ICW Tak Setuju dengan Mahfud MD, Sebut KPK Era Firli Bahuri Alami Kemunduran

28 Desember 2020 17:36 WIB
Menko Polhukam Mahfud MD menggelar rapat bersama perwakilan KPK, Kejagung, dan Polri terkait penanganan perkara. Foto: Dok. Humas Kemenko Polhukam
zoom-in-whitePerbesar
Menko Polhukam Mahfud MD menggelar rapat bersama perwakilan KPK, Kejagung, dan Polri terkait penanganan perkara. Foto: Dok. Humas Kemenko Polhukam
ADVERTISEMENT
KPK Jilid V di bawah Komjen Firli Bahuri dkk telah memasuki setahun masa kepemimpinan. Selama setahun itu pula KPK menggelar 8 kali OTT, 2 di antaranya menjerat Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan serta Juliari Batubara selaku Menteri Sosial.
ADVERTISEMENT
Kinerja KPK itu diapresiasi Menko Polhukam, Mahfud MD. Bahkan Mahfud menyebut kinerja setahun pertama Firli dkk lebih berprestasi ketimbang era sebelumnya, Agus Rahardjo cs.
Pernyataan Mahfud tersebut ditampik Indonesia Corruption Watch (ICW). Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, justru berpendapat KPK di bawah Firli mengalami kemunduran dibandingkan era sebelumnya.
"Dalam catatan evaluasi satu tahun KPK yang dilansir oleh ICW dan TII beberapa waktu lalu, terlihat adanya kemunduran drastis dari kinerja lembaga antirasuah tersebut," ujar Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Senin (28/12).
Kurnia Ramadhana, peneliti ICW di diskusi terkait RUU KPK di kantor ICW, Jakarta, Jumat (20/9/2019). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Kurnia menyatakan terdapat 4 poin yang menunjukkan melemahnya kinerja KPK di era Firli. Pertama yakni jumlah penindakan yang menurun.
Berdasarkan data ICW, pada tahun 2019, penyidikan KPK berjumlah 145 kasus, sedangkan tahun ini hanya 91. Penurunan itu, kata Kurnia, terjadi pula pada bidang penuntutan. Pada 2019, penuntutan KPK berjumlah 153, sedangkan tahun ini hanya 75.
ADVERTISEMENT
"Dalam konteks jumlah tangkap tangan, tahun 2020 KPK hanya melakukan 7 tangkap tangan. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, 2019 (21 kali), 2018 (30 kali), 2017 (19 kali), dan 2016 (17 kali)," ucap Kurnia.
Ilustrasi KPK Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Poin kedua, kata Kurnia, yakni degradasi kepercayaan publik kepada KPK. Ia menyebut penurunan kepercayaan publik terhadap KPK bisa dilihat dari temuan 5 lembaga survei yakni Alvara Research Center, Indo Barometer, Charta Politica, LSI, dan Litbang Kompas.
"Kami menduga menurunnya kepercayaan publik kepada KPK tidak lain karena peran pemerintah, yakni tatkala mengundangkan UU KPK baru dan memilih sebagian besar Komisioner bermasalah," beber Kurnia.
Poin ketiga, kata Kurnia, yakni kegagalan KPK menangkap Harun Masiku. Padahal merujuk kinerja KPK selama ini, Kurnia menilai bukan hal sulit bagi komisi antirasuah menangkap eks caleg PDIP itu.
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan tanggapannya saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR di komplek Parlemen, Jakarta. Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
"Keempat, komisioner yang diusulkan oleh Presiden Joko Widodo faktanya tidak menunjukkan nilai integritas dan tidak bisa menjaga etika sebagai pejabat publik. Hal ini merujuk pada putusan Dewan Pengawas yang menjatuhkan sanksi etik kepada Ketua KPK, Firli Bahuri, karena terbukti menggunakan moda transportasi mewah berupa helikopter," jelas Kurnia.
ADVERTISEMENT
Atas dasar itu, Kurnia meminta Mahfud agar dapat merujuk data tepercaya sebelum menyampaikan sesuatu kepada publik.
"ICW mengusulkan agar Pak Mahfud MD membaca data terlebih dahulu agar pendapat yang disampaikan lebih objektif dan faktual. Selaku Menko Polhukam, tentu akan lebih baik jika pak Mahfud MD berbicara menggunakan data, jadi tidak sebatas asumsi semata," kata Kurnia.
"Sebab, masyarakat akan semakin skeptis melihat pemerintah, jika pejabat publiknya saja berbicara tanpa ada dasar yang jelas. Selain itu, jangan hanya karena ingin membela pemerintah, yang notabene menjadi inisiator Revisi UU KPK dan terpilihnya lima Komisioner KPK, menghasilkan pandangan-pandangan subjektif semacam itu," tutupnya.