Benjamin Netanyahu, Sosok Yahudi Garis Keras yang Kembali Jadi PM Israel

4 November 2022 13:33 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perdana Menter Israel Benjamin Netanyahu. Foto: Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Perdana Menter Israel Benjamin Netanyahu. Foto: Reuters
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tokoh sayap kanan senior Israel, Benjamin Netanyahu, resmi memenangkan pemilu pada Kamis (3/11) dan menjabat sebagai perdana menteri untuk ketiga kalinya.
ADVERTISEMENT
Kini, eks PM dengan masa kepemimpinan terlama ini telah memenuhi janjinya untuk kembali ke tampuk kekuasaan, usai pemerintahannya selama 12 tahun lengser pada tahun lalu.
Di Israel, tidak ada satu pun pihak yang mengincar posisi perdana menteri segigih Netanyahu.
Baik itu para kritikus atau sekutunya — mereka semua mengakui bahwa pria berusia 73 tahun ini adalah seorang juru kampanye yang tak kenal lelah dalam mengejar posisi tersebut. Bagi Netanyahu, melindungi negara Yahudi dari ancaman musuh-musuh adalah ‘misi’ hidupnya.
Salah satu orang terdekat Netanyahu di partai konservatif yang ia pimpin, Likud, beranggapan serupa.
“Netanyahu akan mencoba melakukan apa pun yang dia bisa untuk membentuk koalisi, tidak peduli seberapa gilanya,” ucap eks juru bicara Netanyahu, Aviv Bushinsky, seperti dikutip dari AFP.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, memberikan keterangan terkait hasil pemilihan umum Israel di markas partai Likud di Yerusalem,Israel, Rabu (24/3). Foto: Ronen Zvulun/REUTERS
“Di kepalanya dia memiliki misi dari Tuhan untuk menyelamatkan negara,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Netanyahu menjadi pemimpin Partai Likud pada 1993 dan berhasil mencetak sejarah sebagai perdana menteri termuda Israel pada 1996, di usia 46 tahun. Ia kehilangan kekuasaan pada 1999, namun berhasil merebutnya kembali pada 2009.
Di masa ini, ia menjadi pemerintah terlama — selama 12 tahun berturut-turut hingga 2021. Namun, rekor kepemimpinannya ini berakhir pada Juni 2021, ketika Yair Lapid yang berhaluan tengah dan mitra koalisinya Naftali Bennett berhasil menyatukan aliansi yang mencakup partai Arab untuk pertama kalinya.
Setelah digulingkan dari jabatannya, eks prajurit Israel itu merefleksikan pencapaiannya dalam sebuah otobiografi yang berjudul Bibi: My Story.
“Sebagai seorang prajurit, saya berjuang untuk membela Israel di medan perang,” tulis Netanyahu.
“Sebagai seorang diplomat, saya menangkis serangan terhadap legitimasinya di forum dunia, sebagai menteri keuangan dan perdana menteri saya berusaha melipatgandakan kekuatan ekonomi dan politiknya di antara bangsa-bangsa,” sambung dia.
ADVERTISEMENT

Lakukan 'Comeback' Meski Tersandung Kasus Korupsi

Dan di usianya yang sudah senja ini, Netanyahu telah melakukan sebuah ‘comeback’ yang belum pernah terjadi dalam sejarah perpolitikan Israel.
Dalam pemilu kelima yang digelar kurang dari kurun waktu empat tahun ini, Netanyahu dan koalisi sayap kanannya berhasil memperoleh suara mayoritas dan mengamankan 64 kursi parlemen Knesset yang terdiri dari 120 kursi.
Ia berhasil mengungguli saingannya, PM Yair Lapid, yang hanya memperoleh 51 kursi di parlemen Knesset. Tokoh dari partai sentris ini baru memerintah sejak Juli 2021 dan menjadi kandidat dengan perolehan suara tertinggi kedua dalam pemilu terbaru.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelum menjalani persidangan korupsi di Pengadilan Distrik Yerusalem, Israel, Senin (8/2). Foto: Ruben Castro/Pool via REUTERS
Meski begitu, di tengah euforia kemenangan mutlaknya ini, Netanyahu masih harus menghadapi persidangan atas tiga tuduhan korupsi, penipuan, dan kasus suap yang menyeret reputasinya — salah satu faktor utama pemerintahannya dilengserkan pada tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Tentunya, Netanyahu tetap konsisten menepis semua tuduhan yang dilayangkan.
Ia mengaku tidak bersalah dan justru merasa dijebak — menegaskan bahwa dirinya adalah korban apa yang disebut dengan ‘perburuan penyihir’. Ini adalah istilah yang diartikan sebagai upaya memburu dan menghukum orang-orang yang dianggap sebagai bahaya bagi masyarakat.
Terlebih, berkat dukungan setia dari Partai Likud yang ia pimpin dan sekutu sesama sayap kanan lainnya, kasus-kasus tersebut tidak menghambat tekad pria yang akrab disapa dengan nama panggilan ‘Bibi’ ini untuk tetap mencalonkan diri untuk memimpin dan akhirnya menang.

Kebijakan Luar Negeri dan Palestina

Seorang putra dari sejarawan yang aktif dalam kelompok Zionis konservatif, Netanyahu dididik untuk membela mati-matian kelompok Yahudi dari ancaman apa pun — termasuk jika menyangkut Palestina.
ADVERTISEMENT
Selama menjabat sebagai PM, Netanyahu tidak pernah terlibat dalam pembicaraan damai secara substantif dengan Palestina. Ia justru mengawasi perluasan permukiman di Tepi Barat yang diduduki — sebuah tindakan yang menurut hukum internasional ilegal untuk dilakukan.
Ini dari kebijakan luar negeri Netanyahu selama ini adalah bersikap keras dengan Iran yang merupakan musuh bebuyutan Israel, serta kelompok sekutu-sekutunya seperti Hizbullah Lebanon.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan) berjabat tangan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, di Washington, Amerika Serikat. Foto: REUTERS/Kevin Lamarque
Satu tahun sebelum pemerintahannya berakhir, Netanyahu yang merupakan sekutu dekat eks Presiden Amerika Serikat Donald Trump berhasil melakukan normalisasi hubungan dengan negara-negara Arab melalui kesepakatan Abraham Accords 2020.
Kesepakatan ini dimediasi oleh AS dan ditandatangani oleh Israel, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan AS itu sendiri.
Di luar negeri, Netanyahu juga memiliki reputasi yang cukup baik — terutama di AS. Sebab, di sana ia dibesarkan dan ia juga sempat meraih gelar sarjana dari kampus bergengsi di Negeri Paman Sam, Massachusetts Institute of Technology.
ADVERTISEMENT
Dengan kefasihan Bahasa Inggrisnya, ia secara rutin muncul di saluran televisi AS dan membela Israel di sepanjang akhir 1980-an dan awal 1990-an — sebuah kampanye yang mengangkat reputasinya, baik di dalam maupun luar negeri.