Beda Tuntutan Penusukan Wiranto dan Penyiraman Novel Baswedan

16 Juni 2020 18:42 WIB
comment
22
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus penyiraman Novel Baswedan, Rahmat Kadir (kiri) dan Ronny Bugis (kanan), serta terdakwa penusukan Wiranto, Abu Rara (tengah). Foto: ANTARA FOTO dan Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus penyiraman Novel Baswedan, Rahmat Kadir (kiri) dan Ronny Bugis (kanan), serta terdakwa penusukan Wiranto, Abu Rara (tengah). Foto: ANTARA FOTO dan Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sidang tuntutan kasus penusukan terhadap mantan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto, sudah digelar. Terdakwa dalam kasus ini, Syahrial Alamsyah alias Abu Rara dituntut 16 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Besaran tuntutan ini mendapat perhatian publik. Masyarakat jadi membandingkan tuntutan kasus ini dengan tuntutan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang dibacakan pada minggu lalu.
Dalam kasus air keras, dua terdakwa dituntut 1 tahun penjara. Keduanya ialah polisi aktif Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. Sorotan publik mencuat karena tuntutan dinilai terlalu ringan.
Meski sama-sama perbuatannya merupakan serangan terhadap seseorang, terdapat perbedaan dalam kedua perkara. Perbedaan yang mencolok ialah kasus penusukan Wiranto merupakan terorisme. Sementara kasus penyerangan Novel dianggap penganiayaan.
Selain itu, perbedaan kedua kasus yakni alat yang digunakan untuk menyerang, efek yang ditimbulkan, hingga pasal yang dijeratkan. Berikut ringkasannya:
Wiranto dan Novel Baswedan. Foto: ANTARA FOTO

Penusukan Wiranto

Terdakwa: Syahrial Alamsyah
Tuntutan: 16 tahun penjara
ADVERTISEMENT
Pasal yang dinilai terbukti:
Ancaman hukuman:
ADVERTISEMENT
Ringkasan perbuatan:
Abu Rara merupakan orang yang menusuk Wiranto dengan kunai. Peristiwa terjadi di Alun-Alun Menes, Pandeglang, Banten, pada Kamis, 10 Oktober 2019. Saat itu, Abu Rara juga sempat menyerang Pemimpin Pesantren Mathla'ul Anwar, Fuad Syauqi.
Pelaku penyerangan terhadap Wiranto di Banten. Foto: Dok. Istimewa
Menurut Dirut RSUD Berkah Pandeglang Firmansyah, Wiranto mengalami luka di bagian perut bawah akibat tusukan benda tajam. Namun, luka tersebut tidak dalam dan kondisinya relatif stabil.
"Itu ada dua tusukan, tapi belum sampai ke usus. Terkenanya itu di bagian lapisan peritoneum-nya. Kondisinya stabil," kata Firmansyah, Kamis 10 Oktober 2019.
Peritoneum adalah membran serosa tipis dan halus yang berfungsi menutupi sebagian besar organ abdomen (rongga perut) dan panggul. Lapisan ini berfungsi untuk menjaga agar organ-organ tubuh yang bersebelahan tidak saling bergesekan.
ADVERTISEMENT
"Lukanya enggak terlalu parah," ucap Firmansyah.
Wiranto sempat dirawat di RSPAD karena peristiwa itu. Ia tampak kembali bekerja pada bulan Desember 2019 saat dilantik menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) periode 2019-2024.

