Cerita di Balik Berantakannya OTT KPK Terhadap Pejabat UNJ

12 Oktober 2020 20:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Majelis Etik bentukan Dewan Pengawas (Dewas) KPK menggelar sidang putusan terkait dengan OTT Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Mantan Direktur Pengaduan Masyarakat (Dumas) Aprizal yang jadi terlapor dinilai terbukti melanggar etik dalam OTT tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam sidang tersebut, terungkap kronologi OTT dari awal hingga akhirnya kasus tersebut diserahkan kepada Polda Metro Jaya yang berujung penghentian kasus karena kurangnya alat bukti.
Anggota Majelis Etik, Syamsuddin Haris, membeberkan fakta-fakta yang diperoleh dalam proses persidangan. Hal itu ia sampaikan dalam putusan etik Aprizal yang digelar terbuka untuk umum, di Gedung C1 KPK, Senin (12/10).

Jumat 15 Mei

Berawal ketika Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK mendapatkan laporan dari Inspektur Jenderal Kemendikbud, Mukhlis. Laporan itu terkait dugaan permintaan uang dari Rektor UNJ yang disetor ke pejabat Kemendikbud untuk pengurusan gelar Profesor.
Laporan ini kemudian ditindaklanjuti di internal KPK dan didiskusikan hingga pukul 23.00 WIB.
Ilustrasi KPK. Foto: Nugroho Sejati/kumparan

