China Dinilai Rugikan Diri Sendiri Jika Blokade dan Invasi Taiwan

6 Agustus 2022 12:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kolase foto: Bendera China dan Taiwan. Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Kolase foto: Bendera China dan Taiwan. Foto: AFP
ADVERTISEMENT
Pakar militer menilik risiko kecil dalam blokade lanjutan maupun ancaman invasi meskipun China menggelar latihan militer terbesar untuk memblokade wilayah Taiwan sejak Kamis (4/8).
ADVERTISEMENT
Mereka meragukan keberlanjutan blokade itu. Salah satu ahli tersebut adalah peneliti di Institute of National Defense and Security Research, Su Tzu-yun.
Su menerangkan, China dapat memblokade ekonomi Taiwan dengan tindakan militer. Tetapi, keputusan semacam itu akan memblokir pula akses ke rute udara dan lautnya sendiri, serta rute negara lain.
Per tahun, 1,7 juta pesawat komersial mengakses Wilayah Informasi Penerbangan (FIR) Taiwan. Selat Taiwan juga merupakan jalur penting menuju Laut China Selatan.
Pengiriman barang senilai USD 5,3 triliun (Rp 79 kuardiliun) melintasinya setiap tahun. Jalur laut lantas menjadi jalur kehidupan ke China, Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan.
"Karena China memiliki 60 persen nilai perdagangannya melalui laut, blokade di Selat Taiwan akan mempengaruhi China dan dunia," terang Su dalam panel yang diselenggarakan oleh Institute for National Policy Research di Taipei, dikutip dari Taipei Times, Sabtu (6/8).
ADVERTISEMENT
"Membuatnya menjadi praktik jangka panjang akan sulit," lanjut dia.
Ketua DPR AS Nancy Pelosi menghadiri pertemuan dengan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen di kantor kepresidenan di Taipei, Taiwan, Rabu (3/8/2022). Foto: Kantor Kepresidenan Taiwan/Handout via Reuters
Taiwan tengah menghadapi tangangan keamanan akibat menerima kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat (AS), Nancy Pelosi. Beijing menganggap perjalanan Pelosi melanggar prinsip 'Satu China' yang tertuang dalam dalam Tiga Komunike Bersama AS-China.
Menanggapi ancaman terhadap kedaulatannya, Tentara Pembebasan Rakyat (TPR) meluncurkan latihan militer pada 4-7 Agustus.
Aktivitas itu berlangsung di enam zona sekitar Taiwan. Sebagian kegiatan militer memblokade wilayah laut dan udara pulau tersebut. Para pakar militer memprediksi, China akan mengerahkan lebih banyak kapal dan pesawat militer melintasi garis tengah.
Pasukan itu akan beroperasi dekat dengan batas wilayah dan perairan teritorial Taiwan. Alhasil, Taiwan akan memiliki sedikit ruang gerak untuk menerapkan strategi 'pertahanan dalam'.
ADVERTISEMENT
Direktur Institut Studi Urusan Militer China di National Defense University, Ma Chen-kun, mengungkap pengamatan tersebut.
Ma mengatakan, Taiwan perlu mengembangkan kemampuan perang asimetris. Pasukan pertahanannya juga harus mempertahankan skala kekuatan tempur tertentu.
Pasukan Roket di bawah Komando Teater Timur Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) melakukan uji coba rudal konvensional ke perairan lepas pantai timur Taiwan, dari lokasi yang dirahasiakan dalam selebaran ini yang dirilis pada 4 Agustus 2022. Foto: Komando Teater Timur/Handout via REUTERS
Ma menambahkan, China memilih zona latihan spesifik untuk menguji kemampuan militer berbeda. Artinya, TPR dapat mengadopsi rencana tersebut bila memutuskan untuk menyerang Taiwan.
Namun, para analis meyakini, perang antara kedua negara tidak akan menghasilkan pemenang. Konflik terbuka tidak hanya mengancam ekonomi Taiwan, tetapi juga merugikan China.
China dapat membayar konsekuensi militer pula bila menginvasi Taiwan. Sebab, pulau tersebut memiliki kemampuan dalam pertahanan udara, kontrol laut, dan operasi lainnya.
China mengaku akan menyatukan kembali wilayah itu meski dengan paksaan. Tetapi, Ketua Konferensi Permusyawaratan Politik China, Wang Yang, mengeluarkan pernyataan berbeda pada bulan lalu. Dia menyatakan, China lebih memilih penyatuan melalui cara damai.
ADVERTISEMENT
"Pernyataan Wang menunjukkan bahwa China tidak berniat mengubah latihan militer menjadi perang nyata dengan Taiwan. Latihan itu murni reaksi atas kunjungan Pelosi ke Taiwan," jelas Ma.
Su mengatakan, Taiwan membuat keputusan tepat untuk tidak bereaksi berlebihan sejauh ini. Pasalnya, dukungan internasional kini mengalir kepada Taiwan.
Tindakan itu turut menyoroti China sebagai 'pembuat onar'. Tetapi, Su menambahkan, Taiwan masih memerlukan strategi yang lebih baik untuk mengatasi kesulitan diplomatik.
"Solusi terbaik dan paling mendesak adalah meningkatkan pengeluaran pertahanan, yang meningkatkan kemampuan pertahanan, bobot diplomatik, dan ekonomi Taiwan," terang Su.