AS Ingin China dan Rusia Bujuk Korea Utara Setop Uji Coba Nuklir

4 November 2022 11:52 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengawasi peluncuran rudal di lokasi yang dirahasiakan di Korea Utara, dalam foto tak bertanggal yang dirilis pada 10 Oktober 2022. Foto: KCNA via REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengawasi peluncuran rudal di lokasi yang dirahasiakan di Korea Utara, dalam foto tak bertanggal yang dirilis pada 10 Oktober 2022. Foto: KCNA via REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Amerika Serikat (AS) meyakini, China dan Rusia dapat menggunakan pengaruhnya untuk membujuk Korea Utara agar tidak mengadakan uji coba bom nuklir. Dugaan peluncuran nuklir meningkat usai Korut memecahkan rekor uji coba senjata dalam 24 jam sejak Rabu (2/11).
ADVERTISEMENT
"China dan Rusia telah lama tercatat sebagai penentang program nuklir [Korut]," terang seorang pejabat AS yang merahasiakan namanya, dikutip dari Reuters, Jumat (4/11).
"Adalah keyakinan kami, dan tentu saja harapan kami, bahwa mereka akan menggunakan pengaruh yang mereka miliki untuk mencoba dan membuat [Korut] tidak melakukan uji coba nuklir," imbuh dia.
Peluncuran rudal terlihat di lokasi yang dirahasiakan di Korea Utara, dalam foto tak bertanggal yang dirilis pada Minggu (10/10/2022). Foto: KCNA via REUTERS
Dia mengatakan, AS belum mengetahui kapan Korut berencana meluncurkan tes semacam itu. AS telah memperingatkan bahwa Korut sedang bersiap melanjutkan uji coba nuklirnya sejak Mei.
Korea Selatan dan PBB mengeluarkan peringatan serupa. Penembakan tersebut akan menjadi uji coba nuklir pertama Korut sejak 2017.
"Kami memiliki keyakinan tinggi bahwa mereka telah membuat persiapan," ujar pejabat AS.
"Kami percaya bahwa mereka dapat melakukan ini. Saya tidak dapat memberi tahu Anda 'kami pikir ini akan terjadi hari ini karena alasan berikut,' karena kami tidak memiliki pengetahuan itu," tambah dia.
Orang-orang menonton layar televisi yang menayangkan siaran berita dengan rekaman file uji coba rudal Korea Utara, di sebuah stasiun kereta api di Seoul, Korea Selatan, Rabu (2/11/2022). Foto: Jung Yeon-je / AFP
Mencegah kembalinya program nuklir Korut, AS meminta pertemuan publik Dewan Keamanan PBB (UNSC) untuk membahas permasalahan ini pula pada Jumat (4/11). Sebagai anggota tetap, Rusia dan China memiliki hak veto dalam dewan tersebut.
ADVERTISEMENT
Korut sebenarnya dilarang melakukan uji coba nuklir dan rudal akibat sanksi UNSC. Selama bertahun-tahun, sanksi ini diperkuat demi memangkas dana untuk program senjata Korut.
Kendati demikian, perselisihan semakin berkembang dalam badan beranggotakan 15 negara itu lantaran invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari. Keretakan turut berdampak pada konsensus tentang pendekatan UNSC terhadap Korut.
Rusia dan China awalnya mendukung penjatuhan sanksi yang lebih ketat terhadap Korut pada 2017. Tetapi, kedua negara tersebut memveto upaya yang dipimpin AS untuk menjatuhkan sanksi PBB tambahan akibat uji coba rudal balistik Korut pada Mei.
"Kami pikir [Korut] membuat perhitungan tentang kesediaan pihak lain di kawasan itu, menurut, khususnya Rusia dan China. Dan saya pikir sikap Rusia dan China memang memiliki pengaruh terhadap mereka," lanjut pejabat AS.
Suasana selama uji coba peluncuran "tipe baru" rudal balistik antarbenua (ICBM) Korea Utara yang dirilis pada Kamis (24/3/2022). Foto: Dok. Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) Korea Utara
Permintaan AS menyusul penembakan 23 rudal yang salah satunya mendarat dekat perairan teritorial Korsel hingga memicu perintah evakuasi di Pulau Ulleungdo pada Rabu (2/11).
ADVERTISEMENT
Korut kemudian menembakkan satu rudal balistik jarak jauh (LRBM) dan dua rudal balistik jarak pendek (SRBM) yang kembali memicu evakuasi di Korsel dan Jepang pada Kamis (3/11).
Pejabat AS menambahkan, Korut mungkin telah menunda-nunda kelanjutan uji coba nuklir karena China. Sekutu terdekatnya itu baru-baru ini menyelesaikan Kongres Partai Komunis.
Wabah COVID-19 di Korut juga mungkin menunda perkembangan militernya. Sebab, negara itu harus berfokus pada cara mendapatkan dukungan terkait pandemi, khususnya dari China.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, meninjau apotek di Pyongyang, Korea Utara, pada Minggu (15/5/2022). Foto: KNCA/via Reuters
AS sempat menempuh dialog untuk menghentikan program nuklir Pemimpin Korut, Kim Jong-un. Negosiasi tersebut berakhir pada 2019. Namun, AS bersedia untuk melanjutkan pembicaraan, termasuk terkait bantuan kemanusiaan, dengan Korut.
Pakar Korut telah menyerukan agar AS mengakui negara itu sebagai negara berkekuatan nuklir yang senjata nuklirnya tidak akan pernah dapat mereka lucuti. Tetapi, pejabat AS tersebut menepis seruan mereka yang semakin meninggi.
ADVERTISEMENT
"Ada konsensus global yang luar biasa kuat yang terwakili dalam seluruh rangkaian resolusi Dewan Keamanan PBB yang jelas disahkan dengan dukungan semua anggota P5 [anggota tetap], bahwa [Korut] tidak boleh, dan tidak dapat, menjadi negara nuklir," kata pejabat AS.
"Tidak ada negara yang menyerukan [pengakuan]. Konsekuensi dari perubahan kebijakan, saya pikir akan sangat negatif," sambung dia.