Bareskrim Geledah Kantor Pertamina Patra Niaga, Usut Jual Beli BBM Non Tunai

9 November 2022 15:15 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bareskrim geledah Kantor PT Pertamina Patra Niaga Jl. Mega Kuningan Barat III, Jakarta, Rabu (9/11/2022). Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Bareskrim geledah Kantor PT Pertamina Patra Niaga Jl. Mega Kuningan Barat III, Jakarta, Rabu (9/11/2022). Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Dittipikor Bareskrim Polri kembali mendalami kasus dugaan korupsi jual beli BBM non tunai yang merugikan negara Rp 451 miliar lebih. Kasus yang melibatkan PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN) dengan PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) mulai diselidiki pada Agustus 2022 lalu.
ADVERTISEMENT
Terbaru penyidik Bareskrim menggeledah 2 kantor PT PPN yang terletak di Jalan Rasuna Said dan Jalan Mega Kuningan Barat III. Selain itu, penyidik juga menggeledah kantor PT AKT yang terletak di Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat.
"Penggeledahan dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 9 November 2022 sampai dengan selesai," kata Dirtipikor Bareskrim Polri, Brigjen Cahyono Wibowo saat dikonfirmasi, Rabu (9/11).
Cahyo menjelaskan, penggeledahan tersebut dilakukan dalam rangka mencari barang bukti lainnya yang dapat memperjelas dugaan perkara korupsi itu. Dalam kasus ini memang belum ada tersangka yang ditetapkan.
"Melakukan pencarian barang bukti dokumen yang terkait dengan perkara; Melakukan pencarian dokumen transaksi keuangan dan bukti-bukti aliran transaksi keuangan; Melakukan pencarian barang bukti elektronik yang terkait dengan korespondensi para pihak," ungkap Cahyo.
Bareskrim geledah Kantor PT Pertamina Patra Niaga Jl. Mega Kuningan Barat III, Jakarta, Rabu (9/11/2022). Foto: Dok. Istimewa
"Melakukan pencarian barang bukti elektronik yang terkait dengan transaksi jual beli BBM secara non tunai dan transaksi pembayaran; dan dokumen-dokumen terkait lainnya," sambung dia.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh, penggeledahan tersebut masih berlangsung hingga saat ini. Belum diketahui pasti barang bukti apa saja yang disita oleh penyidik dalam kegiatan itu.
"Kegiatan penggeledahan ini juga melibatkan Tim dari Dittipidsiber Bareskrim Polri dan Puslabfor Polri guna penanganan barang bukti elektronik dari hasil kegiatan penggeledahan," pungkasnya.
Kasus tersebut naik ke penyidikan pada Agustus 2022 lalu. Kasus ini mulai mencuat setelah kepolisian mendapat informasi dalam Laporan Informasi Nomor : LI/02/I/2018/Tipidkor, tanggal 9 Januari 2018. Tidak dijelaskan siapa pelapor dalam kasus ini.
Latar Belakang Kasus Dugaan Korupsi Perusahaan PT PPN dan PT AKT
Kasus dugaan korupsi ini terjadi pada 2009 hingga 2012. Di mana, PT Pertamina Patra Niaga melakukan perjanjian jual beli BBM secara nontunai dengan PT Asmin Koalindo Tuhup.
ADVERTISEMENT
Awalnya, pada kontrak periode 2009-2010 kesepakatan yang dijalin, yakni 1.500 kiloliter BBM per bulan. Kemudian pada 2010-2011, PT PPN menambah volume pengiriman menjadi 6.000 kiloliter per bulan (Addendum I). Selanjutnya pada 2011-2012, PT PPN lagi-lagi menaikkan volume menjadi 7.500 KL per pemesanan (Addendum II).
"Bahwa pada proses pelaksanaan perjanjian PT Pertamina Patra Niaga dalam tahap pengeluaran BBM, Direktur Pemasaran PT PPN melanggar batas kewenangan/otorisasi untuk penandatangan kontrak jual beli BBM yang nilainya di atas Rp 50 M berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama PT Patra Niaga Nomor: 056/PN000.201/KPTS/2008 tanggal 11 Agustus 2008 tentang Pelimpahan Wewenang, Tanggung Jawab, Dan Otorisasi," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo.
Selain itu, Dedi menambahkan, PT AKT tidak melakukan pembayaran sejak 14 Januari 2011-31 Juli 2012 dengan jumlah sebesar Rp 19.751.760.915 dan USD 4.738.465 atau senilai Rp. 451.663.843.083.
ADVERTISEMENT
Dedi menjelaskan, Direksi PT PPN tidak melakukan pemutusan kontrak penjualan dengan PT AKT yang tidak melakukan pembayaran terhadap BBM yang telah dikirimkan. PT PPN pun tak berupaya untuk melakukan penagihan.
"Tidak adanya jaminan colateral berupa bank garansi atau SKBDN dalam proses penjualan BBM Non tunai sehingga PT PPN mengalami kerugian pada saat PT AKT tidak melakukan pembayaran terhadap BBM yang telah diterimanya sejak tahun 2009 sampai dengan 2012," jelas Dedi.
Kemudian, berdasarkan data rekonsiliasi verifikasi tagihan kreditur pada proses PKPU N0. 07/PDT.SUS-PKPU/2016/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 4 April 2016, PT AKT belum membayar BBM yang telah dikirim senilai Rp 451.663.843.083.
Dari data yang disiapkan akuntansi utang piutang PT PPN juga tercatat BBM jenis solar yang sudah terkirim ke PT AKT sebanyak 154.274.946 liter atau senilai Rp 278.590.775.399 dan USD 102.600.314.
ADVERTISEMENT
"Berdasarkan hasil penyelidikan terdapat dugaan penerimaan uang oleh pejabat PT PPN yang terlibat dalam proses perjanjian penjualan BBM non tunai antara PT PPN dengan PT AKT. pada periode saat terjadinya proses penjualan BBM tersebut," ujarnya.
Lebih lanjut, Dedi menuturkan, dari hasil penyelidikan terdapat indikasi kerugian negara yang dihitung berdasarkan jumlah BBM yang dikirim PT PPN ke PT AKT sesuai dengan kontrak dan Addendum I, II yang belum dilakukan pembayaran. Apabila di total, negara mengalami kerugian sebesar Rp 451.663.843.083.
"Penyidik pun melakukan langkah-langkah selanjutnya dengan membuat rencana penyidikan, melakukan koordinasi dengan pihak terkait dan melakukan profiling kepada pihak-pihak yang diduga terlibat guna aset recovery," tutup Dedi.
Penyidik pun telah menaikkan status kasus itu ke tahap penyidikan. Penyidik menduga dalam perkara itu melanggar Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
ADVERTISEMENT
Kumparan sudah meminta tanggapan soal berita ini ke corporate secretary Pertamina Patraniaga, Irto Ginting, tapi belum direspons.