Denny Indrayana Pertanyakan Belum Ada Keputusan DPR soal Perppu Ciptaker

24 Februari 2023 13:01 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Rapat Paripurna DPR RI. Foto: Zamachsyari/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Rapat Paripurna DPR RI. Foto: Zamachsyari/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perppu Cipta Kerja alias Ciptaker masih menuai sorotan. DPR yang belum mengambil keputusan terkait Perppu Ciptaker itu membuat unsur kegentingan dalam pembuatan regulasi tersebut menjadi dipertanyakan.
ADVERTISEMENT
Perppu yang dimaksud ialah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker). Senior Partner INTEGRITY Law Firm Denny Indrayana menjelaskan bahwa ketentuan mengenai Perppu diatur dalam Pasal 22 UUD 1945. Pada intinya menegaskan 4 hal, yaitu:
1. Subjek (who): Yang dapat menerbitkan Perppu adalah Presiden (Pasal 22 ayat (1)).
2. Kapan (when): Perppu dapat diterbitkan jika ada 'kegentingan yang memaksa' (Pasal 22 ayat (1)).
3. Kontrol (checks and balances), selanjutnya bagaimana (what next): Perppu itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut (Pasal 22 ayat (2)).
4. Jika ditolak (if rejected): Jika tidak mendapat persetujuan DPR, maka Perppu itu harus dicabut (Pasal 22 ayat (3)).
ADVERTISEMENT
"Dalam hal Perppu Ciptaker, meskipun misalnya Presiden anggaplah memenuhi syarat 'kegentingan yang memaksa', padahal tidak (quod non), maka Perppu Ciptaker berdasarkan konstitusi HARUS dicabut karena tidak mendapatkan persetujuan DPR pada masa sidang berikut setelah Perppu tersebut diterbitkan," kata Denny Indrayana dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat (24/2).
Perppu Ciptaker diterbitkan pada 30 Desember 2022. Denny menyebut bahwa bahwa masa sidang DPR berikutnya setelah penerbitan Perppu Ciptaker adalah 10 Januari 2023 s.d. 16 Februari 2023.
"Adalah fakta pula, bahwa hingga masa sidang tersebut berakhir di tanggal 16 Februari, tidak ada keputusan DPR yang menyetujui Perppu Ciptaker," ujar Denny Indrayana.
Denny Indrayana, pengacara Prabowo-Sandi. Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan
Menurut mantan Wamenkumham itu, alasan bahwa Perppu Ciptaker masih berlaku dan baru akan mendapatkan persetujuan pada sidang DPR berikutnya lagi, adalah alasan yang melanggar hukum, dan karenanya tidak dapat dibenarkan. Ia merujuk penjelasan Pasal 52 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Nomor 12 Tahun 2022 (UU PPP), yang mengatur bahwa:
ADVERTISEMENT
Yang dimaksud dengan “persidangan yang berikut” adalah masa sidang pertama DPR setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditetapkan”.
Denny menyatakan bahwa frasa 'masa sidang pertama' itu membantah argumentasi asal-asalan, bahwa Perppu Ciptaker masih bisa disetujui dalam masa sidang berikutnya lagi. "Yang artinya sudah bukan lagi masa sidang pertama setelah Perppu Ciptaker ditetapkan Presiden Jokowi," kata Denny.
Ia menambahkan bahwa argumentasi yang mengatakan, Perppu Ciptaker sudah mendapatkan persetujuan DPR karena telah disetujui pada rapat Baleg di 15 Februari 2023, adalah argumentasi yang keliru dan harus ditolak.
"Semua kita paham, bahwa Perppu, sebagaimana undang-undang, persetujuan DPR-nya harus dilakukan secara resmi dalam rapat paripurna DPR," ujarnya.
Persetujuan atau penolakan DPR itu harus dalam forum rapat paripurna, juga ditegaskan dalam Pasal 52 ayat (4) dan (5) UU PPP. Bunyinya ialah:
ADVERTISEMENT
(4) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang.
(5) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tidak mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku.
Denny menyebut logika hukum bahwa Perppu harus disetujui dalam rapat paripurna DPR juga sejalan dengan mekanisme persetujuan semua Rancangan UU. Karena pengajuan Perppu ke DPR adalah dalam bentuk RUU, maka persetujuan DPR-nya pun dinilai harus dalam forum rapat paripurna, bukan forum DPR yang lain.
"Termasuk bukan dalam rapat Baleg, sebagaimana yang diklaim telah dilakukan oleh DPR," ucap Denny.
Selain itu, dengan belum adanya keputusan yang diambil DPR, unsur kegentingan dalam penerbitan Perppu Ciptaker itu pun menjadi dipertanyakan.
ADVERTISEMENT
"Kalaupun penundaan persetujuan DPR RI itu dianggap benar sekalipun, padahal tetap salah (quod non), penundaan demikian semakin menegaskan bahwa tidak ada kegentingan yang memaksa sebagai syarat konstitusional penerbitan Perppu Ciptaker. Bukti konkretnya, DPR saja tidak segera menyetujuinya menjadi undang-undang," papar Denny.
Menurut dia, sesuai ketentuan bahwa Perppu tidak mendapat persetujuan dalam persidangan 16 Februari, maka harus dicabut.
