Istilah Taliban di KPK Kembali Muncul, Diduga Disebutkan Eks Penyidik Asal Polri

11 Oktober 2021 16:07 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Istilah Taliban di KPK sempat menjadi isu beberapa waktu yang lalu. Namun, hal itu merupakan isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
ADVERTISEMENT
Komnas HAM menyatakan bahwa stigma Taliban disematkan pada mereka yang bekerja dengan baik di KPK. Namun, pegawai yang distigma Taliban itu kemudian disingkirkan melalui Tes Wawasan Kebangsaan.
Hal itu ditemukan Komnas HAM ketika memeriksa pelaksanaan TWK yang bermasalah. Komnas HAM menemukan ada upaya menyingkirkan pegawai melalui TWK, termasuk mereka yang diberi label Taliban. Komnas HAM menegaskan isu itu kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Kini, istilah Taliban di KPK kembali muncul. Yakni dari keterangan saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara. Kasus ini melibatkan eks penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju dan advokat, Maskur Husain.
Wali Kota Tanjungbalai H.M Syahrial. Foto: Pemkot Tanjungbalai
Saksi yang dimaksud ialah mantan Wali Kota Tanjungbalai Muhammad Syahrial. Syahrial merupakan salah satu penyuap Robin agar aman dari kasus di KPK.
ADVERTISEMENT
Menurut Syahrial, Robin menyebut bahwa kasus suap jual beli jabatan di Tanjungbalai ditangani oleh Tim Taliban. Kasus itu melibatkan Syahrial.
"Pernah disampaikan yang tangani kasus saya dibilang Taliban. Ya, sulit masuknya, orang-orang Taliban," kata Syahrial saat bersaksi melalui konferensi video dari Rumah Tahanan Kelas I Medan, dikutip dari Antara, Senin (11/10).
Syahrial menjadi saksi untuk dua terdakwa yaitu Robin dan advokat Maskur Husain. Keduanya didakwa menerima total Rp 11,5 miliar dari pengurusan lima perkara di KPK.
"Itu disampaikan oleh Robin, katanya 'Tim Taliban ini'," tambah Syahrial.
Tersangka AKP Stepanus Robin Pattuju menuju ke mobil usai sidang putusan Majelis Etik Dewas KPK di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Senin (31/5/2021). Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
"Sepemahaman saksi siapa Taliban itu dari penyampaian terdakwa?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Heradian Salipi.
"Saya tidak tahu siapa Taliban," jawab Syahrial.
"Apa hanya disampaikan yang tangani Tim Taliban?" tanya jaksa.
ADVERTISEMENT
"Iya, Taliban saja," jawab Syahrial.
Tidak ada penjelasan lebih lanjut soal siapa Tim Taliban yang dimaksud dari kesaksian itu. Belum ada penjelasan dari Robin soal ucapannya itu.
Namun diduga mereka yang dimaksud Taliban ini mereka yang memiliki komitmen penuh dalam pemberantasan korupsi. Jadi tidak akan mempan disuap.
Namun, mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo, pernah buka suara terkait awal terbongkarnya praktik suap di dalam KPK yang melibatkan Robin. Perkara ini awalnya ditangani beberapa satgas yang melibatkan beberapa nama, yakni Yudi Purnomo, Novel Baswedan, Ambarita Damanik, hingga Rizka Anungnata. Penggeledahan di rumah dinas Wali Kota Tanjungbalai yang mengungkap adanya praktik itu.
Penyidik KPK Ambarita Damanik (tengah) bersama Novel Baswedan. Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Kasus Tanjungbalai itu memang bak kotak pandora. Mengungkap adanya praktik kotor di KPK. Bahkan melibatkan penyidik hingga pimpinan KPK. Termasuk soal suap Robin hingga kebocoran perkara oleh Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
ADVERTISEMENT
Robin sudah dijerat pidana. Sementara Lili Pintauli baru dijerat secara etik meski tindakannya termasuk pelanggaran pidana.
Sementara penyidik yang pertama kali mengungkap kasus ini justru dipecat KPK gara-gara Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Menurut Yudi, kasus itu pun menjadi perkara terakhir yang mereka tangani sebelum dipecat Firli Bahuri.
"Wali Kota Tanjungbalai merupakan kasus kesekian yang Bang Novel, aku, Pak Dam, dan Bang Rizka tangani secara bersama-sama tapi juga kasus kami terakhir di KPK sebelum TWK yang bermasalah menghentikan langkah kami sebagai penyidik," sambung dia.
Penyidik senior KPK Novel Baswedan menanggalkan identitas pekerjaannya saat hari terakhir bekerja di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (30/9/2021). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Novel Baswedan pun menilai KPK seakan enggan mengungkap kasus bak kotak Pandora itu. Sebab, belakangan timnya kemudian dilarang menangani kasus itu sebelum akhirnya dipecat karena TWK.
Mulanya memang kasus Tanjungbalai ditangani oleh tiga satgas yakni Satgas Novel Baswedan, Ambarita Damanik dan Rizka Anungnata. Belakangan, semenjak kasus tersebut membuka keterlibatan Robin, satgas Novel dan Ambarita diganti, menyisakan satgas Rizka Anungnata dan tambahan satgas baru.
ADVERTISEMENT
Rizka membenarkan soal adanya pergantian satgas tersebut. Namun dia mengaku tak mengetahui alasan penggantian sejumlah satgas tersebut, sebab saat peristiwa penggantian terjadi, satgasnya tengah berada di Tanjungbalai.

Jejak Azis Syamsuddin

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin ditahan usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Terdapat jejak Azis Syamsuddin dalam perkara Tanjungbalai itu. Eks Wakil Ketua DPR itu yang mengenalkan Robin kepada Syahrial yang berujung suap.
Dalam keterangannya, Syahrial juga mengaku melaporkan kepada Azis Syamsuddin bahwa ia sudah memberikan uang kepada Robin.
"Saya katakan 'Sudah selesai Ketua', dijawab 'Ooh sudah OK', maksudnya sudah selesai pemberian uang," ungkap Syahrial.
Jaksa lalu membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Syahrial mengenai laporannya kepada Azis tersebut.
"'Azis Syamsuddin tahu mengenai komitmen saya dengan Robin tepatnya pada bulan Februari 2021 dan saya sampaikan ke Azis 'Sudah saya selesaikan ketua' dan saya bertemu Azis Syamsuddin di Mahkamah Agung terkait dengan masalah pilkada dan Azis Syamsuddin hanya menjawab oke', apakah keterangan ini benar?" tanya jaksa.
ADVERTISEMENT
"Benar," jawab Syahrial.
Uang diserahkan setelah Robin berjanji mengamankan kasus yang melibatkan Syahrial di KPK. Menurut Syahrial, Robin mengomunikasikan pengamanan itu bersama tim penyidik.
"Bang Robin sampaikan 'nanti akan dikomunikasikan dengan tim'," kata Syahrial.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsuddin memakai baju tahanan usai pemeriksaan di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Sabtu (25/9/2021) dini hari. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Permintaan itu disampaikan Syahrial saat bertemu dengan Robin di rumah dinas Wakil Ketua DPR yang ditempati Azis Syamsuddin pada Oktober 2020.
"Setelah 1-2 jam pertemuan itu, Bang Robin telepon saya 'Sudah kita amankan dan sudah dipantau-pantau'," ungkap Syahrial.
Tapi Syahrial mengaku tidak tahu siapa tim yang menangani perkaranya.
"Saya tidak tahu timnya tapi 2 hari setelahnya disampaikan kepada saya bahwa permintaan saya akan dibantu tim. Baru saya membicarakan dengan Bang Robin kasus saya bagaimana perkembangannya apakah naik atau tidak, setelah itu Robin menyampaikan akan dicek ke tim perkembangannya," jelas Syahrial.
ADVERTISEMENT
Untuk dapat menutup perkaranya tersebut, Syahrial dan Robin sampai pada kesepakatan pemberian uang.
"Saya sampaikan agar menutup kasus akhirnya muncul nominal yang disepakati antara saya dan Bang Robin, pertama di angka Rp 2 miliar, saya tidak sanggup akhirnya di angka Rp 1,695 miliar itu yang sudah ditransfer," ungkap Syahrial.
Uang itu dikirimkan ke sejumlah rekening. Termasuk rekening Maskur Husain dan orang dekat Syahrial bernama Rifka Amalia serta pemberian tunai di Pematang Siantar.
"Sumber uangnya dari almarhum orang tua saya Rp1 miliar, lalu saya minta sekda untuk kebutuhan Bang Robin Rp500 juta, sisanya uang saya. Dari Sekda itu berasal dari Kadis PU Rp200 juta, Kabag Umum Rp60 juta, dan ada juga dari pengusaha Tanjung Balai," tambah Syahrial.
ADVERTISEMENT
"Ada pernyataan 'di atas lagi butuh bang'?" tanya Jaksa Penuntut Umum KPK Heradian Salipi.
"Ya pemahaman saya pimpinan," kata Syahrial.