Penjelasan Hindia Usai Dituding Menyebarkan Ajaran Satanic

20 November 2023 10:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyanyi Pria, Hindia. Foto: Dok. Sun Eater
zoom-in-whitePerbesar
Penyanyi Pria, Hindia. Foto: Dok. Sun Eater
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penyanyi Baskara Putra atau Hindia menjadi pembicaraan beberapa waktu lalu. Hindia dituduh menyebarkan ajaran satanic atau satanisme di konser Lagipula Hidup Akan Berakhir (LHAB). LHAB merupakan album kedua Hindia yang memuat 28 lagu.
ADVERTISEMENT
Hindia dituding menampilkan beberapa simbol satanic dalam konser. Misalnya saja, sebuah patung sosok bersayap sedang mengangkat dua jari. Sejumlah pihak menyamakan patung itu dengan Baphomet, patung ikonik dalam satanisme.
Hal lain yang membuat Hindia dituding sebagai penganut satanisme karena ia mengajak penonton menutup mata dengan kain. Momen itu terjadi ketika Hindia membawakan lagu Matahari Tenggelam. Dalam lagu itu juga termuat lirik ‘kudoakan kita semua masuk neraka’.
HINDIA memeriahkan panggung we the fest 2023 di GBK Sport Complex, Senayan, Jakarta, Minggu (23 Juli 2023). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Usai ramai dibicarakan, Hindia memberikan penjelasan lewat unggahan di akun Instagram pribadinya pada Minggu (19/11). Pertama soal Matahari Tenggelam, salah satu lagu di album LHAB.
Lagu itu sudah pernah dirilis di kanal YouTube Sun Eater dalam bentuk video Live performance. Itu menjadi bagian dari dokumenter/video ‘Hari ke-123’.
ADVERTISEMENT
Hindia mengatakan video itu merupakan versi demo dari lagu. Namun tidak ada lirik yang berubah sampai ke versi di album dan konser LHAB.
“Secara singkat, Matahari Tenggelam adalah lagu tentang cyberbullying dan mentalitas berkelompok orang-orang di internet. Konteks dari lagu ini juga dapat dilihat di video lirik Matahari Tenggelam (kanal YouTube Hindia) sebelum lagu dimulai,” tulis Hindia.
Penyanyi Baskara Putra Atau Hindia. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Hindia menulis lagu Matahari Tenggelam saat berada di puncak kebenciannya terhadap internet setelah bullying yang menargetkannya sebelumnya. Pria 29 tahun itu menjelaskan lirik yang dipermasalahkan.
“Kalimat yang dipermasalahkan: "kudoakan kita semua masuk neraka" ini merupakan kiasan ekstrem yang menggambarkan rasa sakit hati dan keinginan saya agar semua orang yang "gagah di balik kaca" (baca: di balik akun media sosial mereka) merasakan "neraka" yang saya rasakan tiap kali dicerca ramai-ramai,” tulis Hindia.
ADVERTISEMENT
Hindia menyadari kalimat itu ekstrem. Namun, ia pribadi menyukai karya yang jujur, seburuk apa pun muatannya.
“Karena lagu merupakan katarsis bagi saya memahami dan mencerna perasaan saya, dan perasaan tersebut merupakan perasaan yang sangat mengganggu dan saya merasa harus dikeluarkan agar tidak terpendam dan meledak dalam diri sendiri,” tulis Hindia.
Baskara Putra Hindia Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Hindia kemudian menjelaskan soal adegan menutup mata dengan kain yang penonton harus bawa sebelumnya saat konser LHAB di Blue Valley House of Communion, Jakarta, pada 30 September lalu. Hindia mengatakan ada beberapa alasan hal itu harus dilakukan.
Alasan pertama karena kebutuhan teknis. Hindia menyatakan pihaknya ingin mencoba pencahayaan dan visual spesifik (horror dan unsettling) untuk lagu Matahari Tenggelam.
