ICW: Ada Gangguan Politik kepada Presiden untuk Ungkap Kasus Novel

17 Juli 2019 16:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Donal Fariz di kantor Indonesia Corruption Watch, Jakarta Selatan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Donal Fariz di kantor Indonesia Corruption Watch, Jakarta Selatan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Satgas bentukan Polri yang bertugas mengungkap kasus penyerangan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, tidak berhasil mengungkap pelaku. Indonesian Corruption Watch (ICW) lalu mengkritik pemerintah yang tak kunjung mengungkap kasus ini.
ADVERTISEMENT
Peneliti ICW Donal Fariz memaparkan sejumlah penyebabnya. Salah satunya, kata dia, diduga menyasar Presiden Jokowi, yang dipengaruhi gangguan politik.
"Saya melihat ada gangguan politik kepada Presiden untuk kasus Novel. Karena pengungkapan kasus Novel sudah berkelindan dengan kepentingan politik di sekeliling presiden. Sehingga presiden tidak leluasa ungkap kasus ini," kata Donal di kantor ICW di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (17/7).
"Bahkan untuk mengunjungi seorang Novel Baswedan pun presiden seolah berpikir dua kali. Ada kekuatan politik yang menghalangi mengungkap kasus Novel Baswedan ini," sambungnya.
Hasil dari investigasi satgas bentukan Polri menyimpulkan ada 6 kasus high profile yang menjadi penyebab penyerangan Novel. Sejumlah kasus itu merupakan kasus yang ditangani Novel selama di KPK.
ADVERTISEMENT
"Ya, menurut saya kalau memang konklusinya dikaitkan dengan dugaan penanganan kasus, menurut saya itu sangat logic karena memang berangkatnya orang yang tidak suka kepada Novel adalah orang yang kasusnya diganggu, akan terungkap," ucapnya.
"Maka penyerangan terhadap Novel adalah respons balik atas kasus yang ditangani kasus Novel Baswedan," lanjutnya.
Maka dari itu, kata Donal, sebenarnya Polri tinggal menemukan pelakunya saja. Sebab, kasus ini sudah berjalan sangat lama dan tak kunjung terungkap.
"Sudah 800 hari kasus tidak terungkap sementara kasus mutilasi di hutan di mana tidak ada CCTV kepolisian bisa bongkar itu. Kenapa kasus yang ada CCTV-nya kemudian kepolisian tidak bisa bongkar. Ini mempertanyakan dan jadi beban panjang kepolisian tidak bisa bongkar kasus ini," pungkasnya.
Penyidik KPK, Novel Baswedan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Berikut 8 poin hasil investigasi TPF Novel Baswedan:
1. Tim Pencari Fakta Novel Baswedan yang dibentuk kapolri dengan surat perintah tugas tanggal 8 Januari 2018 berdasarkan rekomendasi Komnas HAM telah selesaikan tugasnya.
TGPF terdiri dari Polri, KPK, dan sejumlah pakar telah menyampaikan hasilnya ke kapolri pada 9 Juli 2019
2. TGPF mendasari tugasnya dari laporan Polri, Kompolnas, ombudsman dan phak lainnya. TPF telah melakukan analisa dan pengembangan penyidikan Polri yang berangkat dari sikap ketidakpercayaan dengan alibi para saksi. TPF secara paralel mengumpulkan fakta dan analisa potensi motif yang melatarbelakangi penyiraman.
TPF tidak menemukan alat bukti yang mencukupi bahwa saksi-saksi tersebut terlibat dalam tindak pidana baik sendiri2 maupun bersama-sama terhadap Novel Baswedan di jalan Deposito, Pegangsaan 2, Kelapa Gading
ADVERTISEMENT
4. TPF telah melakukan olah tkp. pengujian ulang CCTV, termasuk hasil bantuan teknis AFP (Australian Police) dan analisa IT terhadap pola posisi para saksi. TPF cenderung pada fakta lain bahwa pada 5 April ada satu orang yang tidak dikenal yang datang ke rumah saudara Novel.
5. TPF melakukan evaluasi dan pendalaman terhadap zat kimia yang digunakan untuk siram wajah korban. dengan melakukan analisa dan pendalaman tambahan. didapat fakta2 bahwa zat kimia yang digunakan pada peristiwa itu adalah asam sulfat H2SO4 berkadar larut, tidakpekat.
Kronologi penyiraman air keras Novel Baswedan Foto: Bagus Permadi/kumparan
Sehingga tidak mengakibatkan luka berat permanen pada wajah korban dan baju gamis korban tidak mengalami kerusakan. dan penyiraman tersebut tidak sebabkan kematian.
TPF meyakini adanya probabilitas bahwa serangan pada korban bukan untuk membunuh tapi untuk membuat korban menderita. serangan bisa dilakukan untuk membalas sakit hati dan bisa dilakukan atas kemampuan sendiri atau menyuruh orang lain.
ADVERTISEMENT
6. TPS menemukan fakta ada probabilitas kasus yang ditangani korban yang mengakibatkan ada balas dendam akibat adanya dugaan kewenangan secara berlebihan. dari pola penyerangan dan saksi korban bahwa serangan itu tidak terkait masalah pribadi tapi lebih diyakini berhubungan dengan pekerjaan.
7. TPF rekomendasikan Polri untuk mendalami kedatangan satu orang yang tidak dikenal di Jalan Deposito pada 5 April 2017 dan dua orang tidak dikenal di dekat tempat wudhu Masjid Al Ihsan menjelang Subuh pada 10 April 2017 dengan bentuk tim teknis dengan kemampuan spesifik yang tidak dimiliki TPF
8. TPF merekomendasikan polri untuk mendalami probabilitas motif sekurang2nya 6 kasus high profile yang ditangani korban. dan TPF meyakini kasus2 tersebut berpotensi menimbulkan serangan balik karena ada dugaan penggunaan kewenangan secara berlebihan,
ADVERTISEMENT