19 Mei 2020

Pada 19 Mei sore, informasi tersebut dilaporkan kepada Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) Herry Mulyanto. Herry mengintruksikan agar laporan itu ditindaklanjuti layaknya pendampingan kasus gratifikasi di PN Jakarta Barat.
ADVERTISEMENT
Pada malam harinya, Aprizal dikontak sebagai tindak lanjut laporan itu. Dibahas pula soal kemungkinan akan adanya penyerahan uang yang akan terjadi pada 20 Mei 2020 alias keesokan harinya.
"Waktu itu Terperiksa tanyakan, 'Dari Pak Herry apa?'. Lalu dijawab oleh saksi 5 'di-treatment seperti PN Jakarta Barat'," kata Syamsuddin.
"Terperiksa juga tanyakan 'Perlu back up, enggak?'. Dijawab oleh saksi, 'Kalau boleh minta tim S surveillance kalau diizinkan' tapi akhirnya tak pakai tim S karena tak ada respons meski sudah ditelepon oleh Terperiksa," sambungnya.
Pada akhirnya diputuskan tim dari KPK yang mendampingi Itjen Kemendikbud akan dibagi tiga. Yakni di rumah Kabag Kepegawaian UNJ Dwi Achmad Noor, kantor Kemendikbud, serta menuju kawasan Bogor karena ada dugaan uang itu akan diberikan kepada salah satu Direktur Kemendikbud di sana.
ADVERTISEMENT
Tim tersebut mendampingi tim dari Itjen Kemendikbud untuk mencari informasi dan memverifikasi soal informasi adanya penyerahan uang.
Ilustrasi KPK Foto: Nugroho Sejati/kumparan
20 Mei 2020
Tim yang berada di rumah Dwi memantau bahwa yang bersangkutan keluar rumah pukul 07.00 WIB. Tim kemudian mengikuti Dwi yang pergi menggunakan mobil. Namun Dwi masuk jalan tol, tim yang saat itu menggunakan motor diperintahkan beralih menuju kantor Kemendikbud.
Tim lain kemudian diperintahkan menuju UNJ yang kemudian melihat Dwi ada di sana. Setelahnya, ada satu tim yang menuju ke UNJ menggunakan mobil KPK dan bertemu dengan Dwi.
Tim dari KPK yang bersama Itjen Kemendikbud kemudian berkenalan dengan Dwi sebagai bagian verifikasi informasi soal penyerahan uang. Belum ada pemeriksaan terhadap Dwi
ADVERTISEMENT
"Lalu Dwi bercerita kalau diminta oleh Rektor UNJ berdasarkan hasil Rapimsus, untuk berikan sejumlah uang kepada beberapa orang di Kemendikbud untuk THR. Namun kepada orang yang dituju, ada yang sempat belum sempat diberikan karena tak bertemu," kata Syamsuddin.
Setelah itu, Tim KPK kemudian bertemu dengan Irjen Kemendikbud Mukhlis. Saat itu, Mukhlis berterima kasih karena adanya pendampingan dari KPK.
"'Makasih Mas, makasih Mbak, karena kami sudah dibantu, nanti kami melakukan pemeriksaan kepada temen-temen di sini untuk yang kecil-kecil biar kami. Tapi untuk yang rektor bagaimana nih' setelah itu tim Dumas KPK kembali ke kantor," ujar Syamsuddin.
Dewan Pengawas KPK, Syamsuddin Haris saat konferensi pers usai pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Masih pada hari yang sama, Herry bertanya kepada Aprizal terkait perkembangan OTT tersebut. Lalu Aprizal menghubungi tim yang bertugas di lapangan, dan dijawab masih dalam proses. Sekitar pukul 17.00 WIB, Aprizal dapat laporan bahwa kegiatan telah dilakukan dan akan dilanjutkan oleh Itjen Kemendikbud.
ADVERTISEMENT
Setelahnya, Aprizal melapor kepada Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Ia mengirimkan laporan melalui pesan WhatsApp.
"Assalamualaikum, yang terhormat bapak ibu pimpinan, saya laporkan hari ini tim Dumas membantu OTT di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan kronologi sebagai berikut," tulis Aprizal.
Kasus rektor UNJ Jakarta memberikan uang suap kepada pejabat di Kementerian Pendidikan dalam rangka untuk mempercepat untuk turunnya gelar profesor bagi rektor UNJ dan Irjen Kementerian Pendidikan minta KPK untuk dampingi tim Irjen melakukan OTT. Selanjutnya tim Dumas menurunkan satgas yang telah dilaksanakan tadi siang. Sebagai pihak pemberi adalah kepala Biro SDM UNJ atas perintah Rektor UNJ. Penerima adalah kepala Biro SDM kemendikbud dkk. Setelah dilakukan pemeriksaan semua pihak mengakui, dan yang belum diperiksa Itjen adalah rektor. Barang bukti yang diamankan, uang sebesar 1.200 USD, ditambah Rp 8 juta, kemudian CCTV kemudian chat WA, yang berisi perintah rektor kepada Kabag SDM UNJ untuk serahkan uang dan WA lainnya. Kasus sementara ditangani Itjen Kemendikbud, demikian laporan sementara. Terima kasih.
ADVERTISEMENT
Pesan tersebut juga dikirimkan Aprizal kepada Herry selaku Deputi PIPM.
