ICW Pertanyakan Pelimpahan Kasus Rektor UNJ ke Polisi: Jelas Bisa Ditangani KPK

3 Juni 2020 18:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Gedung KPK. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gedung KPK. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesian Corruption Watch (ICW) masih mempertanyakan mengenai pelimpahan kasus operasi tangkap tangan KPK terhadap Kabag Kepegawaian Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Dwi Achmad Noor. Dwi Achmad. Padahal, menurut ICW, jelas ada permintaan sejumlah uang dari Rektor UNJ Komarudin terkait dengan kasus itu.
ADVERTISEMENT
"Kita tidak habis pikir sebenarnya dengan kebijakan pimpinan KPK. Entah ini menunjukkan KPK tidak profesional dalam tangani perkara atau memang bisa dikatakan KPK takut dengan menindak seorang rektor," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers yang digelar daring, Rabu (3/6).
Sebelumnya, KPK beralasan pelimpahan kasus tersebut dikarenakan tak ditemukan adanya unsur penyelenggara negara dalam perbuatan tersebut. Alasan lainnya yakni sebagai bentuk koordinasi dan supervisi antara lembaga penegak hukum.
Terkait itu, Kurnia menjabarkan sejumlah argumen bahwa sebenarnya KPK bisa mengusut kasus itu. Sebab, posisi rektor dalam kasus ini, kata Kurnia, jelas seorang penyelenggara negara.
"Kalau teman-teman semua membaca siaran pers yang dikeluarkan Deputi Penindakan KPK Karyoto di bagian pertama dikatakan ada inisiatif ingin memberikan tunjangan hari raya dari rektor UNJ yang mengumpulkan dana Rp 5 juta per fakultas, terkumpul dari 8 fakultas dan dua lembaga," kata Kurnia.
ADVERTISEMENT
Kurnia mengatakan, uang tersebut lalu diberikan kepada pejabat kemendikbud atas inisiatif rektor melalui Kabag Kepegawaian UNJ. Ia menyebut menunjukkan terdapat unsur keterlibatan penyelenggara negara, dalam hal ini rektor.
"Dari situ kita sudah men-detect bahwa unsur keterlibatan pejabat negara itu adalah rektor itu sendiri, karena pertama kalau teman teman cek Pasal 2 angka 7 UU 28 tahun 1999 itu menjelaskan secara detail bahwa pimpinan perguruan tinggi negeri dapat dikategorikan sebagai unsur penyelenggara negara," kata dia.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Alasan kedua, kata kurnia, Rektor UNJ pun sebenarnya telah melaporkan LHKPN ke KPK sejak dilantik pada 2019. Artinya, dia merupakan penyelenggara negara yang wajib lapor kekayaannya.
"Apa maknanya? Nama dia tercantum di sana berarti kan masyarakat bisa melihat bahwa oke dia adalah penyelenggara negara, sehingga kita semakin mempertanyakan alasan deputi penindakan KPK tersebut," kata dia.
ADVERTISEMENT

Pasal yang Bisa Dipakai KPK

ICW menyebut, setidaknya ada dua pasal yang berpotensi merupakan tindak pidana korupsi yang sebenarnya bisa dipakai KPK dalam kasus ini. Pasal pertama soal pemerasan.
"Pertama pasal 12 huruf E UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor itu terkait dengan pemerasan atau banyak orang yang mendefinisikan pasal ini sebagai pungli," kata Kurnia.
Kurnia menyebut asumsi bisa dikenakan pasal itu karena rektor meminta fakultas mengumpulkan uang Rp 5 juta. Terlebih tujuannya diduga untuk diberikan kepada pejabat Kemendikbud sebagai THR.
"Maka dari itu, katakan ini kental dengan nuansa pemerasan atau pungli, dan KPK sebenarnya berwenang untuk tangani perkara itu," kata dia.
Kedua, kata Kurnia, KPK bisa diterapkan pasal 5 UU Tipikor mengenai penyuapan. Pandangan itu muncul karena ICW menduga ada pemberian mandat dari Rektor UNJ kepada Kabag Kepegawaian mengantarkan uang kepada pejabat kemendikbud. Sebab, seorang kabag kepegawaian dinilai tak punya kepentingan dalam hal tersebut.
Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Komarudin. Foto: Dok. UNJ
"Tentu tidak bisa dilepaskan peran Rektor UNJ, tidak mungkin logikanya hanya terbatas pada Kabag Kepegawaian memberikan uang ke Kemendikbud. Tentu apa keperluannya kalau tidak disuruh oleh Rektor UNJ ini," kata dia.
ADVERTISEMENT
Terkait kemudian pihak yang diduga penerimanya bukan penyelenggara negara, Kurnia menyebut KPK sering menangani perkara seperti ini. Menurut dia, KPK masih bisa menerapkannya dengan memakai pasal penyertaan yakni Pasal 55 KUHP.
"Karena kan Pasal 55 KUHP memandatkan bahwa orang yang terlibat dalam perkara baik itu meminta atau melakukan tindak pidana dapat dijerat dengan pasal pokoknya dengan menyertakan Pasal 55 KUHP. Jadi sebenarnya sudah sangat clear kasus ini bisa ditangani KPK
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan

Latar Belakang Perkara

KPK menangkap Dwi Achmad pada Rabu (20/5). Ia ditangkap usai diduga memberikan uang kepada sejumlah pegawai Kemendikbud.
Saat OTT, KPK menemukan bukti berupa uang sebesar USD 1.200 (setara Rp 17.514.000) dan Rp 27,5 juta. Diduga, uang itu merupakan hasil urunan THR yang diminta Rektor UNJ, Komarudin.
ADVERTISEMENT
KPK menjelaskan bahwa penangkapan itu berawal dari informasi soal adanya permintaan THR dari Komarudin, kepada jajarannya. Melalui Dwi Achmad, ia diduga meminta THR sebesar Rp 5 juta kepada sejumlah orang.
Uang itu diduga dikumpulkan guna diberikan kepada pejabat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Karyoto menyebut THR diduga akan diberikan kepada Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti Kemendikbud dan beberapa staf SDM di Kemendikbud.
Hal itu yang kemudian mendasari KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan. Namun, berdasarkan pemeriksaan awal, KPK berdalih tak menemukan keterlibatan unsur penyelenggara negara. Sehingga, perkara tersebut dinilai tak masuk ranah KPK. Kasus itu pun dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.
Polda Metro Jaya masih menyelidiki kasus ini. Belum ada tersangka yang dijerat. Tujuh orang yang diamankan saat OTT hanya dikenai wajib lapor.
ADVERTISEMENT
Secara terpisah, pihak UNJ sudah menanggapi mengenai kasus ini. Dalam pernyataannya, UNJ mengklarifikasi tidak ada penangkapan terhadap Komarudin selaku Rektor. UNJ pun mengutip KPK bahwa tidak ada keterlibatan penyelenggara negara dalam kasus ini.
"Tidak ada unsur keterlibatan pejabat negara dalam kasus ini (tidak ada kasus korupsi)," bunyi keterangan tertulis UNJ dalam situs resmi kampus, Selasa (26/5).
Masih dalam pernyataan tertulis itu, UNJ meminta semua pihak menjunjung asas praduga tak bersalah.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.