Habib Rizieq Minta Abu Janda dkk Diproses Hukum, Bagaimana Kasus Mereka Kini?

11 Juni 2021 10:12 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa Habib Rizieq Shihab (kiri) memasuki gedung Bareskrim Polri usai menjalani sidang tuntutan di Jakarta, Kamis (3/6).  Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa Habib Rizieq Shihab (kiri) memasuki gedung Bareskrim Polri usai menjalani sidang tuntutan di Jakarta, Kamis (3/6). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam sidang pledoi kasus data swab RS Ummi Bogor di Pengadilan Negeri Jakarta Timur 10 Juni lalu, eks imam besar FPI, Habib Rizieq, sempat bercerita bahwa dirinya pernah bertemu dengan sejumlah petinggi pemerintahan. Kala itu dirinya masih berada di Makkah, Arab Saudi.
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan yang terjadi medio 2018 dan 2019 tersebut, Rizieq mengaku sempat bertemu dengan Kapolri saat itu, yakni Jenderal Tito Karnavian. Kepada Tito, Rizieq mengajukan beberapa syarat.
Salah satunya adalah menghentikan penodaan agama. Menurutnya, siapa pun yang menista atau menodai agama apa pun harus diproses hukum sesuai Amanat UU Anti Penodaan Agama yang tertuang dalam Perpres Nomor 1 Tahun 1965 dan KUHP Pasal 156a.
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pernah merasakan bui akibat kasus penodaan agama. Atas dasar itu, Rizieq meminta pelaku penodaan agama lainnya seperti Abu Janda, Ade Armando, dan semua gerombolan yang menistai agama harus diproses hukum.
"Belum lagi cuitan-cuitan hinaan dan fitnah lainnya yang dipropagandakan oleh para BuzzeRp seperti Abu Janda, Ade Armando, Eko Kuntadi, Guntur Romli, dan lainnya, serta akun-akun jahat kaki tangan oligarki anti-Tuhan seperti akun @digembook dan lainnya. Kesemuanya ini semakin meyakinkan bahwa memang di sana ada operasi intelijen hitam berskala besar untuk menarget saya dan keluarga serta kawan-kawan," ucap Rizieq saat membacakan pledoinya.
ADVERTISEMENT
"Semoga Allah SWT menghancurkan mereka semua sehancur-hancurnya, dan menyelamatkan bangsa dan negara Indonesia dari rongrongan mereka yang selalu mengadu domba anak bangsa," ucap Rizieq.
Berikut 3 syarat dari Rizieq kepada Tito Karnavian saat itu:
1. Setop Penodaan Agama
"Artinya siapa pun yang menista/menodai agama apa pun harus diproses hukum sesuai Amanat UU Anti Penodaan Agama yang tertuang dalam Perpres No 1 Tahun 1965 dan KUHP Pasal 156a. Sebagaimana Ahok Si Penista A-Qur’an diproses, maka selain Ahok seperti Abu Janda, Ade Armando, Denny Siregar, dan semua gerombolan mereka yang sering menodai Agama dan menista Ulama juga harus diproses hukum, sesuai dengan Prinsip Equality Before The Law sebagaimana diamanatkan UUD 1945," papar Habib Rizieq.
ADVERTISEMENT
2. Setop Kebangkitan PKI
"Artinya sesuai Amanat TAP MPRS RI No XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran dan Pelarangan PKI sekaligus Pelarangan Penggunaan Atribut PKI dan Pelarangan Penyebaran Paham Komunisme dan Marxisme serta Leninisme, yang Sanksi Hukum Pidananya sudah tertuang dalam UU No 27 Tahun 1999 ttg Perubahan KUHP yang berkaitan dengan kejahatan terhadap Keamanan Negara yaitu : KUHP Pasal 107 huruf a, c, d dan e, yang kesemuanya khusus terkait kejahatan penyebaran paham Komunisme dan Marxisme serta Leninisme," kata Habib Rizieq.
3. Setop Penjualan Aset Negara ke Asing mau pun Aseng
"Artinya semua Aset dan Kekayaan Negara sebesar-besarnya digunakan untuk kesejahteraan Rakyat dan Bangsa Indonesia, lalu khusus Pribumi Indonesia perlu diberi kesempatan bersaing yang sehat dengan Asing mau pun Aseng agar bisa jadi tuan di negeri sendiri dengan tanpa bermaksud diskriminasi," sambung Habib Rizieq.
ADVERTISEMENT

Kasus Penodaan Agama Abu Janda. Bagaimana Kelanjutannya?

