Bertemu Mak Keti 'Rektor Universitas Merapi' dan Cerita Erupsi 2010
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Plakat bertuliskan Universitas Merapi terpasang di depan sebuah rumah di Dusun Pelemsari, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Rumah tersebut milik Sudi Wiyono (75) atau sering dipanggil Mak Keti.
ADVERTISEMENT
Universitas Merapi bukanlah sebuah kampus untuk belajar akademik. Melainkan rumah milik Mak Keti yang sering dijadikan pos oleh relawan di Merapi. Nama Universitas Merapi juga diberikan oleh para relawan. Bisa dibilang Mak Keti adalah rektornya.
Masuk ke dalam rumah, sejumlah tulisan berisi kata-kata bijak tertempel di dinding-dinding rumah.
"Kan dulu itu relawan ngeposnya di sini, terus yang buat itu (plakat nama) relawan. Ya relawan komunitas Merapi. Namanya Hari Jaran. Saya enggak tahu alasannya. Tahu-tahu sudah dipasang itu," kata Mak Keti ditemui di Universitas Merapi, Rabu (18/11).
Dia bercerita bahwa anak terakhirnya yaitu Wahono adalah relawan Merapi juga. Putra nomor empatnya itu meninggal dunia saat erupsi Merapi 2010.
"Tempat kumpul relawan. Ngeposnya di sini mantau Merapi itu yang relawan itu. Anak saya juga jadi relawan, tapi (meninggal) kena erupsi 2010," ujarnya.
Mak Keti saat ini tinggal di Hunian Tetap atau Huntap Karangkendal, Dusun Balong, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman. Namun dirinya masih sering menengok rumahnya yang berjarak sekitar 4 km dari puncak Merapi itu.
ADVERTISEMENT
"Teman-teman (relawan) masih sering ke sini nengok saya," ujarnya.
Nama Mak Keti juga merupakan panggilan kesayangan para relawan kepada Sudi Wiyono. Nama Mak Keti diambil dari Suketi yang tak lain panggilan akrab dari Wahono.
"Mak Keti itu anak-anak relawan, kan anak saya dipanggilnya Suketi si Wahono itu, jadi Mak Keti," katanya.
Mak Keti yang masih satu trah dengan Mbah Maridjan ini bercerita, saat status Gunung Merapi naik dari Waspada ke Siaga pekan lalu, dia setiap malam selalu tidur di Huntap. Hanya saja kadang pagi hari dia masih naik ke rumahnya di Pelemsari ini.
"Saya punya rumah di bawah, di Huntap. Kalau malam di bawah. Pagi naik ke sini. Jam 3 (15.00 WIB) jam 4 (16.00 WIB), sudah turun," katanya.
ADVERTISEMENT
Ketika di atas dia sempatkan untuk menengok ternaknya seperti ayam dan merpati. Sementara untuk sapi sudah dia jual beberapa waktu lalu. Biasanya dia menengok rumah di Pelemsari ini bersama sang cucu.
"Ke atas (di rumah Pelemsari) cuma ayam. Kalau sapi sama kambing sudah dijual aja. Besok kalau sudah tenang (status sudah turun) beli lagi. Dijual baru kemarin laku Rp 20,5 juta yang punya adik, punya saya cuma (laku) Rp 9,5 juta, belum besar," katanya.
Soal kondisi Merapi akhir-akhir ini, Mak Keti mengaku memang kadang mendengar suara gemuruh guguran. Namun menurutnya guguran tersebut masih kecil-kecil.
"Ya denger. Tapi kalau sekarang kecil-kecil saja. Kemarin itu pas saya turun ya ada gemuruh. Kalau cuma kecil-kecilan enggak papa," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Di sela-sela perbincangan tersebut Mak Keti menceritakan tentang erupsi 2010 lalu. Selain menewaskan sang putra yang menjadi relawan, erupsi waktu itu juga meluluhlantakkan rumahnya.
"Sini kan banyak yang kena, ada 36 warga dan wartawan 2 (meninggal)," ujarnya.
"Kayaknya paling besar 2010 kemarin itu paling besar. Dulu-dulu ada erupsi tapi ya enggak besar," ujarnya.
Lanjutnya, saat erupsi 2010 itu ada 5 sapi perah dan 100 ayam miliknya yang mati. Mak Keti ikhlas atas peristiwa tersebut.
"Udah habis semua 2010. Ini (rumah) buat lagi. 2010 ternak habis sapi ada 5 sapi perah, ayam ada 100. Ya sudah ikhlas," ujarnya.
Erupsi Merapi tahun 2010 menewaskan ratusan orang, termasuk juru kunci Mbah Maridjan.
ADVERTISEMENT
Live Update
Pesawat latih jenis Tecnam P2006T dengan nomor pesawat PK-IFP jatuh di Lapangan Sunburst, BSD, Tangerang Selatan, Minggu (19/5). Pesawat dengan rute Tanjung Lesung-Pondok Cabe tersebut sudah hilang kontak sejak 13.43 WIB. Dilaporkan 3 orang tewas.
Updated 19 Mei 2024, 19:56 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini