BW Cecar Ahli 02 di MK soal Kendali Presiden: Pj Gubernur Aceh Diberhentikan

4 April 2024 14:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bambang Widjojanto mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bambang Widjojanto mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bambang Widjojanto (BW), tim hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, mencecar ahli bernama Khalilul Khairi — Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan IPDN — yang dihadirkan kubu Prabowo-Gibran dalam persidangan gugatan Pilpres di MK.
ADVERTISEMENT
BW mempertanyakan kasus pencopotan Penjabat (Pj) Gubernur Aceh dan Bengkulu yang menurut informasi yang didapatnya dicopot karena tidak berhasil atau tidak bisa dikendalikan untuk memenangkan Prabowo-Gibran.
“Saya mau menguji beberapa argumen tadi diajukan dengan beberapa fakta, kalau tadi diberikan contoh Aceh, Aceh penjabatnya dilengserkan, informasi yang beredar dia dilengserkan karena tidak mampu memenangkan Aceh,” kata BW dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024, Kamis (4/4).
“Bengkulu juga begitu. Bengkulu jauh dilengserkan kira-kira tiga bulan yang lalu karena dia tidak bisa dikendalikan,” tambah BW.
Informasi tersebut dikaitkan BW dengan dengan pernyataan Presiden Jokowi yang pada pokoknya mengatakan bahwa akan cawe-cawe dan melakukan pengendalian pengawasan 24 jam. Setiap saat.
“Bagaimana ahli bisa menjelaskan, seorang Presiden membuat pernyataan melakukan pengendalian tiap hari padahal tadi Saudara ahli mengatakan ada mekanisme, apakah ada mekanisme seperti itu di dalam Inpres yang menyatakan presiden punya kewenangan setiap saat dia bisa melakukan pengawasan?” tanya BW.
ADVERTISEMENT
BW juga mempertanyakan kunjung Jokowi ke Jawa Tengah yang selalu ke wilayah Pj-Pj. Yang itu kemudian disertai berbagi dugaan pengumpulan kepala desa melalui Pemprov dan Kepolisian.
“Ahli kami menyatakan lebih dari 50 kali kunjungan Pak Jokowi dan sebagian besarnya itu di Jawa Tengah dan begitu dikonfirmasi, ada tiga: tempat-tempat yang dikunjungi Pak Jokowi, dalam kami menyebutnya, ‘kampanye terselubung’ itu, itu adalah sebagian besarnya besar wilayah-wilayah di mana penjabat,” kata BW.
“Di tempat itu juga terjadi bantuan sosial dan begitu dikonfirmasi, penggunaan aparat-aparat dan aparatur di wilayah itu juga dilakukan … Tunjukkan kepada kami aturan mana yang bisa menjelaskan pengendalian bentuknya itu, pemanggilan kepala desa dan di ujung proses pencoblosan, dan selama ini tidak pernah dilakukan, jenis pengendalian sebenarnya yang sedang dilakukan?” sambung BW.
Halilul Khairi, Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan IPDN, menjadi ahli Prabowo-Gibran di persidangan, Kamis (4/4). Foto: Hedi/kumparan
BW mencecar Khalilul karena dalam paparannya, dia menyimpulkan bahwa tidak ada bukti empirik keterkaitan penunjukan kepala daerah dengan kemenangan Prabowo-Gibran. Dai membantah Jokowi mobilisasi dukungan untuk Prabowo-Gibran lewat penunjukan Pj.
ADVERTISEMENT
“Kalau memang Penjabat Kepala Daerah itu dapat diandalkan menjadi mesin untuk pemenangan calon tertentu, terutama tentu pemerintah, calon dukungan pemerintah, dalam hal ini untuk 02 ya yang kita bahas, kita melihat misalnya di Provinsi Aceh. Aceh itu ada 24 kepala daerah, 23-nya adalah penjabat, 95% penjabat semua,” kata Khalilul.
“Kalau dipakai untuk memobilisasi atau kalau kita menggunakan preposisi, makin banyak Penjabat Kepala Daerah maka makin efektif penambahan suara dari pihak pemerintah, logikanya, Aceh adalah perolehan suara tertinggi karena dia adalah penjabat tertinggi provinsi se-Indonesia, nyatanya, 02 hanya 24 persen,” pungkasnya.