Ijtima Ulama MUI soal Pemilu: Jabatan Presiden 2 Periode, Bebas Dinasti Politik

11 November 2021 14:50 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekjen MUI Amirsyah Tambunan, Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh, dan  Direktur Pemasaran dan Kemitraan Dr. dr. Chairuddin Yunus, M. Kes dalam konferensi pers terkait vaksin Zifivax di Kantor MUI di Jakarta, Sabtu (9/10).  Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen MUI Amirsyah Tambunan, Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh, dan Direktur Pemasaran dan Kemitraan Dr. dr. Chairuddin Yunus, M. Kes dalam konferensi pers terkait vaksin Zifivax di Kantor MUI di Jakarta, Sabtu (9/10). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ijtima Ulama MUI sudah selesai. Ratusan ulama yang ahli dalam ilmu Islam berkumpul membahas sejumlah persoalan. Salah satunya soal panduan dalam pemilu.
ADVERTISEMENT
Menurut Ketua Ijtima Ulama yang juga Ketua MUI Asrorun Niam dalam keterangannya, para ulama membahas sejumlah panduan dalam Pemilu dan Pemilukada untuk kemaslahatan umat.
"Pembatasan masa jabatan kepemimpinan maksimum dua kali sebagaimana diatur dalam Konstitusi dan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku wajib untuk diikuti guna mewujudkan kemaslahatan serta mencegah mafsadah," kata Asrorun Niam dalam keterangannya, Kamis (11/11).
Selain itu juga dibahas pemilu yang harus bebas suap, money politics, dan bebas dinasti politik.
Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh dalam konferensi pers terkait vaksin Zifivax di Kantor MUI di Jakarta, Sabtu (9/10). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Berikut panduan lengkap Pemilu dan Pemilukada hasil ijtima Ulama MUI:
1.     Dalam masalah mu’amalah, termasuk di dalamnya masalah politik, Islam memberikan keleluasaan berdasarkan kesepakatan untuk mewujudkan kemaslahatan dan menghindari kerusakan atau bahaya (jalb al-mashalih wa dar’u al-mafasid), sepanjang kesepakatan tersebut tidak mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.
ADVERTISEMENT
2.     Pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa.
3.     Memilih pemimpin (nashbu al-imam) dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama. Oleh karena itu, keterlibatan umat Islam dalam Pemilu hukumnya wajib.
4.     Pemilu dilaksanakan dengan ketentuan:
a.      Dilaksanakan dengan langsung, bebas, jujur, adil, dan rahasia;
b.      Pilihan didasarkan atas keimanan, ketaqwaan kepada Allah SWT, kejujuran, Amanah, kompetensi, dan integritas;
c.       Bebas dari suap (risywah), politik uang (money politics), kecurangan (khida’), korupsi (ghulul), oligarki, dinasti politik, dan hal-hal yang terlarang secara syar’i.
ADVERTISEMENT
5.     Pembatasan masa jabatan kepemimpinan maksimum dua kali sebagaimana diatur dalam Konstitusi dan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku wajib untuk diikuti guna mewujudkan kemaslahatan serta mencegah mafsadah;
6.     Proses pemilihan dan pengangkatan kepala daerah dapat dilakukan dengan beberapa alternatif metode yang disepakati bersama sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah yang berlaku saat ini dinilai lebih besar mafsadatnya daripada maslahatnya, antara lain: menajamnya konflik horizontal di tengah masyarakat, menyebabkan disharmoni, mengancam integrasi nasional, dan merusak moral akibat maraknya praktik politik uang.