasi tindak pidana. Sehingga Kejagung akan jalan terus mengusut dugaan pidana korupsi dalam kasus tersebut.
"Bahwa sudah banyak kasus yang di mana berdasarkan putusan keperdataan dinyatakan menang, ternyata di belakang hari ditemukan indikasi tindak pidana di dalamnya," paparnya.
"Jadi itu bukan hal aneh dan bukan hal yang baru," pungkas Kuntadi.
Sekilas Kasus
Pada Maret 2018 sampai dengan November 2018, diduga Budi Said bersama dengan keempat orang tersebut telah melakukan pemufakatan jahat. Mereka merekayasa jual beli emas dengan cara penetapan harga jual di bawah harga yang telah ditetapkan PT ANTAM.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut dilakukan dengan dalih seolah-olah ada diskon dari PT ANTAM. Padahal pada saat itu PT ANTAM tidak menerapkan diskon.
Untuk menutupi transaksinya tersebut, para pelaku ini menggunakan pola transaksi di luar mekanisme yang telah ditetapkan oleh PT ANTAM sehingga PT ANTAM tidak bisa mengontrol keluar masuknya logam mulia dan uang yang ditransaksikan.
Akibatnya, jumlah uang yang diberikan Budi Said dengan jumlah emas yang diserahkan oleh PT ANTAM terdapat selisih cukup besar. Akibat selisih itu, para pelaku mengakalinya dengan membuat surat palsu.
Alhasil, PT Antam dirugikan hingga Rp 1,2 triliun berdasarkan selisih 1,1 ton emas yang dijual belikan antara kedua belah pihak.
Menurut Kuntadi, angka kerugian negara tersebut belum final. Masih menggunakan perkiraan. Hasil audit akan menentukan nilai sesungguhnya, apakah lebih kecil atau lebih besar.
ADVERTISEMENT
"Rp 1 triliun itu kita melihat harga kisaran ya, itu belum fix, kita lihat kilonya dulu, nanti hasil audit bisa berkembang bisa naik bisa kurang. Transaksi dilakukan berkali-kali periodenya Maret-November 2018," ucap Kuntadi.
Atas perbuatannya, Budi Said dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Belum ada pernyataan dari Budi Said mengenai kasus ini.