Abu Janda mengenakan seragam Banser. Foto: Instagram/@permadiaktivis2
Bicara mengenai kasus penodaan agama yang dilakukan Abu Janda, tentu kita seperti diminta untuk mengingat lagi tentang awal mula pria tersebut terjerat perkara hukum. Pria bernama asli Permadi Arya ini bukan sekali berurusan dengan aparat kepolisian.
Tahun 2018, ia dilaporkan ke polisi karena menghina bendera Tauhid. Setahun berselang, ia kembali dilaporkan karena melakukan pencemaran nama baik melalui media elektronik dan fitnah.
Di tahun yang sama, tepatnya Desember 2019, ia kembali dilaporkan karena menghina Islam lewat akun sosial medianya. Saat itu ia menyebut teroris mempunyai agama, yakni Islam. Tahun 2020, ia lagi-lagi dilaporkan ke polisi oleh Sultan Pontianak karena menghina Sultan Hamid II.
Abu Janda saat mengahadiri acara Blusukan Jokowi di Medan. Foto: Rahmat Utomo/kumparan
Lalu pada bulan Januari 2021, Abu Janda dilaporkan ke Bareskrim Polri karena melontarkan kalimat bernada rasisme kepada Natalius Pigai. Di saat yang bersamaan, ia juga dilaporkan karena cuitannya di Twitter yang menyebut Islam sebagai agama pendatang dan arogan.
ADVERTISEMENT
Dari sekian banyak kasus Abu Janda yang dilaporkan ke polisi, tak ada yang tahu bagaimana progres penanganannya. Untuk kasus rasisme Natalius Pigai, DPP KNPI sebagai pelapor pun memilih untuk melanjutkan laporannya ke polisi kendati Abu Janda dan Natalius sudah melakukan pertemuan.
“Jadi gini, bahwa laporan terhadap Abu Janda masalah Pigai bukan mewakili Pigai. Tapikan Pigai selalu berteriak bahwa menghina dia sama dengan menghina orang-orang Papua beberapa kali. Mengibaratkan dirinya centralnya Papua,” ujar Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Haris Kamerad kepada kumparan.
Haria berharap Bareskrim mengusut tuntas laporan terhadap Abu Janda.
“Kami selaku pelapor berharap agar selanjutnya penyidik dapat bekerja secara profesional dan segera menetapkan status AJ menjadi tersangka,” ujar Haris.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono mengatakan, sejauh ini kasus pelaporan terhadap Abu Janda masih didalami penyidik.
“Masih berjalan,” kata Rusdi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (24/3).
“Proses penyelidikan masih ditangani Bareskrim,” sambung Rusdi.
Infografik 6 Kali Abu Janda Dilaporkan ke Polisi. Foto: kumparan

Ade Armando

Ade Armando laporkan balik Fahira Idris di Polda Metro Jaya, Jakart, Jumat (8/11/2019). Foto: Raga Imam/kumparan
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Ade Armando, juga kerap berurusan dengan pihak kepolisian. Kicauan pakar komunikasi itu di media sosial tak jarang menuai kontroversi hingga berujung laporan, mondar-mandir bersaksi dan diperiksa polisi.
Beberapa kali ia disentil Rizieq karena berkali-kali melakukan tindakan penodaan agama, namun tak kunjung diproses kepolisian.
Pada 2015, Ade terjerat kasus UU ITE. Ade mengunggah cuitan di Facebook pribadinya yang berbunyi:
Allah kan bukan orang Arab. Tentu Allah senang kalau ayat-ayat-Nya dibaca dengan gaya Minang, Ambon, China, Hip-hop, Blues.
ADVERTISEMENT
Cuitan ini lalu dilaporkan oleh seorang pria bernama Johan Khan pada 2016. Johan mendesak Ade untuk meminta maaf atas pernyataannya, namun ditolak. Johan lalu mendatangi Polda Metro Jaya untuk melaporkan Ade atas pasal UU ITE dan penistaan agama. Belakangan, Ade sudah mengklarifikasi maksud kicauannya itu.
Ade akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Namun pada 2017, polisi menghentikan kasus Ade karena menyatakan kasusnya tidak termasuk tindak pidana berdasarkan keterangan saksi ahli. Akan tetapi, status SP3 untuk Ade batal di praperadilan. Sehingga, polisi wajib mengusut kasus ini.
Perwakilan BPJS Watch, Timbul Siregar (kiri) dan Ade Armando (kanan) di Bareskrim Polri, Jakarta Pusat (2/1). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Tahun 2017 Ade juga pernah mengunggah gambar di Facebook yang menampilkan hasil editan foto pimpinan FPI, Habib Rizieq Shihab, dan sejumlah tokoh agama sedang bergandengan sambil mengenakan atribut topi natal. Dalam foto itu, terdapat tulisan “Hadiri Parade Natal 212” beserta keterangan lokasi di Bundaran HI dan Monas.
ADVERTISEMENT
Postingan itu dilaporkan oleh seorang perempuan bernama Ratih Puspa Nusanti ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Ade dianggap menghina Rizieq dan FPI. Atas perbuatannya, Ade diduga melanggar Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 156 KUHP tentang SARA sebagaimana dalam UU ITE. Belum diketahui kelanjutan hukum kasus ini.
Pada 10 April 2018, Ketua Umum FPI saat itu, Sobri Lubis, melaporkan Ade atas kicauan “Polisi harus menunjukkan pada publik bahwa FPI bukan anjing binaan mereka seperti digambarkan Wikileaks dengan bersikap tegas pada FPI.”
Dalam laporannya, Ade diduga melanggar Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE juncto Pasal 45 ayat (2). Laporan ini diterima dengan nomor laporan LP/484/IV/2018/Bareskrim. Belum diketahui kelanjutan kasusnya saat ini.
ADVERTISEMENT
Tak sampai di situ, Ade kembali dilaporkan ke polisi atas dugaan penodaan agama pada 2018. Yakni soal unggahan Ade bertuliskan, "Azan tidak suci. Azan itu cuma panggilan untuk sholat. Sering tidak merdu. Jadi, biasa-biasa sajalah." Ade sudah mengklarifikasi pernyataannya. Status Ade saat itu juga masih terlapor.
Awal tahun 2020, FPI melaporkan Ade ke Bareskrim Polri terkait pernyataannya dalam sebuah acara televisi yang dituding menyebarkan ujaran kebencian. Namun, laporan itu ditolak Bareskrim.