“Dan materi serta pergerakannya sensitif terhadap penonton yang memiliki keadaan mental tertentu dan/atau memiliki sejarah seizure,” tulis Hindia.
ADVERTISEMENT
“Kami memikirkan bagaimana caranya memiliki safety net untuk manuver ini, tapi di saat yang bersamaan terasa menarik dan melebur menjadi satu kesatuan konsep,” lanjutnya.
Penyanyi Baskara Putra Atau Hindia. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Kemudian, Hindia mengatakan, dalam mitologi yang dibangun untuk konser dan kota fiksi Blue Valley, para penonton yang melihat malaikat-malaikat maut itu dapat mengalami kegilaan dan/atau kebutaan. Hal itu terinspirasi dari berbagai fiksi horror/lovecraftion/sci-fi populer seperti makhluk di film Bird Box dan Weeping Angela di serial Doctor Who.
“Dalam konser, 'adegan' kedatangan malaikat maut tersebut terjadi di lagu Matahari Tenggelam, simbolisasi dari malaikat maut yang menggambarkan kemajuan teknologi dan kuasa algoritma di media sosial, juga terkait dengan lagu, menggambarkan penggiringan opini di internet,” tulis Hindia.
Hindia mengungkapkan alasan visual malaikat maut dibuat menyeramkan. Hal itu untuk menggambarkan malaikat maut tersebut yang menjelma menjadi 'konten' dalam layar panggung.
ADVERTISEMENT
“Dalam mitologi kota fiksi Blue Valley (konsep Jakarta), malaikat-malaikat ini dapat menjelma menjadi apa saja dan siapa saja. Hal ini terjadi dua kali di konser: saat malaikat maut 'mengambil alih' visual saat lagu Wawancara Liar Pt. 2 dimainkan, dan saat 'mengambil alih' visual sat lagu Matahari Tenggelam,” tulis Hindia.
Baskara Putra Hindia Foto: Helmi Afandi Abdullag/kumparan
Secara konteks, Hindia mengatakan, Matahari Tenggelam berbicara tentang pengguna internet yang mudah sekali disetir opininya dengan berbagai macam cara.
“Kita seakan buta saat sudah memutuskan untuk membenci sesuatu di dunia maya,” tulisnya.
Menutup mata di konser saat lagu Matahari Tenggelam, kata Hindia melambangkan hal tersebut. Orang-orang, lanjut dia, dibutakan oleh penggiringan opini di internet.
“Dan membuktikan bahwa semudah itu juga saya mendorong orang untuk melakukan sesuatu hal yang tidak mereka mengerti (baca: menutup mata saat konser) melalui ajakan via internet,” tulis Hindia.
ADVERTISEMENT

Hindia Tidak Berniat Menyebarkan Ajaran Satanic

Mengenai hal lain terkait live performance Matahari Tenggelam yang bukan dari konser LHAB Jakarta seperti penggunaan visual berbidang segitiga, kata Hindia, merupakan kebutuhan estetik semata. Untuk gestur tangan membentuk tanduk, menurut Hindia, merupakan ekspresi artistik dirinya di panggung.
“Yang dalam narasi lagu diposisikan sebagai figur yang diserang dan didemonisasi oleh orang-orang di internet,” tulis Hindia.
Hindia memastikan dirinya tidak berniat untuk menghasut, mengajak atau menyebarkan ajaran tertentu, lebih-lebih aliran satanis. Sebab, menurut Hindia, simbol-simbol yang ada merupakan konsep dan satu kesatuan estetika dari album dan konser LHAB.
“Miskalkulasi saya adalah tidak memberikan konteks dan penjelasan yang menyeluruh terhadap unsur bahasa visual dan arahan artistik yang digunakan dalam konser LHAB,” tulis Hindia.
ADVERTISEMENT
“Oleh karenanya, saya meminta maaf terhadap kegaduhan yang terjadi beberapa hari belakangan ini,” tutupnya.