Pilkada Serentak 2018: Bolehkah Ajak Anak ke TPS?

26 Juni 2018 21:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pilkada (Foto: Embong Salampessy/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pilkada (Foto: Embong Salampessy/Antara)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Presiden Joko Widodo menetapkan Rabu (27/6) sebagai hari libur nasional dalam rangka pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di 171 daerah di Indonesia. Penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 15 Tahun 2018 yang ditetapkan Jokowi Senin (25/6) atau hanya 2 hari sebelum pelaksanaan.
ADVERTISEMENT
Usulan libur nasional ini muncul dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan mempertimbangkan kesulitanwarga untuk pergi ke TPS bila hanya 171 daerah saja yang libur saat Pilkada. Padahal, warga yang tinggal di wilayah non-pilkada bisa saja merupakan warga dari daerah yang sedang menyelenggarakan pilkada.
Data dari KPU menyebutkan, ada 76,088,777 pemilih perempuan yang tersebar di 31 provinsi, 381 kabupaten/kota, 5.555 kecamatan, dan 64.499 kelurahan/desa pada Pilkada Serentak 2018. Apakah termasuk Anda, Moms? Bila ya, apakah Anda berencana mengajak si kecil ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) juga?
Meski si kecil belum bisa memilih, ibu membawa anak ke TPS rupanya sudah menjadi pemandangan yang cukup umum. Pada Pilkada 2017 lalu misalnya, cukup banyak media yang menampilkan foto suasana TPS dengan anak-anak maupun tokoh dan selebriti yang membawa anaknya saat memberikan suara. Jessica Iskandar salah satunya.
ADVERTISEMENT
Memang, tidak ada ketentuan atau peraturan yang melarang Anda membawa anak ke TPS. Tidak sedikit juga ibu yang dengan ringan menceritakan pengalaman atau alasannya mengajak si kecil ke TPS baik kepada teman dan kerabat secara langsung maupun menyampaikannya melalui media sosial.
Jessica Iskandar membawa anak ke TPS (Foto: Prabarini Kartika/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jessica Iskandar membawa anak ke TPS (Foto: Prabarini Kartika/kumparan)
Fanny Nasril, seorang Ibu dari Bandung misalnya. Fanny berpendapat tidak masalah membawa anak ke TPS untuk melihat situasi. Menurutnya, ini dapat dijadikan kesempatan untuk mengenalkan kegiatan Pemilu dan azas demokrasi pada anak. Meski begitu, Fanny tidak ingin mengajak anak menunggu sampai waktu pembukaan kotak atau perhitungan suara. "Biasanya suka panaas dan penuh emosi!" tukas Fanny tentang kekhawatirannya.
Sementara Watiek Ideo, yang tinggal di Surabaya, bercerita kalau ia pernah mengajak anak masuk hingga ke bilik suara dan anaknya bertanya macam-macam. "Ya, dijelasin saja sesederhana mungkin, asal jangan sampai kelamaan," ujarnya. Watiek yang juga seorang penulis buku anak, memilih melanjutkan diskusi dengan anak di rumah setelah selesai memberikan suaranya.
ADVERTISEMENT
Lain lagi pengalaman Wresti Wrediningsih, ibu dua anak dari Yogyakarta. Wresti pernah membawa anak-anaknya yang masih balita ke TPS dan ternyata mereka lebih tertarik dengan tinta di ujung jari Wresti dan suaminya. Dari sana, Wresti, menjelaskan pada anak-anaknya tentang kejujuran menggunakan hak pilih satu kali saja. "Tidak sampai menjelaskan tentang memilih siapa deh, pokoknya!"
Senada dengan Wresti, Irma Andriani, yang tinggal di Jakarta Selatan, mengaku selalu mengajak dua anak laki-lakinya ke TPS saat pemilu maupun pilkada. "Tapi enggak sampai ikut ke bilik dong, kan rahasia," ujar Irma, "Tugas mereka hanya memerhatikan dan fotoin jari Mama-nya saja sebagai bukti sudah menggunakan hak suara sebagai warga negara yang baik."
Petugas sedang menata kota pemilihan suara. (Foto: Muhammad Iqbal/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas sedang menata kota pemilihan suara. (Foto: Muhammad Iqbal/kumparan)
Tapi bagaimana menurut psikolog? Boleh tidak sih, membawa anak ke TPS? Bila boleh, apa rambunya atau adakah yang harus diperhatikan oleh orang tua? Kali ini, kumparanMOM menanyakan pendapat beberapa orang psikolog anak dan keluarga sekaligus untuk menjadi panduan Anda.
ADVERTISEMENT
Apa saja kata mereka?
Alzena Masykouri, M.Psi, Psi., psikolog klinis anak dan remaja dari Sentra Tumbuh Kembang Anak, Kancil, Duren Tiga, Jakarta Selatan, mengatakan, boleh saja mengajak anak ke TPS untuk menunjukkan atau menyampaikan pada anak proses yang terjadi. Namun menurut Alzena, orang tua tidak perlu membawa anak sampai ke bilik suara atau dengan kata lain, anak tidak perlu tahu pilihan orang tuanya. "Kecuali bila anak sudah berusia lebih dari 12 tahun, bisa diberi penjelasan lebih jauh," ujar Alzena pada kumparanMOM, Senin, (25/6) kemarin.
Demikian juga menurut Anna Surti Ariani M.Psi, Psi. psikolog dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia yang biasa disapa Nina ini mengatakan, sebaiknya anak tidak diajak masuk ke bilik pencoblosan. Menurut Nina, "Anak bayi atau balita bisa saja malah mengganggu. Misalnya ingin ikut membuka lembaran kertas atau mencoblos. Lebih baik, ibu datang ke TPS bersama orang dewasa lain yang bisa dipercaya untuk bergantian menjaga anak."
ADVERTISEMENT
Selain itu, anak juga dikhawatirkan Nina belum paham atau mampu menjaga rahasia. Tidak lucu kan, kalau keluar dari bilik tiba-tiba si kecil meneriakkan pilihan Anda?
Bagaimana dengan anak yang lebih besar? "Kalau memang tujuan mengajak anak adalah agar anak belajar tentang proses pemilihan pemimpin, kita juga perlu mengajarkan tentang asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pelajaran abstrak seperti ini kan, perlu sekali diberikan lewat pengalaman konkret. Jadi anak paham kalau ia tidak perlu masuk bilik, dan tidak perlu mengetahui pilihan orang tuanya."
Surat suara Pilkada (Foto: ANTARA FOTO/Prasetia Fauzan)
zoom-in-whitePerbesar
Surat suara Pilkada (Foto: ANTARA FOTO/Prasetia Fauzan)
Pendapat Karina Adistiana MPsi. Psi, psikolog pendidikan dan perkembangan agar berbeda. Menurut psikolog yang juga inisiator Gerakan Peduli Musik Anak ini, ia sendiri bahkan pernah mengajak keponakannya yang berusia 7 tahun ke TPS dan masuk sampai ke dalam bilik suara. "Untuk menunjukkan apa yang kulakukan sehingga diskusi kami lebih mendalam," ujar Anyi, demikian Karina biasa disapa.
ADVERTISEMENT
Tentu saja menurut Anyi orang tua juga perlu peka memilih waktu yang tepat supaya kehadiran anak tidak mengganggu pemilih lain maupun proses diskusi serta memerhatikan kesiapan anaknya juga. "Kebetulan keponakan saya suka belajar hal baru dan sangat terbiasa diskusi dengan orang tua maupun tante atau pamannya. Ia juga dibiasakan membahas banyak hal bersama keluarga, bukan bersama orang lain. Pilihan dalam pilkada termasuk salah satu yang tidak akan ia bahas dengan teman ataupun orang lain di luar keluarga," tutur Anyi.
Anyi menambahkan, mengajari kerahasiaan pada anak memang penting dan menarik. Itu sebabnya, pelajaran mengenai pemilu atau pilkada seharusnya dilakukan tidak hanya di TPS, tapi sejak sebelum hingga sesudahnya. Salah satu ajaran yg perlu ditekankan orang tua misalnya, untuk tidak merundung orang lain karena pilihannya.
ADVERTISEMENT
"Ini sebenarnya kan, bukan hanya pilihan politik, tapi juga pilihan-pilihan lain. Kalaupun pilihan orang lain salah, ada hukum yang berlaku di negara ini dan kita tidak memilih perundungan sebagai solusi. Ajari anak menghargai pilihan orang lain. Tidak memaksa kalau orang lain tidak memberitahu pilihannya dan kalaupun tahu pilihan orang lain, ya harus menerima hal itu sebagai pilihan pribadi," Anyi melengkapi.
Apa yang dikatakan Anyi, didukung juga oleh Nina. "Kalau memang orang tua sudah jelas banget memilih siapa, maka anak tetap perlu diingatkan untuk menghargai kerahasiaan pilihan. Enggak usah teriak-teriak saat bertanya, 'Papa jadi coblos calon X, kan?' misalnya,” Nina mencontohkan.
Nina juga berpesan, sebelum datang ke TPS, jangan lupa lakukan beberapa pembicaraan. Sampaikan kosa kata apa saja yang akan banyak muncul pada anak. Misalnya ‘bilik’, ‘coblos’, ‘paslon’ dan lain sebagainya. Sepakati juga aturan apa saja yang perlu dilakukan atau diikuti anak selama di TPS. Misalnya, tidak lari jauh-jauh saat orang tua sedang di bilik, tetap duduk di lokasi tertentu, atau jangan meneriakkan nama calon.
Jessica Iskandar bersama anaknya di TPS 22. (Foto: Prabarini Kartika/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jessica Iskandar bersama anaknya di TPS 22. (Foto: Prabarini Kartika/kumparan)
Lantas apalagi yang dapat dilakukan orang tua sebelum dan setelah mengajak anak ke TPS? Apa yang dilakukan oleh Jasmin Jasin, ibu dari satu orang putra di Cipete, Jakarta Selatan mungkin bisa jadi inspirasi Anda.
ADVERTISEMENT
"Saya selalu mengajak Nabil ke TPS setiap kali kami nyoblos dan melakukan diskusi sebelum dan setelahnya. Diskusi kami disesuaikan dengan kemampuannya memahami dan menalar pada usia tersebut. Tambah besar, tambah kompleks tentunya," cerita Jasmin pada kumparanMOM Selasa (26/6) pagi.
"Selain itu di sekolah kami juga melakukan simulasi pemilu versi anak-anak dengan tahapan lengkap dan persis seperti pemilu beneran. Dari mulai siswa dapat surat undangan memilih, sampai proses penghitungan suara," lanjut Jasmin yang juga merupakan Kepala Sekolah SD Gemala Ananda di bilangan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, "Kemasan 'pemilu'-nya beragam biar para siswa enggak bosan. Pernah kami mengadakan Pemilu Karoke alias Pemilihan Umum Kartun Paling Oke, pernah juga siswa kelas VI bikin 'partai' yang menjual program ke adik-adik kelasnya. Pemenang pemilu betul-betul menjalankan programnya."
ADVERTISEMENT
Menurut Jasmin, cara ini juga dapat diadopsi di lingkup yang lebih kecil atau rumah Anda sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing keluarga. "Jadi anak bisa merasakan nyoblos dan belajar konsepnya namun tetap dengan cara yang menyenangkan serta mudah dipahami anak."
Nah, bagaimana, Moms? Siap mengajak si kecil ke TPS besok?
Jangan lupa, nantikan laporan lengkap Pilkada Serentak 2018 di kumparan melalui topik Pilkada Serentak 2018 di kumparan ya, Moms. Bila memiliki informasi terkait Pilkada Serentak 2018, Anda juga dapat mengirimkannya melalui email [email protected], atau bisa melalui sosial media resmi kumparan: instagram kumparan, twitter @kumparan dan Facebook @kumparancom