SQ- Ilustrasi corona - Cover Story

23 Hari Serangan Corona di RI: Rata-rata 1 Pasien Positif Setiap Jam

25 Maret 2020 10:27 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ruang IGD di RS Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, sesaat sebelum dibuka untuk publik, Senin (23/3). Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Ruang IGD di RS Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, sesaat sebelum dibuka untuk publik, Senin (23/3). Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Sejak pertama kali diumumkan pada 2 Maret 2020, kasus positif corona di Indonesia terus melonjak.
Bermula dari satu orang yang positif corona di Restoran Amigos, Jakarta Selatan, kini kasus corona di Indonesia per 24 Maret 2020 mencapai 686 orang.
Artinya, dalam selang waktu kurang dari sebulan, tepatnya 23 hari, jumlah kasus positif corona bertambah 684. Ini membuktikan betapa virus corona bisa dengan cepat menular dan menyebar.
Untuk lebih memahami bagaimana virus corona itu menular, kami akan memaparkannya secara matematis. Selanjutnya, membandingkan garis waktu penularan corona di Indonesia dengan sejumlah negara lain.
Berikut elaborasinya:
Data yang kami gunakan berasal dari worldometer.org—situs yang menampilkan garis waktu penularan corona di sejumlah negara secara real time.
Meski demikian, data yang ditampilkan di worldometer.org butuh diklasifikasikan, dihitung ulang, dan disajikan ulang agar lebih dapat dipahami.
Klasifikasi yang kami lakukan, misalnya, memilih Korea Selatan, Italia, Irak, dan Aljazair sebagai negara pembanding. Empat negara itu dipilih lantaran memiliki jumlah kasus corona dan tingkat kematian yang tinggi.
Sementara itu, kami menghitung ulang data garis waktu persebaran corona yang dimiliki worldometer.org. Garis waktu di sini maksudnya adalah penambahan kasus positif hari per harinya.
Penambahan kasus positif itu sendiri dihitung sejak pemerintah masing-masing negara mengumumkannya secara resmi. Hal inilah yang menjadi acuan garis waktu corona.
Dunia dicengkeram wabah corona. Ilustrator: Maulana Saputra/kumparan
Dari proses hitung-menghitung, kami memperoleh fakta bahwa dalam sehari ada 30 orang Indonesia yang positif corona. Bila dirinci, ada satu orang Indonesia yang positif corona setiap jamnya.
Rumus hitungannya sebagai berikut:
Jumlah positif corona ter-update / Jumlah hari sejak kasus pertama muncul
atau
686 / 23 = 29,8 (dibulatkan menjadi 30).
Hitung-hitungan ini sebetulnya masih kasar dan tak bisa dijadikan nilai kebenaran yang rigid.
Alasannya sederhana: persebaran corona masih berlangsung, data begitu dinamis, dan belum ada titik akhir dari pandemi tersebut.
Mengacu pada cara berhitung yang ditunjukan Swiss Medical Weekly, kalkulasi terhadap kasus di tengah wabah memerlukan perhitungan yang lebih rumit. Penghitungan kasar baru bisa dilakukan jika pandemi berakhir.
Berdasarkan hal itu, ada sebuah simplifikasi yang sebetulnya bisa ditempuh, yakni membuat pengandaian ‘jika dan hanya jika’ corona berakhir di seluruh negara, misalnya, pada 24 Maret 2020.
Dengan cara demikian, kita bisa mengurutkan rata-rata persebaran corona di dunia dengan mudah.
Petugas menyemprotkan disinfektan di Gereja Grace River di Seongnam, Korea Selatan. Foto: AFP/Jung Yeon-Je
Korea Selatan, misalnya, dalam sehari memiliki 140 orang yang tertular corona. Di Italia jumlahnya lebih fantastis, yakni 1.825 orang tertular corona per harinya.
Supaya lebih jelas, berikut jumlah persebaran corona dalam hari dan jam di 5 negara:
Tabel di atas menggambarkan seberapa cepat virus corona menyebar dalam hari atau bahkan jam di tiap-tiap negara. Dan di urutan teratas adalah Italia yang tiap jamnya sebanyak 76 orang positif corona.
Selain itu, tabel di atas juga menggambarkan betapa mengerikan kematian akibat corona. Di Italia, misalnya, 7 orang meninggal dunia per jam gara-gara corona.
Meski begitu, ada fakta menarik yang terjadi di Korsel. Di sana, ada lebih banyak orang yang sembuh ketimbang meninggal dunia. Ini menunjukkan seberapa cepat pemerintah Korsel bertindak dalam menangani virus corona di negara tersebut.
Pemerintah Korsel, misalnya, menyisir daerah yang menjadi pusat penyebaran virus. Hingga ditemukan bahwa virus menyebar dari Gereja Shincheonji di Kota Daegu. Gereja itu pun diisolasi.
Petugas medis menggunakan pakaian hazmat memeriksa warga di dalam kendaraan di pusat pengujian drive-through, Seoul. Foto: AFP/ Ed Jones
Pemerintah Korsel juga melakukan upaya jemput bola terhadap mereka yang merasa terpapar corona, dengan menggelar tes yang bersifat drive-thru (lantatur).
Jadi, pengemudi tak harus keluar dari mobil, dan cukup membuka jendela untuk diperiksa. Tes ini diberikan cuma-cuma oleh pemerintah. Deteksi dini jadi bisa cepat dilakukan.
Seseorang meloncat di dekat Trevi Fountain yang sepi pengunjung di Roma, Italia, Selasa (10/3). Foto: REUTERS/Guglielmo Mangiapane
Sikap pemerintah Korsel berbeda dengan otoritas Italia yang awalnya tampak meremehkan kasus corona. Publik di Italia pun sempat tak peduli dengan virus itu. Mereka menganggap corona sebagai flu biasa.
Namun kemudian, publik Italia tersadar bahwa corona adalah virus yang bisa amat mematikan. Terlebih, populasi Italia dipadati oleh orang lanjut usia yang paling rentan terserang corona.
Alhasil, kini Italia menjadi negara Eropa dengan kasus corona terbesar. Ia episentrum corona di Eropa.
Lalu, bagaimana dengan sikap pemerintah dan masyarakat di Indonesia? Kita tidak hendak menjadi episentrum corona di Asia Tenggara, bukan?
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk membantu mencegah penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten