BEM Unnes: Rektorat Minta Tak Jadi Alat Oposisi dan Berhadapan dengan PDIP

7 Juli 2021 18:47 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Rektorat Universitas Negeri Semarang. Foto: UNNES
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Rektorat Universitas Negeri Semarang. Foto: UNNES
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
BEM Unnes kini mendapat sorotan publik setelah mereka mengkritik Wakil Presiden Ma'ruf Amin dan Ketua DPR RI Puan Maharani.
ADVERTISEMENT
Dalam postingan di akun Instagramnya @bemkmunnes pada Selasa (6/7) malam, mereka menyebut Ma'ruf Amin sebagai 'King of Silent. Sedangkan Puan disebut 'The Queen of Ghosting'.
Belum sampai 24 jam, kini akun Instagram milik BEM Unnes mendadak hilang. Akun itu hilang pada Rabu (7/7) sekitar pukul 16.00 WIB.
Presiden Mahasiswa BEM KM Unnes 2021, Wahyu Suryono Pratama mengaku mendapat tekanan akibat postingan itu. Wahyu menjelaskan, pagi ini sekitar pukul 10.01 WIB Koordinator Kemahasiswaan Unnes Dr. Wirawan Sambodo selaku WD3 FT sempat mengirimkan pesan bernada tendensius.
Wirawan mengingatkan agar BEM Unnes tidak menjadi alat politik.
"Dr. Wirawan menganggap BEMKM Unnes ditunggangi kepentingan politik oposisi dan mengancam jangan sampai berhadapan dengan massa PDIP," kata Wahyu dalam keterangannya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, rektorat meminta BEM Unnes agar jangan sampai berhadap-hadapan dengan massa PDIP. Diketahui, Semarang merupakan salah satu kandang banteng.
Tampilan akun Instagram BEM Unnes. Foto: Dok. Istimewa
Berikut permintaan Wirawan seperti dikutip oleh Wahyu:
"Kalau bisa BEM KM tidak dijadikan kendaraan Parpol atau oposisi....pikirkan masa depan mhs Unnes utk hidup di.Masyarakat"
Tambah lagi
"Mohon siang ini ketemu saya....jangan sampai berhadapan masa PDI....mohon ditarik dulu"
Ketua DPP PDIP, Andreas Hugo Pareira. Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan

PDIP Sayangkan Pernyataan BEM Unnes

Terkait terhadap Puan, PDIP sebelumnya sudah memberikan tanggapannya. Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Andreas Pareira mengaku heran dengan pernyataan BEM Unnes terhadap Puan.
"Saya kok malah sedih membaca BEM statementnya seperti ini," ujar Andreas.
Andreas yang merupakan alumni Gerakan Mahasiswa Nasional (GMNI) itu menilai apa yang disampaikan BEM Unnes tak tepat disebut kritik.
ADVERTISEMENT
"Kalau dibilang kritik, argumentasinya enggak jelas, alias tidak argumentatif. Kalau dibilang karena kebencian, ketidaksukaan, ya namanya kalau orang tidak suka apa pun pasti salah. Namanya soal rasa dan selera orang, mau dibilang apa," ucap Andreas.
Ketua DPR Puan Maharani (kedua kiri) saat menerima draf RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP) dari pemerintah. Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Hal senada juga disampaikan anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno. Ia menyebut produk legislasi bukanlah karena peran individu semata.
"UU yang diacu sebagai contoh 'ghosting', harus dipahami dasar-dasar revisinya dalam naskah akademik (NA), sehingga bisa dikaji dasar filosofis, sosiologis dan yuridis mengapa dilakukan perubahan. Jadi tidak bisa direduksi seakan-akan itu ranah dominasi atau hegemoni pikiran tertentu, atau peran individu tertentu," ujar Hendrawan.
Sedangkan politikus PDIP lainnya, Arteria Dahlan, mengaku sedih dan prihatin dengan stigma yang menyebut Puan Maharani sebagai queen of ghosting. Arteria menilai kritik yang disampaikan kepada Puan dangkal karena tidak bedasarkan fakta yang utuh.
ADVERTISEMENT
Anggota komisi III ini tak habis pikir kritik yang disampaikan BEM Unnes kepada Puan hanya karena RUU PKS tak kunjung disahkan. Padahal, kata dia, pengesahan UU tak hanya merupakan tanggung jawab DPR saja.
Sebelumya, untuk kritik terhadap Puan, BEM Unnes menjelaskan, sebagai Ketua DPR RI, Puan memiliki peran vital dalam pengesahan produk legislasi.
Akan tetapi, beberapa kali DPR dinilai telah mengesahkan kebijakan yang merugikan rakyat seperti RUU KPK hingga UU Omnibus Law.
"Puan Maharani merupakan simbol DPR RI. Selaku Ketua DPR RI Puan memiliki peran yang cukup vital dalam pengesahan produk legislasi pada periode ini, khususnya di masa pandemi, yang dinilai tidak berparadigma kerakyatan dan tidak berpihak pada kalangan rentan (UU KPK, UU Minerba, UU Omnibus Law Ciptaker dan seterusnya) serta tidak kunjung disahkannya RUU PKS yang sebetulnya cukup mendesak dan dibutuhkan pengesahannya," jelas BEM Unnes.
ADVERTISEMENT