Studi: Melahirkan Bayi Prematur Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental Ibu

10 Agustus 2022 19:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Melahirkan Bayi Prematur Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental Ibu. Foto: Dok. Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Melahirkan Bayi Prematur Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental Ibu. Foto: Dok. Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Melahirkan dan mengasuh bayi prematur memang bisa jadi tantangan tersendiri bagi orang tua. Bayi yang lahir sebelum usia kandungan mencapai 37 minggu, ternyata bagi beberapa orang tua dapat mengubah kehidupan dan memengaruhi kesehatan mentalnya.
ADVERTISEMENT
Bayi prematur setelah lahir biasanya akan ditempatkan dulu di ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU), sehingga tak banyak bisa bersentuhan dulu dengan ibu dan ayahnya. Melihat bayi mungilnya harus ditaruh di inkubator dengan dipasang kabel, alat bantu pernapasan, hingga suara monitor yang tidak berhenti ternyata bisa membuat orang tua begitu emosional bahkan jadi muncul rasa takut.
"Memiliki anak yang lahir prematur dan harus ditaruh di NICU dulu bisa meningkatkan risiko orang tua mengalami gangguan kecemasan dan suasana hati. Karena momen ini bisa menjadi pengalaman yang sangat traumatis bagi orang tua," kata Konsultan Spesialis Kesehatan Mental Ibu, Lacey Fisher, dikutip dari Romper.
Ya Moms, survei yang diadakan badan amal Tommy's menyebut satu dari tiga orang tua dari bayi prematur pernah mengalami kecemasan dan depresi, atau yang disebut juga Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) setelah melahirkan bayinya. Kemudian, 65 persen orang tua yang disurvei mengatakan mereka mengalami stres cukup berat, dan sisanya harus menghadapi suasana hati yang tidak karuan.
Ilustrasi bayi prematur. Foto: Shutter Stock
Namun sayangnya, kondisi depresi dan kecemasan ini sering kali kurang disadari oleh ibu atau pun ayah. Kebanyakan mereka justru hanya menyalahkan diri sendiri atau berpikir gagal karena telah melahirkan bayi prematur. Orang-orang di sekitarnya pun juga cenderung kurang menanyakan apakah kondisi mereka baik-baik saja, dan hanya berfokus pada bayi.
ADVERTISEMENT
"Postpartum Support International menunjukkan bahwa sekitar 9 persen wanita mengalami PTSD setelah melahirkan. Ada juga kesedihan karena tidak memiliki pengalaman melahirkan yang positif atau mungkin harus menghadapi kesedihan karena bayi meninggal saat dirawat di NICU," ungkap Fischer.

Ciri-ciri Orang Tua Alami Depresi atau Kecemasan karena Melahirkan Bayi Prematur

Setiap orang bisa mengalami gangguan kecemasan dan depresi yang berbeda-beda. Tapi, ada beberapa perilaku atau perubahan mood yang mungkin bisa menunjukkan bahwa kesehatan mentalnya sedang terganggu.
Ciri-ciri Orang Tua Alami Depresi atau Kecemasan karena Melahirkan Bayi Prematur. Foto: Shutter Stock
Menurut Psikoterapis Kellie Wicklund masih dari laman Romper menjelaskan, ciri-ciri orang tua yang mengalami kecemasan akan terlihat sering sesak dada atau napasnya tersengal-sengal, hingga pemikirannya obsesif.
"Orang tua juga mungkin menunjukkan gejala seperti ingin mengisolasi atau menarik diri dari orang lain, tidak terlihat pada aktivitas yang biasanya mereka sukai, terus menerus mengalami kekhawatiran ekstrem, hingga perilakunya kaku dan selalu murung sedih," jelas Wicklund.
ADVERTISEMENT
Hal ini juga bisa terlihat saat bayinya sudah diperbolehkan pulang di rumah. Ayah dan ibunya merasa takut luar biasa karena khawatir si kecil sakit sehingga benar-benar protektif. Selain itu, Wicklund menyebut orang tua juga mungkin memiliki waktu yang lebih lama untuk menjalin ikatan dengan bayi prematurnya.

Mengatasi Depresi dan Kecemasan pada Orang Tua dengan Bayi Prematur

Mengatasi Depresi dan Kecemasan pada Orang Tua dengan Bayi Prematur. Foto: Shutterstock
Merasa capek dan lelah pasti akan dialami oleh para orang tua baru. Namun, dengan memiliki bayi prematur, Anda perlu mencari cara agar kondisi si kecil tidak terus menerus membuat Anda sedih. Misalnya, dengan berkonsultasi ke psikolog atau konselor, dan bisa juga berkumpul dengan kumpulan orang tua dengan kondisi bayi yang sama.
Selain mencari dukungan, Fischer menyarankan orang tua untuk saling menguatkan dan fokus merawat bayi, daripada memikirkan hal-hal negatif yang semestinya tidak perlu dikhawatirkan.
ADVERTISEMENT
"Perjalanan untuk sembuh yang berbeda-beda dan unik, sekalipun bayi sekarang sudah aman di rumah. Orang tua perlu tahu mereka semua akan baik-baik saja. Dan mereka tetap memiliki hak untuk menangis, berduka, dan saling menguatkan tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan," tutup Fischer.