"Hal demikian karena, berbeda dengan RUU biasa, yang bisa ditunda pembahasannya, ataupun disetujui dalam rapat paripurna pada masa-masa selanjutnya; pembahasan RUU tentang perppu tidak dapat ditunda ke rapat paripurna berikutnya. Karena, persetujuan DPR harus diberikan pada masa sidang pertama setelah Perppu ditetapkan. Yang dalam hal Perppu Ciptaker, paling lambat adalah pada rapat paripurna DPR di tanggal 16 Februari 2023. Bukan rapat paripurna DPR yang lain setelahnya," kata Denny.
ADVERTISEMENT
"Semestinya di rapat paripurna DPR 16 Februari 2023 tersebut, harus ada keputusan menyetujui atau menolak Perppu Ciptaker," imbuhnya.
Baleg DPR dan pemerintah setujui Perppu Cipta Kerja dibawa ke rapat paripurna. Foto: Dok. Istimewa
Denny mengatakan bahwa dengan tidak ada keputusan persetujuan ataupun penolakan DPR itu bukan berarti Perppu Ciptaker masih berlaku. Sebab, tetap saja tidak memenuhi syarat harus disetujui dalam masa sidang DPR yang berakhir di 16 Februari 2023.
"Sehingga kegagalan persetujuan DPR itu membawa konsekuensi legal, bahwa Perppu Ciptaker harus dicabut (Pasal 22 ayat (3) UUD 1945)," kata Guru Besar Hukum Tata Negara itu.
Dia membenarkan bahwa UUD 1945 dan UU PPP memang tidak mengatur bagaimana jika hingga akhir masa sidang setelah Perppu ditetapkan, belum ada keputusan dari DPR atas suatu Perppu. Namun, itu bukan berarti Perppu itu tetap berlaku. Sebaliknya, Perppu justru menjadi tidak berlaku secara hukum.
ADVERTISEMENT
Ia menyebut bahwa syarat berlakunya Perppu menjadi undang-undang sebenarnya ada dua, yaitu:
1. RUU Perppu tersebut disetujui DPR menjadi undang-undang dalam rapat paripurna; dan
2. Persetujuan itu diberikan pada masa sidang pertama DPR setelah Perppu ditetapkan presiden.
"Bahwasanya DPR tidak mengeluarkan keputusan atas Perppu Ciptaker dalam akhir masa sidang di 16 Februari kemarin menunjukkan kegentingan yang diargumenkan Presiden Jokowi 'diam-diam' tidak disepakati oleh DPR, khususnya oleh partai koalisi di DPR," sebut Denny.
Ia menilai bahwa adanya penolakan DPR secara 'diam-diam' itu maka konsekuensinya Perppu Ciptaker harus dicabut.
"Normalnya, pencabutan sendiri dilakukan melalui RUU Pencabutan Perppu Ciptaker yang diajukan oleh Presiden atau DPR (Pasal 52 ayat (6) UU PPP) dan disahkan menjadi UU paling lambat di rapat paripurna DPR pada 16 Februari 2023 lalu (Pasal 52 ayat (8) UU PPP)," papar Denny.
ADVERTISEMENT
"Karena tidak adanya UU yang mencabut Perppu Ciptaker, disebabkan Presiden (maupun DPR) tidak mengajukan RUU pencabutannya, bukan berarti Perppu Ciptaker masih berlaku. Namun itu hanya berarti satu hal: Presiden Jokowi lagi-lagi abai melaksanakan UUD 1945, undang-undang, dan peraturan selurus-lurusnya sesuai lafadz sumpah jabatannya. Alias, Presiden Jokowi lagi-lagi dengan ringan hati menabrak konstitusi. Praktik penabrakan konstitusi, yang dengan ringan hati terus dilakukan oleh Presiden Jokowi itulah, yang sangat merisaukan saya," pungkasnya.
Pada 15 Februari 2023, DPR menyetujui Perppu Cipta Kerja dibahas menjadi UU. Perppu tersebut diterbitkan untuk menjawab keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam mengisi kekosongan hukum pada UU Cipta Kerja.
Wakil Ketua Baleg, M. Nurdin, mengungkapkan ada 7 fraksi yang menyetujui Perppu Cipta Kerja dilanjutkan pembahasannya yaitu PDIP, Gerindra, Golkar, NasDem, PKB, PAN, dan PPP. Sementara, dua fraksi lainnya yang menolak yaitu PKS dan Demokrat.
ADVERTISEMENT
"Setelah mendengarkan tanggapan masing-masing fraksi, di mana kita ketahui ada tujuh fraksi yang menyetujui dan dua menolak, kemudian dari DPD RI dan pemerintah. Kami bertanya, apakah hasil pembahasan terhadap RUU tentang penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang dapat disetujui untuk dilanjutkan ke pembicaraan tingkat II?" tanya Nurdin yang dijawab setuju oleh peserta rapat, Rabu (15/2).
Baleg DPR sudah memulai rapat bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, untuk membahas Perppu Cipta Kerja di Gedung DPR, Senayan, Selasa (14/2). Rapat tersebut dilakukan sampai malam hari.
Airlangga membantah pembahasan Perppu Cipta Kerja menjadi UU tersebut yang terkesan buru-buru.