Denny Siregar

Denny Siregar. Foto: Instagram/@dennysirregar
Pegiat Media sosial, Denny Siregar, merupakan satu dari sekian banyak orang yang disebut Rizieq sebagai pelaku penodaan agama. Seperti halnya Abu Janda dan Ade Armando, Denny Siregar juga sering berurusan dengan polisi.
Tahun 2019, Partai Aceh, dan sejumlah ulama Aceh melaporkan Denny ke Bareskrim Polri. Denny diduga menyampaikan ujaran kebencian lewat video di media sosial terkait rancangan perda (qanun) soal poligami di Aceh. Denny menggungah video yang berisi komentar soal rencana DPR Aceh merancang aturan atau qanun soal poligami. Tapi, para ulama dan Partai Aceh menilai komentar Denny lebih banyak berisi ujaran kebencian. Belum jelas progres kasusnya di kepolisian saat ini.
ADVERTISEMENT
Setahun berselang tepatnya pada 2020, Forum Mujahid Tasikmalaya melaporkan pegiat media sosial Denny Siregar ke Polresta Tasikmalaya, Jawa Barat. Forum Mujahid ini terdiri dari berbagai ormas, dan juga pimpinan pondok pesantren se-Tasikmalaya.
Forum Mujahid Tasik laporkan Denny Siregar. Foto: Dok. Istimewa
Postingan Denny Siregar yang membuatnya dilaporkan ke Polresta Tasikmalaya. Foto: Dok. Istimewa
Denny Siregar dilaporkan karena telah menghina dan mencemarkan nama baik pesantren. Musababnya Denny Siregar di akun Facebooknya pada 27 Juni pernah mengunggah foto dan sebuah tulisan yang dengan judul 'ADEK2KU CALON TERORIS YG ABANG SAYANG'. Foto itu ternyata adalah potret santri Ponpes Tahfidz. Belakangan, postingan itu sudah tidak ada.
Koordinator Aksi Forum Mujahid Tasikmalaya, Nanang Nurjamil berharap pihak kepolisian dapat mengusut tuntas kasus ini. Karena, menurut dia, Denny sudah 8 kali dilaporkan ke Mabes Polri namun tak kunjung tersentuh oleh hukum.
ADVERTISEMENT
“Maka dari itu, kami harap apa yang telah dilakukan terduga pelapor dapat dihukum yang setimpal. Santri, pihak pesantren dan pengajar pesantren sungguh terluka dengan postingan dia,” ujarnya, 2 Juli 2020.
Sempat beredar kritikan terhadap Polri karena progres penanganan kasus yang dilakukan Denny Siregar berjalan lambat. Publik membandingkannya dengan kasus ujaran kebencian Ustaz Maaher.
Menanggapi hal tersebut, Karo Penmas Divisi Humas Polri saat itu, Brigjen Awi Setiyono menjelaskan beda proses penanganan kedua kasus ini. Menurut dia, kedua kasus tersebut memiliki penanganan yang berbeda. Sehingga antara kasus yang satu dengan kasus yang lain rentang waktu prosesnya juga berbeda.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono memberikan keterangan kepada wartawan terkait gelar perkara kasus kebakaran gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (1/10). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
"Perlu saya sampaikan case per case tidak sama. Jangan dilihat dari covernya saja. Mungkin pasal boleh sama, tapi dalam penanganan kasus kita semua dari proses penyelidikan ke penyidikan itu berproses," kata Awi dalam keterangannya, Jumat (4/12).
ADVERTISEMENT
Awi juga menyebut pihaknya telah berkoordinasi dengan Polda Jabar terkait kelanjutan kasus Denny Siregar. Perkembangan kasus Denny Siregar, kata dia, terkendala dengan barang bukti yang belum terpenuhi.
"Memang di sana sudah saya tanyakan pada Dirkrimsus Polda Jabar, ada kendala permasalahan. Misalnya terkait dengan saksi dengan capture yang ada, dengan saksi yang di dalam itu ternyata sampai sekarang belum terpenuhi. Orang-orang yang ada di dalam gambar itu sampai sekarang masih dicari," jelasnya.