Efek Panjang Hilangnya Kemampuan Indera Penciuman dan Perasa Pasien COVID-19

13 Januari 2021 9:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tak bisa mencium bau makanan Foto: Dok.Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tak bisa mencium bau makanan Foto: Dok.Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setelah berbulan-bulan melewati pandemi COVID-19, para ilmuwan telah mengumpulkan beberapa pengetahuan tentang virus ini —salah satunya pengaruh virus terhadap indera penciuman dan pengecap.
ADVERTISEMENT
Hilangnya kemampuan mengenali bau dan rasa menjadi salah satu kondisi yang mengkhawatirkan. Namun, efek ini tidak berhenti hanya sampai di situ, kondisi tersebut ternyata dapat memengaruhi nutrisi dan kesehatan mental.
Mengutip New York Times, Katherine Hansen memiliki indera penciuman yang tajam —dia dapat menciptakan kembali hampir semua hidangan restoran di rumah tanpa resep, hanya dengan mengingat aroma dan rasanya. Namun, di bulan Maret, ia kehilangan indera penciuman dan diikuti dengan indera pengecap. Sekarang, Katherine masih belum bisa mencicipi makanan, dan berkata dia bahkan tidak bisa mentolerirnya.
"Saya seperti seseorang yang kehilangan penglihatannya," kata Katherine. “Mereka tahu seperti apa bentuknya. Saya tahu bagaimana rasanya, tapi saya tidak bisa sampai merasakan."
ADVERTISEMENT

Mengenal anosmia, gejala berkurangnya indera penciuman dan perasa

Ilustrasi tidak nafsu makan Foto: Shutter Stock
Berkurangnya kemampuan indera penciuman, yang disebut anosmia, telah muncul sebagai salah satu gejala COVID-19. Bagi beberapa pasien, ini adalah gejala pertama mereka —dan terkadang satu-satunya.
Anosmia terjadi secara tiba-tiba dan secara dramatis pada pasien. Sebagian besar mendapatkan kembali indera penciuman dan pengecap setelah pulih, biasanya dalam beberapa minggu.
Tetapi, beberapa pasien seperti Katherine, belum sembuh, dan dokter tidak dapat mengatakan kapan atau apakah indera tersebut akan kembali.
Kondisi menumpuknya kasus anosmia, membuat beberapa ahli khawatir bahwa pandemi dapat membuat sejumlah besar orang kehilangan bau dan rasa secara permanen —mendesak para peneliti untuk mempelajari lebih lanjut tentang mengapa pasien kehilangan indera esensial ini, dan bagaimana membantu mereka.
ADVERTISEMENT
“Banyak orang telah melakukan penelitian penciuman selama beberapa dekade dan mendapatkan sedikit perhatian,” kata Dr. Dolores Malaspina, profesor psikiatri, ilmu saraf, genetika dan genomik di Icahn School of Medicine at Mount Sinai.
Ilustrasi swab test. Foto: Shutter Stock
Pasalnya, bau sangat erat kaitannya dengan rasa dan nafsu makan, anosmia sering kali merampas kenikmatan makan. Tidak hanya itu, anosmia dapat berdampak besar pada suasana hati dan kualitas hidup.
Bahkan, sebuah penelitian mengaitkan anosmia dengan isolasi sosial dan anhedonia (ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan), serta rasa keterasingan dan isolasi.
“Ingatan dan emosi terkait erat dengan penciuman, dan sistem penciuman memainkan peran penting meskipun sebagian besar tidak memperbaiki emosional,” kata Dr. Sandeep Robert Datta, seorang profesor neurobiologi di Harvard Medical School.
ADVERTISEMENT
“Ketika seseorang ditolak indera penciumannya, itu mengubah cara mereka memandang lingkungan dan tempatnya. Rasa sejahtera orang menurun. Ini bisa sangat gelisah dan bingung.”
Ilustrasi stres. Foto: Shutterstock
Selain itu, efek yang paling langsung dirasakan dari gejala virus corona ini mungkin terlihat memengaruhi faktor nutrisi. Orang dengan anosmia dapat terus merasakan rasa dasar —asin, asam, manis, pahit, dan umami.
Namun, kebanyakan orang yang tidak dapat mencium akan kehilangan nafsu makan, membuat mereka berisiko mengalami kekurangan nutrisi dan penurunan berat badan.
Kara VanGuilder, mengatakan kalau berat badannya turun 9 kilogram sejak Maret, ketika indera penciumannya lenyap. “Saya menyebutnya diet COVID,” kata Kara. “Tidak ada gunanya menikmati brownies jika saya tidak bisa benar-benar mencicipinya.” Sementara dia bercanda tentang hal itu, dia menambahkan, kerugian itu membuatnya sedih.
ADVERTISEMENT
Tanpa kita sadari, bau juga berfungsi sebagai “sistem alarm utama” yang memperingatkan manusia akan bahaya di lingkungan, seperti kebakaran atau kebocoran gas.
Manusia terus-menerus waspada di lingkungan mereka untuk mencari bau yang menandakan perubahan dan potensi bahaya, meskipun prosesnya tidak selalu disadari, kata Dr. Dalton, dari Monell Chemical Senses Center. Bau mengingatkan otak pada hal-hal biasa, seperti pakaian kotor, dan risiko lain, layaknya mendeteksi makanan busuk.
Reporter: Natashia Loi