3 Chef Memberi Tanggapan Soal RUU Larangan Minuman Beralkohol

18 November 2020 11:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi bir Foto: dok.Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bir Foto: dok.Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
DPR kembali membahas rancangan UU terkait larangan minuman alkohol (RUU Minol) setelah sebelumnya rancangan ini pertama kali diusulkan pada 2015. Total ada 21 orang pengusul, asal Fraksi PPP, PKS, dan Gerindra.
ADVERTISEMENT
Dalam Pasal 4 menyebutkan yang dimaksud dengan minuman beralkohol, adalah semua minuman yang mengandung etanol baik jenis tradisional maupun campuran atau racikan; dengan kadar mulai dari 1 hingga 55 persen.
Babak baru terkait pembahasan hukum minuman beralkohol di Indonesia ini pun langsung menuai pro dan kontra. Termasuk di kalangan para chef yang merupakan salah satu pelaku dalam industri Food and Beverage (F&B).
Terkait hal tersebut, kumparan pun mencoba menghubungi 3 chef ternama Tanah Air, dan meminta pendapat mereka terkait RUU Larangan Minuman Beralkohol ini. Ada yang mendukung dengan syarat judul RUU diubah, namun ada pula yang tak setuju. Berikut tanggapan dari ketiga chef tersebut selengkapnya:

1. Chef Chandra Yudasswara

Chef Chandra Yudasswara Foto: dok.Chef Chandra Yudasswara
Chef Chandra Yudasswara merupakan juru masak selebriti yang kiprahnya sudah tak diragukan lagi. Ia juga memiliki beberapa restoran ternama di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kepada kumparan ia mengatakan tidak setuju dengan RUU minol. Menurutnya, Indonesia adalah negara Bhineka Tunggal Ika yang terdiri dari beragam budaya dan kepercayaan. Termasuk, setiap warganya memilik hak untuk memutuskan mengkonsumsi alkohol atau tidak.
Chef yang baru saja membuka restoran di Bandung itu juga memprediksi dampak bila RUU ini disahkan. "Aku sih enggak dukung RUU-nya. Pasti (akan) imbas ke industri pariwisata domestik dan internasional," katanya melalui pesan singkat, yang dikirimkan Selasa (17/11).
Namun, terkait imbas untuk restorannya, Chef Chandra tak terlalu mengkhawatirkan hal itu, lantaran RUU tersebut kabarnya tak akan berlaku bagi mereka yang sudah memiliki izin penjualan minuman beralkohol. Sebagai pemilik restoran yang taat peraturan, ia pun mengaku telah mengantongi izin tersebut.
ADVERTISEMENT

2. Chef Yuda Bustara

Chef Yuda Bustara saat mengolah hidangan Foto: Luthfa Nurridha/Kumparan
Celebrtiy chef satu ini juga mengutarakan ketidak setujuannya terkait RUU Minol yang sedang digodok DPR. Chef Yuda Bustara turut menyoroti dampak rancangan undang-undang nantinya terhadap umat non-muslim dan UMKM arak lokal.
Hampir mirip dengan Chef Chandra, Chef Yuda juga mengkhawatirkan keterlibatan larangan minuman beralkohol yang akan berdampak untuk arak lokal; yang kerap menjadi minuman persembahan saat upacara tradisi di Indonesia.
"Kalo menurut saya dari point of view chef, akan sangat merugikan umat non muslim dan UMKM arak lokal, karena secara tradisi Indonesia yang beragam. Arak adalah minuman khas beberapa daerah, begitu wine yang digunakan saat upacara keagamaan, alcohol local juga salah satu satu product yang kita import keluar negeri, seperti wine bali dan arak bali," tegasnya.
ADVERTISEMENT

3. Chef Lucky Suherman

Chef Lucky Suherman, founder Komunitas Pelaku Kuliner Foto: Dok.Chef Lucky Suherman/Instagram
Berbeda dengan kedua chef sebelumnya, Chef Lucky Suherman justru mengatakan pada dasarnya RUU ini baik, hanya saja ia menyarankan untuk mengganti judul rancangan tersebut.
"Namun sebagai judulnya, harusnya diubah menjadi pembatasan atau peraturan, karena kalau larangan mindset-nya langsung melarang. Padahal (dalam RUU) ada yang memperbolehkan terkait keagamaan, wisatawan, dan tempat-tempat khusus," ucapnya.
Laki-laki yang juga merupakan penggagas Komunitas Pelaku Kuliner (KPK) itu juga tak terlalu menghiraukan soal dampak RUU Minol pada restoran dan hotel; karena memang tak tertera dalam isi.
Hanya saja, ia mengaku tak menyetujui terkait minuman alkohol yang masih bisa diorder melalui platform ojek online. Menurutnya, hal ini bisa merusak pasar hingga membahayakan, terutama anak-anak belum cukup umur.
ADVERTISEMENT
"Pada dasarnya setuju, positif. Tetapi harus perubahan nama (judul) 'larangan' tetapi jadi 'peraturan.' Dan, klausanya harus diperjelas lagi supaya tak menjadi abu-abu," tutupnya.