BKKBN: 57% Ibu di Indonesia Alami Baby Blues, Tertinggi di Asia

4 Februari 2024 11:55 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi depresi pada ibu usai melahirkan. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi depresi pada ibu usai melahirkan. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melaporkan ada 57 persen ibu di Indonesia yang mengalami gejala baby blues. Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara peringkat tertinggi di Asia dengan risiko baby blues.
ADVERTISEMENT
"Baby blues syndrome merupakan keadaan depresi yang bersifat sementara dan biasa dialami oleh kebanyakan ibu yang baru melahirkan karena adanya perubahan hormon," kata Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN, Nopian Andusti, dalam Kelas Orang Tua Hebat (Kerabat) seri pertama pada tahun 2024 dengan tema "Yuk, kenali dan cegah baby blues", seperti dikutip dari Antara.
Ia menjelaskan penurunan hormon tertentu dalam jumlah yang banyak dan secara tiba-tiba akan menurunkan stamina ibu pasca-melahirkan.
Selain itu, lanjutnya, konflik batin atas kemampuan seseorang yang baru menjadi ibu mengakibatkan rasa cemas berlebih atas penerimaan, serta penolakan terhadap peran baru, bisa mengakibatkan seorang ibu mengalami baby blues syndrome.
Untuk itu, BKKBN berencana meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kader Bina Keluarga Balita (BKB), sebagai salah satu upaya menekan angka ibu dengan baby blues di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Melalui Kerabat seri satu di tahun 2024 ini, kami berharap dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kader BKB dan peserta mengenai keadaan baby blues, sehingga peserta maupun kader BKB dapat mengetahui dan menindaklanjuti saat diri sendiri maupun orang sekitar mengalami baby blues," ucapnya.

Kata Psikolog soal Banyaknya Kasus Baby Blues pada Ibu di Indonesia

Ilustrasi kesehatan mental ibu atau wanita alami depresi. Foto: aslysun/Shuttterstock
Sementara itu, Psikolog dari Ikatan Psikologi Klinis Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Naftalia Kusumawardhani menjelaskan, proses hamil merupakan proses berat yang dialami seorang, sehingga bisa berpengaruh pada kesehatan mental ibu.
"Proses hamil itu berat bagi seorang ibu, ke mana-mana selama sembilan bulan membawa bayi bukanlah hal yang mudah. Bagi ibu yang kehamilannya diharapkan, tentunya masa itu menyenangkan. Tetapi bagi mereka yang tidak berharap hamil, pernah mengalami kesulitan sebelumnya, sedang konflik dengan keluarga, dan sebagainya, maka masa kehamilan ini bisa jadi tidak menyenangkan," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Bahkan, ada ibu yang menyesali kehamilannya karena hal itu berdampak pada hubungan rumah tangganya.
"Ada salah satu klien yang mengaku saat kehamilan pertamanya, dia mengalami stres yang berat karena suaminya selingkuh. Ibu itu bercerita, 'Seandainya aku enggak hamil, aku bisa meninggalkan suamiku dengan gampang'," tuturnya.
Psikolog yang praktik di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Waru, Jawa Timur, itu menjelaskan pengalaman-pengalaman ketika hamil akan berpengaruh pada bagaimana sikap ibu terhadap bayi ketika melahirkan.
"Jadi pengalaman-pengalaman ketika hamil akan mempengaruhi proses hamil dan sikap ibu, juga mempengaruhi sikap anak terhadap kehidupan dan keluarganya, jadi saling berkait," paparnya.
Untuk itu, ia menekankan pentingnya dukungan keluarga terdekat kepada sang ibu untuk mencegah kondisi baby blues, sehingga baik ibu maupun anak dapat memiliki hubungan emosional yang terjalin dengan baik.
ADVERTISEMENT