"Terperiksa juga laporkan ke saksi 4 (Herry) selaku deputi PIPM, yang waktu itu bertanya, 'Tim sudah selesai, penanganannya nih, bagaimana?' dan dijawab oleh Terperiksa, 'Kaya di PN Jakarta Barat'. Bahwa Terperiksa juga menyampaikan lewat telepon ke saksi 13 (Nurul Ghufron), 'Pak, tolong disampaikan ke pimpinan lain' lalu dibalas oleh saksi 13 (Nurul Ghufron), 'Pak Aprizal sampaikan ke pimpinan lainnya jangan hanya ke saya, kesannya tidak baik'," ucap Syamsuddin.
Komisioner KPK Nurul Ghufron memberikan keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (5/3). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Setelahnya Aprizal menyampaikan pesan yang sama kepada seluruh pimpinan KPK dan Deputi Penindakan Karyoto. Tak lama, Ketua KPK Komjen Firli Bahuri membalas pesan tersebut dan meminta kasus tersebut ditangani oleh KPK.
"Kemudian saksi 9 (Firli) menyampaikan, 'Ini ada OTT, kenapa tidak diambil alih. Saudara (Aprizal) pernah jadi direktur lidik, itu harusnya ditangani oleh KPK'. Lalu Terperiksa jawab 'Pak, itu tak ada PN (penyelenggara negara)-nya'," kata Syamsuddin.
ADVERTISEMENT
"Direspons oleh Ketua (Firli), 'Enggak, itu sudah ada pidananya, harus KPK yang menangani. Saudara silakan menghubungi deputi penindakan'. Terperiksa juga sempat mengatakan dalam WA 'saya kira ini penanganannya sama seperti Jakarta Barat'," lanjut Syamsuddin.
Ketua KPK Firli Bahuri menggunakan masker dan pelindung wajah saat menjalani sidang etik dengan agenda pembacaan putusan di Gedung ACLC KPK, Jakarta. Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
Terkait dengan kasus di PN Jakarta Barat yang kerap disinggung, itu terjadi pada 5 Februari 2020. Saat itu KPK melakukan tangkap tangan bersama dengan Bawas Mahkamah Agung (MA) terhadap pegawai yang terima gratifikasi Rp 15 juta. Penanganannya dilakukan oleh Bawas MA.
Kembali ke kasus UNJ, Aprizal juga melaporkan hasil kegiatan tersebut dengan menggunakan istilah OTT kepada Karyoto.
"Selanjutnya Terperiksa menghubungi saksi 1 (Karyoto), lalu sampaikan 'Pak Karyoto tadi saya membantu melakukan OTT, tapi bukan untuk kita tangani, karena tidak ada PN-nya' Terperiksa juga ceritakan adanya rektor tapi rektor belum diperiksa. Lalu saksi 1 terdiam, lalu merespons 'Pak tapi ini perintah loh, perintah dari Pak Firli, saya tidak bisa ngapa-ngapain'. Saksi 2 (Direktur Penyelidikan Endar Prihanto) juga merespons 'Bahwa ini perintah Pak Firli'," kata Syamsuddin.
ADVERTISEMENT
"Sekitar pukul 18.30 WIB, saksi 1 (Karyoto) sedang di rumah mendapat telepon dari saksi 9 (Firli), menanyakan 'Apakah ada kegiatan OTT?'. Saksi menjawab 'Tidak mendengar dari direktur penyelidikan'. Lalu saksi 1 (Karyoto) diperintahkan chat ke Dumas, karena ada perintah penangkapan, orang yang memberi uang di Kemendikbud. Saksi 1 kemudian memerintahkan Direktur Penyelidikan untuk melakukan koordinasi dengan Dumas, apakah betul ada OTT atau tidak," sambung Syamsuddin.
Setelahnya, Endra berkordinasi dengan Karyoto dan membagikan informasi dari Aprizal. Pada pukul 19.30 WIB, keduanya bersama dengan tim Dumas bertemu di KPK. Hadir pula Deputi PIPM, untuk berdiskusi terkait kasus.
Alhasil kemudian diputuskan dilakukan penyelidikan atas kasus tersebut. Karyoto yang sempat ditelepon Firli kemudian memerintahkan Endar menerbitkan Surat Penyelidikan.
ADVERTISEMENT
Sebagai tindak lanjutnya, pada pukul 23.30 WIB, tim dari KPK menuju ke rumah Dwi. Dwi dijemput untuk dibawa ke kantor KPK guna diminta keterangannya.
Belakangan, setelah dilakukan penyelidikan dalam rentang 20-21 Mei 2020, KPK melimpahkan kasus itu ke Polda Metro Jaya. Sebab, KPK tidak menemukan unsur penyelenggara negara.
Namun, pada akhirnya, Polda Metro Jaya pun menghentikan perkara tersebut karena dinilai tidak cukup bukti.
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Helmi Afandi/kumparan

Sanksi Etik untuk Aprizal

Dalam putusannya, majelis etik Dewas KPK menyatakan Aprizal bersalah melanggar kode etik dan pedoman perilaku yaitu menimbulkan suasana kerja yang tidak kondusif dan harmonis. Hal ini diatur dalam pasal 5 ayat 1 huruf a peraturan Dewan Pengawas No 02/2020 tentang penegakan kode etik dan pedoman perilaku KPK.
ADVERTISEMENT
Pasal 5 ayat 1 huruf a peraturan Dewan Pengawas No 02/2020 adalah bab yang mengatur "Sinergi" yang berbunyi: Dalam mengimplementasikan Nilai Dasar Sinergi, setiap Insan Komisi wajib: (a) bersedia bekerja sama dan membangun kemitraan yang harmonis dengan seluruh pemangku kepentingan untuk menemukan dan melaksanakan solusi terbaik, bermanfaat, dan berkualitas.
Atas perbuatan itu, Aprizal dihukum teguran lisan.