Bisakah Indonesia Bebas DBD?

22 Februari 2024 21:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas melakukan pengasapan (fogging) di pemukiman warga. Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
zoom-in-whitePerbesar
Petugas melakukan pengasapan (fogging) di pemukiman warga. Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Demam berdarah dengue (DBD) jadi momok bagi negara tropis, termasuk negara anggota ASEAN. Salah satunya Indonesia.
Indonesia termasuk negara dengan kasus DBD tertinggi selain Amerika selatan. Data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan, selama 2022, total kasus DBD di Indonesia mencapai lebih dari 143 ribu. Jawa Barat menjadi penyumbang terbesar dengan 36.500 kasus, disusul dengan Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara.
Dari 143 ribu kasus, sebanyak 1.236 di antaranya berujung kematian. Hampir 63 persen kasus kematian akibat DBD terjadi pada anak usia 0-14 tahun. Pada 2023, catatan kasus juga sama-sama terbilang tinggi. Dari data kumulatif hingga pekan ke-22 sepanjang 2023 berjalan, total tercatat sebanyak 35.694 kasus dengan 270 kematian akibat DBD.
Melihat kasus DBD yang masih cukup tinggi di berbagai wilayah di Indonesia, timbul pertanyaan yang sering muncul; apakah Indonesia bisa benar-benar bebas dari DBD?
Ada banyak faktor yang mempengaruhi penyebaran DBD di Indonesia. Salah satu faktor utama adalah lingkungan yang mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, vektor penyakit DBD.
Indonesia dengan iklim tropisnya yang hangat dan lembab menyediakan lingkungan yang ideal bagi nyamuk ini untuk berkembang biak. Selain itu, urbanisasi yang pesat dan kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan juga turut memperparah masalah ini.
Pemerintah pun telah melakukan berbagai upaya untuk mengendalikan penyebaran DBD. Program pemberantasan sarang nyamuk, penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, serta kampanye untuk menggunakan kelambu dan obat anti-nyamuk menjadi beberapa langkah preventif yang telah dilakukan.
Selain itu, pemerintah juga telah meningkatkan sistem surveilans untuk mendeteksi kasus DBD lebih cepat dan mengambil tindakan preventif secara lebih efektif.
Meskipun upaya-upaya tersebut telah dilakukan, mencapai status bebas DBD bukanlah hal yang mudah. Hal ini membutuhkan kerja sama lintas sektor yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan juga pihak swasta.
Dalam upaya mencegah penyebaran penyakit DBD dan mencapai status bebas DBD di masa depan, Buavita memberi dukungan nyata dengan melakukan program fogging gratis yang akan digelar kembali di dua wilayah yakni Makassar (23-24 Februari 2024) dan Jakarta (28-29 Februari 2024).
Buavita memberi dukungan nyata dengan melakukan program fogging gratis. Dok. Istimewa.

Mengapa fogging?

Demam berdarah dengue disebabkan virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, vektor utamanya. Nyamuk betina Aedes aegypti memiliki kemampuan untuk meletakkan telur di berbagai tempat yang lembab, termasuk tumpukan sampah atau genangan air. Telur nyamuk ini dapat tetap hidup dalam kondisi kering selama satu tahun sebelum menetas saat terendam kembali dalam air.
Ilustrasi nyamuk DBD pada kulit manusia. Foto: AUUSanAKUL/Shutterstock
Meskipun bukan metode pencegahan utama, fogging dianggap sebagai strategi yang efektif untuk mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti dewasa. Fogging bertujuan untuk cepat membunuh sebagian besar nyamuk yang berpotensi membawa infeksi.
Selain memutus rantai penularan, metode ini juga berperan dalam mengurangi jumlah nyamuk, dengan harapan menurunkan risiko penularan DBD.
Edukasi siaga DBD dari Buavita dengan pemerintah setempat. Dok. Buavita.

Buavita Gencar Edukasi Siaga DBD Pada Masyarakat

Selain menggelar fogging gratis ke sejumlah wilayah di Indonesia, seperti Makassar, Biringkanaya, dan Mamajang, Buavita juga memberikan edukasi seputar siaga DBD dan membagikan Buavita Jambu gratis agar daya tahan tubuh keluarga Indonesia.
Ya, Buavita Jambu bukan hanya minuman segar, tetapi juga memilih sejumlah manfaat kesehatan. Buavita mengandung 100 persen vitamin C untuk meningkatkan jaga daya tahan tubuh.
Selain itu, Antioksidan Flavonoid yang terdapat dalam buah jambu dapat membantu meningkatkan produksi trombosit, memberikan dukungan yang penting dalam situasi di mana tubuh memerlukan pembekuan darah yang optimal, seperti pada kasus demam berdarah.
Buavita Jambu juga mengandung mineral seperti magnesium, potassium, dan zat besi, memberikan kontribusi penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian dan mendukung kesehatan tulang, sistem otot, serta produksi sel darah merah.
Buavita mendukung kesehatan tulang, sistem otot, serta produksi sel darah merah. Dok. Buavita.
Dengan menjaga kebersihan, menerapkan pola hidup sehat, dan menerapkan 3M Plus, bukan tidak mungkin Indonesia bisa mencapai status bebas DBD di masa depan.
Artikel ini dibuat oleh kumparan Studio