Penyiraman Novel Baswedan

Terdakwa: Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis
Tuntutan: Masing-masing satu tahun penjara
Pasal yang dinilai terbukti: Pasal 353 ayat (2) KUHP (Dakwaan Subsider)
Ancaman Hukuman: Pidana penjara paling lama 7 tahun
Ringkasan Perbuatan:
Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis ialah dua polisi aktif yang menjadi terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Peristiwa terjadi pada 11 April 2017.
Terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulett bersiap menjalani sidang dakwaan di PN Jakarta Utara, Kamis (19/3) Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Dalam pertimbangannya, jaksa menyatakan Rahmat bersama Ronny terbukti melakukan penganiayaan berat dengan terencana sebagaimana Pasal 353 ayat (2) KUHP. Terencana yang dimaksud adalah kedua terdakwa yang terbukti memantau rumah Novel sebelum melancarkan aksinya.
ADVERTISEMENT
Menurut jaksa, Rahmat Kadir menyiramkan air keras kepada Novel Baswedan yang baru pulang salat Subuh di Masjid. Sementara Ronny Bugis disebut merupakan pengendara motor yang membonceng Rahmat Kadir saat kejadian.
Terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, Ronny Bugis menjalani sidang dakwaan di PN Jakarta Utara, Kamis (19/3). Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Penganiayaan pun dinilai menimbulkan luka berat. Sebab mengenai mata Novel.
Dalam pertimbangan tuntutan, jaksa tidak menjerat keduanya dengan dakwaan primer yakni Pasal 355 ayat (1) KUHP yang ancaman maksimal hukumannya 12 tahun penjara. Sebab, jaksa beralasan Rahmat Kadir hanya bermaksud menyiramkan air keras ke badan Novel, namun secara tak sengaja air keras turut mengenai wajah penyidik senior KPK itu.
Sementara dalam pleidoi yang dibacakan kuasa hukum, kedua terdakwa menilai jaksa tidak bisa membuktikan dakwaan. Sehingga menurut mereka, hakim layak membebaskan kedua terdakwa.
ADVERTISEMENT
Akibat peristiwa ini, Novel sempat dirawat di beberapa rumah sakit. Ia baru kembali bekerja di KPK setelah 16 bulan dirawat.
Meski demikian, mata kiri Novel disebut sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Sementara, mata kanan masih sama seperti sebelumnya. Namun kemampuan melihat hanya 60 persen dengan bantuan lensa khusus.
"Tim dokter yang selama ini menangani mata Novel menyatakan kondisi mata kiri tidak dapat diperbaiki lagi, karena kerusakan sebagian besar retina. Sehingga, kondisi terakhir mata kiri hanya dapat melihat cahaya," kata Plt juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat 7 Februari 2020.
Hibnu Nugroho. Foto: ANTARA
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof Hibnu Nugroho, menilai wajar muncul penilaian di masyarakat terkait kedua kasus tersebut. Masyarakat jadi membandingkan kedua tuntutan, meski secara pasal yang diterapkan berbeda.
ADVERTISEMENT
"Memang inilah yang jadi pertanyaan masyarakat banyak, kenapa dalam perkara yang sama kok pidananya beda, itulah fakta hukum di Indonesia, tidak steril, tidak dalam ruang hampa. Makanya kemarin banyak yang merasa kecewa terhadap tuntutannya [penyerang] Novel," ujar Hibnu kepada wartawan, Selasa (16/6).
Menurut ia, reaksi masyarakat itu merupakan hal yang wajar karena dinilai ada ketidakadilan yang timbul. Terlebih, Novel mengalami luka berat pada matanya.
"Kehilangan panca indra itu luka berat loh, diatur dalam KUHP, itu cukup berat. Sehingga pidananya setidaknya setimpal, mudah-mudahan hakim mendengar semua ini, bahwa apa yang dituntutkan itu tidak sebanding dengan akibat yang terjadi," kata dia.
Ia pun berharap putusan hakim dapat memberi rasa keadilan. Menurut dia, hakim tidak terikat pada besaran tuntutan dan dapat menjatuhkan pidana maksimal sesuai pasal yang dinilai terbukti.
ADVERTISEMENT
"Ini sangat ditunggu oleh masyarakat. Kalau sampai nanti putusan pengadilan itu adalah melebihi yang dituntutkan dan memaksimalkan yang diancamkan dalam pidana, ini akan pulih cerita hukum kita," pungkas dia.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Saksikan video menarik di bawah ini: