Dari Cianjur hingga Malaysia, Kaligrafi Santri Ponpes Ini Mendunia

23 Maret 2024 13:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kaligrafi di Ponpes Salafy 12 Fan Hibbatussadiyyah di Kampung Tegal Dekeut RT 03/08, Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kaligrafi di Ponpes Salafy 12 Fan Hibbatussadiyyah di Kampung Tegal Dekeut RT 03/08, Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, tidak hanya dikenal dengan komoditas padi Pandan Wangi, tetapi juga dikenal dengan sebutan Tatar Santri.
ADVERTISEMENT
Sebutan Tatar Santri itu tidak bisa dilepaskan dari keberadaan dan pertumbuhan pondok pesantren (Ponpes) yang tersebar luas di seluruh wilayah Cianjur.
Berdasarkan data Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Kabupaten Cianjur, tercatat ada sebanyak 1.600 Ponpes yang berdiri dan aktif mencetak santri-santri.
Tidak hanya dicetak untuk menjadi ahli agama, tapi para santri yang menimba ilmu agama di sejumlah Ponpes itu juga dibekali berbagai keterampilan dan bidang keilmuan lainnya, seperti teknologi, sains, seni, olahraga, dan pengetahuan serta keilmuan lainnya.
Satu di antara Ponpes yang tidak hanya membekali para santrinya dengan berbagai bidang keilmuan agama, yakni Ponpes Salaf 12 Fan Hibbatussadiyyah di Kampung Tegal Dekeut RT 03/08, Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur.
Ponpes yang berdiri sejak 2009 ini, mewajibkan para santrinya belajar dasar-dasar tahsinul khat atau kaligrafi arab yang menjadikan program tersebut sebagai unggulan di ponpes itu.
Kaligrafi di Ponpes Salafy 12 Fan Hibbatussadiyyah di Kampung Tegal Dekeut RT 03/08, Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur. Foto: kumparan
Tidak tanggung-tanggung, hasil karya seni kaligrafi Arab yang dihasilkan para santri itu sudah memiliki pasar tetap dari luar negeri, seperti Malaysia dan Arab Saudi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Ponpes yang di pimpin Kiai Cepi Hibbatullah atau lebih sering dikenal Kiai Hibat itu berhasil mengukir prestasi dengan meraih juara pertama Ponpes Kaligrafi terfavorit tingkat Jawa Barat pada 2023 lalu.
"Salah satu keunggulan Ponpes 12 Fan Hibbatussa'diyyah yaitu pendalaman tahsinul khat atau kaligrafi," kata Kiai Cepi, saat ditemui di Ponpesnya.
Kiai Cepi menyebutkan, Tahsinul khat atau kaligrafi Arab tidak dapat dipisahkan dari keilmuan 12 Fan, yaitu Sorf, Bayan Maani, Nahwu, Qofiyyah, Syiir, Arudl, Isytiqoq, Munadzoroh, Khot, Insya dan Lugoh.
"Jadi bukan kaligrafi di sini bukan alternatif yang harus diikuti para santri. Tetapi kaligrafi merupakan ilmu solutif yang harus dilalui para pencari ilmu agama islam. Secara umum para santri di sini belajar tentang kaligrafi," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Kiai Cepi menjelaskan, bagi santri yang hendak memperdalam keilmuan tahsinul khat diharuskan untuk mengikuti pembelajaran selama 40 hari.
Kiai Cepi yang sempat belajar atau ijazah kaligrafi di Ponpes Attanwir, Nagrak pada tahun 1992 dan di Ponpes Al Akhyar, Sukaluyu pada tahun 1995 lalu tersebut pun mahir melukis realis.
"Kalau melukis realis saya belajar otodidak, dan sering diskusi dengan pelukis lainya. Kemarin kita dapat juara kaligrafi tingkat Jawa Barat karena pembina sekaligus pimpinan atau kiai nya bisa membuat kaligrafi," tuturnya.
Kaligrafi di Ponpes Salafy 12 Fan Hibbatussadiyyah di Kampung Tegal Dekeut RT 03/08, Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur. Foto: kumparan
Ponpes 12 Fan Hibbatussa'diyyah sejak pertama kali didirikan hingga saat ini telah ada sekitar seribuan santri yang mengikuti ijazah kaligrafi. Hingga menjadikan keilmuan tersebut sebagai mata pencaharian.
"Sudah ada seribuan santri saya mengikuti ijazah kaligrafi. Alhamdulillah sudah ada yang menjadikanya sebagai pekerjaan. Kalau di Pesantren kita tidak tiap hari membuat kaligrafi, dibuat ketika ada yang pesan saja," kata dia.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya juara pertama ditingkat Jawa Barat, kaligrafi karya dari Ponpes tersebut pun pernah dibeli oleh Mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Cawapres 2024 Muhaimin Iskandar, dan petinggi NU.
Menurutnya, santri-santri di Cianjur apabila dikembangkan berpotensi menjadi peradaban kaligrafi di dunia. Sebab guru-guru kaligrafi seluruhnya berada di Cianjur.
"Tapi karena teman-teman saya tidak mengembangkan keilmuannya karena faktor berbagi alasan sehingga kaligrafinya tak berkembang, dan kurangnya apresiasi terhadap karya kaligrafi. Selain itu dukungan dari pemerintah juga tidak terasa," ucapnya.