Feri Amsari: Kenapa KPU Enggan Audit Forensik IT Sirekap?

24 Februari 2024 16:49 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi Jaga Pemilu terkait dugaan kecurangan di Pemilu 2024, Sabtu (24/2/2024). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi Jaga Pemilu terkait dugaan kecurangan di Pemilu 2024, Sabtu (24/2/2024). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, heran KPU tak melakukan audit forensik terhadap aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Padahal, masih banyak ditemukan masalah dalam Sirekap, mulai dari salah input hingga perhitungannya dihentikan.
ADVERTISEMENT
Feri pun menaruh kecurigaan atas hal ini. Menurut Feri, ada indikasi penggelembungan suara lewat otak-atik Sirekap.
"Banyak orang pertanyakan sistem Sirekap, karena logikanya maksimal TPS 300 surat suara, janggal kalau KPU biarkan sistem terima lebih 300, misal 600-700. Harusnya sistem tolak. Tapi kami yakin dengan pola penggelembungan merata, diyakini ada kesengajaan," kata Feri yang hadir virtual dalam konferensi pers 'Jaga Pemilu, Jaga Suara 2024, Kecurangan Pemilu dan Omong-Omong Media' di Gedung Permata Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (24/2).
"Kalau dirangkai dengan kenapa KPU enggan audit forensik IT, dugaan kami ada upaya penggelembungan suara itu," imbuh dia.
Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, dalam program Info A1 kumparan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Feri mengatakan, pihaknya pun menemukan indikasi penggelembungan suara sudah terjadi di 16 provinsi. Meski ia tak merinci seperti apa dan wilayah mana saja hal ini terjadi.
ADVERTISEMENT
"Ada perkembangan temuan kami soal penggelembungan suara, temuan kami kalau digambar peta terjadi di 16 provinsi, di 83 kab/kota. Cukup rata," kata dia.
"Data saat ini cukup untuk mengatakan kecurangan terjadi di seluruh lini tahapan pemilu hingga Sirekap. Apalagi data kami, kami bisa kumpulkan 16 provinsi. Kita cuma masyarakat sipil, telusuri manual. Setiap TPS data lebih dari 300 kita data penggelembungan suara," tambah dia.
Feri juga meyakini, ada rencana otak-atik penghitungan suara berjenjang untuk memenangkan parpol tertentu di pileg.
"Penghitungan manual berjenjang akan dihentikan juga. Keberhasilan Pak Jokowi dari tempatkan Gibran dan kemenangan 1 putaran. Satu lagi keberhasilan yang belum dilakukan yaitu PSI masuk parlemen. Apa pemberhentian akan berujung pada masuknya PSI ke parlemen?" katanya.
ADVERTISEMENT
"Logika matematika sulit PSI masuk parlemen karena butuh 1,5 persen. Kecurigaan dimaklumi ketika suara parpol tak masuk parlemen berkurang hingga 1.000-an. Ujung-ujungnya [nanti] disampaikan KPU karena salah Sirekap, manual, yang benar PSI di atas 4 persen. Ini dibaca ke sana," ujar Feri.
Di satu sisi, Feri juga memandang ada upaya pihak tertentu untuk membungkam pembahasan dugaan kecurangan ini. Termasuk lewat temu dan diskusi film Dirty Vote.
"[Nobar] Dirty Vote di UIN Sunan Gunung Jati semacam diberi ancaman, ruang kami [lampunya] dimatikan oknum aparat tertentu sehingga gelap gulita. Persekusi itu nyata, terjadi tadi malam," ujarnya.
"Sepanjang acara lampu mati, mahasiswa enggan keluar dan tidak ingin dibatalkan. Jadi kami diskusi gelap gulita. Diskusi gelap-gelapan itu ingat masa-masa [tahun] 98," tandas dia.
ADVERTISEMENT
Secara terpisah, Anggota KPU Betty Epsilon Idroos menyebut Sirekap sudah dilakukan proses audit sesuai peraturan yang berlaku.
Betty menegaskan Sirekap KPU telah dilakukan audit sesuai dengan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). Dalam Perpres 95/2018 disebutkan audit sistem teknologi informasi dan komunikasi dilakukan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Kepala BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), dan Kepala BSSN (Badan Siber dan Sandi Nasional).