Hakim PN Rangkasbitung yang Konsumsi Sabu Diberhentikan Tidak Hormat

19 Juli 2023 10:35 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang kode etik hakim DA di Mahkamah Agung, Jakarta. Foto: Komisi Yudisial
zoom-in-whitePerbesar
Sidang kode etik hakim DA di Mahkamah Agung, Jakarta. Foto: Komisi Yudisial
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Rangkasbitung berinisial DA dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat. Ia terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) karena mengkonsumsi sabu di ruang kerjanya.
ADVERTISEMENT
Sanksi itu dijatuhkan dalam Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang dipimpin Ketua Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta.
"Menyatakan hakim DA telah terbukti melanggar Angka 5 butir 5.1.1 dan Angka 7.1 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Ketua Komisi Yudisial (KY) Nomor 47/KMA/SKB/IV/2009-02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan menjatuhkan sanksi kepada DA dengan sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat," kata Amzulian membacakan putusannya, Selasa (18/7).
Keputusan tersebut diambil secara bulat karena majelis menganggap tidak ada hal yang dapat meringankan terlapor DA.
Dalam MKH, terlapor DA, yang didampingi perwakilan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), menghadirkan saksi meringankan yakni ibu terlapor, istri terlapor (yang juga seorang hakim) dan mantan atasan terlapor di PN Rangkasbitung (yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN).
ADVERTISEMENT
Hakim DA ditangkap BNN karena mengkonsumsi sabu bersama hakim YR dan pegawai PN Rangkasbitung RASS yang pernah diminta YR membeli narkotika dari Medan.
Sabu itu dikirim via jasa kurir paket yang ternyata sudah dipantau personel BNN. Ketiganya ditangkap BNN Serang pada 17 Mei 2022.
Pada 16 Mei 2022, ketiganya mengkonsumsi narkotika di rumah YR. Penangkapan DA menarik perhatian karena dilakukan di Gedung PN Rangkasbitung.
Sidang kode etik hakim DA di Mahkamah Agung, Jakarta. Foto: Komisi Yudisial
Dalam persidangan, YR telah dijatuhi hukuman pidana dua tahun. Terdapat fakta ketiganya telah mengkonsumsi sabu selama berbulan-bulan. Bahkan, perbuatan tersebut sering dilakukan di ruang kerja ketiganya di PN Rangkasbitung.
Selain itu, terungkap ruangan yang digunakan ketiganya merupakan Ruang Juru Sita yang sempat kosong. Tetapi diisi oleh ketiganya karena ruang hakim yang tersedia saat itu di PN Rangkasbitung penuh oleh hakim.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, DA pernah disanksi oleh Badan Pengawas (Bawas) MA berupa skorsing selama 2 tahun karena berselingkuh saat bertugas di PN Gianyar.
Kasus itu pernah diusut KY dan MA karena DA berhubungan dengan pegawai pengadilan inisial C, yang juga istri hakim berinisial P.
Kala itu, KY merekomendasikan DA untuk diberhentikan. Tetapi Bawas MA menjatuhkan sanksi 2 tahun. DA diberi sanksi dipindahkan dari PN Gianyar ke Pengadilan Tinggi (PT) Banda Aceh untuk pembinaan.
Sidang kode etik hakim DA di Mahkamah Agung, Jakarta. Foto: Komisi Yudisial
Setelah dua tahun menjalani masa skorsing, DA dipindah ke Bangka Belitung. Setelah itu, DA dimutasi ke PN Rangkasbitung mulai awal 2022.
Masih dalam sidang MKH, terungkap DA beberapa kali mendapat sanksi lain karena tidak menjalankan tugas sesuai SOP sebagai hakim.
ADVERTISEMENT
Hakim DA juga dianggap tidak kooperatif saat diperiksa oleh KY, baik dalam kasus perselingkuhan saat diperiksa di Kantor KY, ataupun saat diperiksa terkait kasus narkoba di BNN. Hal itu jadi alasan yang memberatkan DA.
“Kesalahan Saudara adalah tidak mau memberikan keterangan saat diperiksa oleh KY dalam kasus yang menjerat Saudara. Padahal, kesempatannya ada dan keterangan tersebut sangat berperan penting dalam menilai proses pemeriksaan kasus Saudara,” kaya Amzulian saat memeriksa DA dalam sidang MKH.
Majelis MKH dipimpin oleh Amzulian Rifai, bersama perwakilan Anggota KY, yakni M. Taufiq HZ, Binziad Kadafi, dan Mukti Fajar Nur Dewata. Sedangkan MA diwakili oleh Hakim Agung Soesilo, Suharto, dan Jupriyadi.