Cerita Ayah Serda Pandu soal Anaknya di KRI Nanggala: Vidcall hingga Sepatu PDL

26 April 2021 15:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peltu Wahyudi saat mengenang kebersamaan dengan puteranya Serda (Ede) Pandu Yudha Kusuma Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Peltu Wahyudi saat mengenang kebersamaan dengan puteranya Serda (Ede) Pandu Yudha Kusuma Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Duka mendalam masih dirasakan Peltu Wahyudi, ayahanda almarhum Serda (Ede) Pandu Yudha Kusuma, kru kapal selam KRI Nanggala 402 yang tenggelam di perairan utara Bali.
ADVERTISEMENT
Ia pun mengenang momen terakhir saat berkomunikasi dengan anak sulungnya tersebut pada hari Minggu (18/4/2021).
Saat itu, Pandu melakukan video call (vidcall) dengan Wahyudi dan keluarganya. Pandu yang mengemban tugas sebagai operator senjata 2 KRI Nanggala 402 mengabarkan ia akan berlayar dalam misi latihan penembakan torpedo.
Dalam momen ini, Wahyudi yang juga prajurit TNI AD memamerkan sepatu Pakaian Dinas Lapangan (PDL) yang baru ia peroleh dari kesatuannya di Kodim 0825 Banyuwangi. Sepatu PDL itu, rencananya akan diberikan kepada putera kesayangannya usai menjalankan tugas.
"Waktu itu dia tanya, itu sepatu buat siapa, ya saya jawab buat sisun (kamu)-lah. Ukurannya juga saya sesuaikan dengan kakinya. Dia senang sekali waktu itu,” kenang Wahyudi.
ADVERTISEMENT
Namun takdir berbicara lain. Serda Pandu dinyatakan gugur bersama 52 prajurit TNI AL lainnya yang berada di KRI Nanggala-402. Kapal selam tersebut tenggelam sesaat setelah memperoleh izin menyelam untuk persiapan latihan tembak torpedo, Rabu (21/4/2021).
“Makanya sekarang saya lihat sepatunya jadi ingat Pandu," kenang Wahyudi.
Pandu diterima menjadi anggota TNI AL pada 2016 dan bertugas di kapal permukaan. Pada Tahun 2018 ia lolos tes untuk menjadi kru kapal selam.
Sejak bergabung dengan TNI AL, kata Wahyudi, Pandu selalu memanggilnya dengan sebutan mentor, istilah panggilan di lingkungan TNI AL untuk para senior.
Wahyudi pun sama, dia juga selalu memanggil anaknya dengan istilah Sisun, panggilan untuk junior.
Filosofi Sisun Mentor memiliki ikatan emosional dalam keluarga asuh yang kuat.
ADVERTISEMENT
Setiap bertemu dua panggilan itulah yang kerap kali terucap di mulut keduanya. Bukan lagi panggilan ayah dan anak.
"Pernah saya minta waktu itu dipanggil ayah. Akhirnya dia mau, tapi ya sekali itu saja, akhirnya saya ikuti saja. Tetap memanggil dia dengan panggilan Sisun,"ujar Wahyudi.
Kini, keluarga Serda Pandu hanya bisa pasrah dan mendoakan yang terbaik untuk putranya.
“Ini sudah menjadi ketetapan Tuhan. Kami harus menerima kenyataan, anak kami gugur saat berlayar bersama KRI Nanggala 402,” tutupnya.
****
Saksikan video menarik di bawah ini: