Si Gila Bielsa yang Akan Menggila bersama Leeds

8 Agustus 2018 16:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Marcelo Bielsa diskors Lille. (Foto: AFP/Francois Lo Presti)
zoom-in-whitePerbesar
Marcelo Bielsa diskors Lille. (Foto: AFP/Francois Lo Presti)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Marcelo Bielsa adalah sosok yang pantas untuk dicemburui. Ia liar dan tak berakar, tidak peduli dengan klubnya, negaranya, profesinya, atau apa pun yang kerap dipermasalahkan banyak orang yang hidup di dalam koridor sepak bola.
ADVERTISEMENT
Saat pelatih lain berlomba-lomba untuk menjadi genius, Bielsa tetap dengan caranya sendiri, menjadi gaucho. Saat pemain lain kukuh menulis puisi yang mewujud dalam gerak di atas lapangan, Bielsa menginginkan anak-anak didiknya tampil selayaknya Juan Pablo Castel, tokoh utama dalam novel The Tunnel (ngomong-ngomong, ini novel singkat yang bagus sekali) karya penulis Argentina, Ernesto Sabato: Teguh dengan cara pandang sendiri akan sepak bola dan terpusat pada pemikirannya.
Serupa Sabato yang memulai The Tunnel dengan pengakuan Castel membunuh perempuan bernama Maria Iribarne, Bielsa membunuh kekangan yang dibentuk oleh suatu formasi tertentu. Bielsa akan memulai laga dengan formasi 3-3-3-1. Namun, begitu laga dimulai, formasi tadi akan ditinggalkan. Bielsa akan meminta anak-anak didiknya untuk melakukan man to man marking yang ekstrem.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, formasi Marseille akan sesuai dengan keberadaan lawan mereka masing-masing. Marseille boleh mengawali laga dalam satu skema, tapi formasi akan lenyap begitu peluit dibunyikan. Bek-bek mereka akan melakukan penjagaan terhadap para penyerang lawan, sementara gelandang-gelandangnya akan bertarung melawan gelandang bertahan lawan. Lantas, para penyerang harus beradu dengan rombongan pemain bertahan lawan.
Bermain dengan man to man marking memang memiliki tuntutan dan risiko. Para pemain dituntut untuk memiliki fokus yang tinggi terlebih saat pergantian lawan yang memungkinkan terciptanya ruang dan momentum untuk melepaskan serangan balik. Di sisi lain, pengawalan ekstrem ini memungkinkan anak-anak asuh Bielsa tidak kehilangan momentum untuk mencuri bola dan melepaskan umpan kunci kepada penyerang yang bisa berbuah gol.
ADVERTISEMENT
Obsesi Bielsa terhadap sepak bola menyerang yang begitu intens lahir dari ruangannya yang paling pribadi. Di ruangan tersebut, ia akan menonton video sendirian dan menganalisisnya. Dalam sehari, Bielsa terbiasa menyaksikan dua video pertandingan untuk dianalisis.
Lantas, obsesi yang dibangunnya dari pengamatan detail ini dimuntahkan sejadi-jadinya di area latihan. Bielsa akan memaksa anak-anak asuhnya untuk berlari, menempatkan mereka dalam situasi persis seperti pertandingan.
Dalam satu video latihannya, Bielsa menginstruksikan anak-anak asuhnya untuk berlatih penyelesaian akhir. Di sesi ini, tak ada orang yang ditunjuk khusus sebagai kiper dan eksekutor. Semua pemain kebagian peran sebagai eksekutor dan kiper. Bila satu eksekutor selesai menendang, ia harus segera beralih peran menjadi kiper, dan begitu seterusnya.
ADVERTISEMENT
Yang menarik, pertukaran ini tidak dilakukan dengan lambat atau berjalan. Setiap pemain diperintahkan untuk berlari dalam setiap pertukaran peran. Para penendang juga akan diminta untuk menendang dari luar kotak penalti, sehingga stamina yang dibutuhkan untuk berlari dan bertukar peran yang dibutuhkan itu juga cukup tinggi.
Latihan ini sepintas terlihat menyiksa para pemain, tapi memang stamina seperti itulah yang dibutuhkan anak-anak asuhnya di lapangan. Pada dasarnya, Bielsa akan meminta para pemainnya untuk melakukan transisi dengan cepat, tanpa kehilangan penguasaan bola. Dua tuntutan ini bukan hanya membutuhkan fokus yang oke, tapi juga stamina prima yang stabil.
Karena formasi tim asuhan Bielsa akan langsung ‘menghilang’ begitu laga dimulai, maka juga diberikan satu sesi latihan yang ‘memaksa’ para pemain bermain dalam peran yang berlaga. Pernah satu ketika, pemainnya berkata bahwa mereka berlatih seperti tanpa penyerang.
ADVERTISEMENT
Mengenai metode kepelatihannya, Bielsa tak hanya menekankan pada kekuatan fisik, tapi juga pemahaman taktikal secara mendalam. Apa yang diterapkannya kepada Mauricio Pochettino menjadi contoh. Pelatih Tottenham Hotspur ini merupakan mantan anak didik Bielsa. Ceritanya dimulai saat Pochettino masih berusia 14 tahun.
Pochettino tak benar-benar sadar dengan pertemuannya itu karena Bielsa datang ke rumahnya pukul satu pagi, waktu Pochettino masih tidur dengan nyenyak. Hujan deras tak menghalangi Bielsa datang ke rumah Pochettino.
Begitu masuk ke kamar Pochettino, ia melihat bocah itu tertidur dengan kaki yang ditutupi selimut. Seketika, Bielsa langsung menyibakkan selimut itu dan mengamati postur Pochettino. Yang dibutuhkan Bielsa saat itu sebenarnya seorang penyerang, tapi yang ada di depannya adalah seorang bocah yang biasa bermain sebagai pemain bertahan.
ADVERTISEMENT
Suporter Marseille di laga perpisahan Bielsa. (Foto: BERTRAND LANGLOIS / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Suporter Marseille di laga perpisahan Bielsa. (Foto: BERTRAND LANGLOIS / AFP)
Bielsa tak peduli. Bocah itu dimintanya untuk datang ke tempat latihan. Pochettino ingat, Bielsa pernah memintanya untuk mengumpulkan dokumen tentang gaya permainan lawannya. Dokumen-dokumen itu harus dibacanya dengan teliti, dan ditambahkan dengan informasi yang harus dikumpulkan dari laporan pertandingan surat kabar tertentu.
Pochettino diberi waktu satu pekan, dan di pekan depannya, ia mesti mempresentasikan pengamatan dan analisisnya kepada tim kepelatihan Atletico Newell's Old Boys -klub mereka saat itu.
Bielsa memang tak muda lagi, usianya sudah 63 tahun. Namun, umur yang lewat setengah abad itu tak membuatnya buta teknologi. Pada 2015 lalu, laman resmi Marseille memperlihatkan satu gagasan Bielsa dalam teknologi kepelatihan.
Ia dan timnya memodifikasi mobil golf yang digunakan untuk membantunya dalam sesi latihan. Mobil golf ini dilengkapi dengan kamera dan peralatan kepelatihan. Dibandingkan dengan teknologi serupa, layar dan papan taktik yang digunakan lebih besar.
ADVERTISEMENT
Ada pula kamera yang ditancapkan di atasnya lengkap dengan peralatan studio. Tujuannya tak cuma merekam, tapi bisa digunakan sebagai alat evaluasi langsung di tempat latihan. Karena menggunakan mobil golf, teknologi yang bernama Rodonia Mobile ini juga tidak akan merusak rumput lapangan.
Bielsa akan bersikap keras di sepanjang latihan. Ia tak sungkan untuk berteriak dan mengekspresikan kekesalannya. Namun, di akhir setiap sesi latihan, Bielsa tak pernah lupa melakukan ini: bertepuk tangan dan bersorak untuk kerja keras yang diberikan para pemainnya di sepanjang sesi latihan killer gagasannya.
Sekali waktu, ia tertangkap kamera saat sedang menepuk-nepuk punggung Mario Lemina yang kepayahan untuk bangkit dan mengumpulkan napasnya seusai latihan. Bielsa tak ke mana-mana, ia berdiri di sana, menemani, dan membantu gelandangnya itu untuk berdiri. Walau Lemina sudah bisa berdiri, Bielsa menunggu sejenak sampai ia yakin betul bahwa anak asuhnya itu sudah mendapatkan kekuatannya kembali.
ADVERTISEMENT
Bielsa memang pribadi yang keras dan eksentrik sekaligus. Sejanggal apa perilakunya dibandingkan para pelatih lain dapat dilihat dengan jelas di konferensi pers sebelum dan sesudah laganya bersama Leeds. Pada Sabtu (5/8/2018), Leeds menutup pertandingan melawan Stoke City dengan kemenangan 3-1.
Bielsa tidak terkenal sebagai sosok yang fasih berbahasa Inggris. Bukannya tak bisa sama sekali, hanya tak fasih. Sadar akan kondisi yang demikian, ia meminta bantuan seorang penerjemah. Biasanya, pelatih yang menggunakan penerjemah akan berbicara dalam bahasa aslinya dan penerjemahlah yang menyampaikannya dalam bahasa apa pun yang dibutuhkan kepada publik.
Namun, Bielsa berbeda. Ia meminta penerjemahnya untuk memberitahukannya apa yang harus disampaikan ke Bahasa Inggris dan Bielsa pulalah yang menyampaikan terjemahan itu kepada publik. Hasilnya memang tak terbata-bata, hanya kaku.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari seperti apa bentuk keesentrikan Bielsa, Leeds tidak akan pernah sama lagi. Di tangan Bielsa mereka akan dipaksa untuk bekerja keras sepanjang latihan dan pertandingan. Di bawah kepelatihan Bielsa, mereka akan dipersiapkan dan diperlakukan sebagai petarung, bukan sekadar pesepak bola.
Dalam laporan yang ditulis David Hytner untuk The Guardian, Bielsa memasuki sesi latihannya dengan satu pertanyaan: Sekeras apa para suporter kelas menengah ke bawah harus bekerja untuk bisa membeli tiket menonton pertandingan Leeds?
Yang dilakukan oleh Bielsa adalah meminta para pemainnya untuk memungut setiap sampah di sekeliling lokasi latihan mereka, Thorp Arch, selama tiga jam penuh. Yang diinginkan Bielsa, para pemainnya itu menyadari sekeras apa para penonton harus bekerja untuk memenuhi renjana mereka terhadap klub.
ADVERTISEMENT
Tiket yang dibeli para penonton itu tak hanya membuat para suporter dapat menonton pertandingan, tapi memberikan dukungan yang pada kenyataannya dibutuhkan oleh suporter. Intinya, untuk melakukan tugasnya sebagai pemain ke-12 pun, para penonton harus mengeluarkan uang yang tak sedikit sehingga menuntut mereka untuk bekerja keras.
Bayangkan, sudah bekerja sekeras itu, para suporter harus pulang dengan menelan kekecewaan karena timnya gagal memenangi pertandingan. Bagaimana para pemain menghargai kerja keras para suporter itu dengan bertanding sehebat-hebatnya, itulah yang ingin ditekankan Bielsa.
Suatu ketika, Bielsa marah besar di sesi latihan. Penyebabnya sederhana. Ia menemukan debu di lantai dan sidik jari di dinding-dinding Thorp Arch. “Ini tidak bisa diterima! Debu dan sidik jari ini membuktikan sebagian orang tidak mengerjakan tugasnya dengan sempurna, membuktikan bahwa mereka tidak fokus pada pekerjaannya!” Gila.
ADVERTISEMENT
Bielsa tak hanya menggilai permainan intens, tapi juga menggilai detail. Ia marah besar kepada pihak klub saat mereka tidak menyediakan pemain persis seperti keinginannya. Apa yang terjadi di Lazio pada musim kompetisi 2016/17 menjadi contoh.
Bielsa tadinya meminta presiden klubnya untuk membeli empat pemain yang sesuai dengan kebutuhannya. Sang presiden menyanggupi dan berjanji akan mendatangkan mereka paling lambat pada 5 Juli 2016, tepat di hari latihan perdana. Namun, pemain-pemain yang dijanjikan tak kunjung datang walau batas waktunya sudah lewat. Bielsa berang bukan kepalang. Ia memutuskan untuk hengkang dari Lazio walau umur jabatannya baru berlangsung dua hari.
Bielsa menuntut segalanya berjalan dengan sempurna, perfeksionis. Awalnya, latihan tempat pemain tim utama dan akademi Leeds dijadikan satu. Bielsa tak mau. Ia meminta ruang khusus timnya untuk berlatih, lengkap dengan dormitory dan ruang analisis untuk timnya.
ADVERTISEMENT
Ia menegaskan setegas-tegasnya bahwa tempat latihan adalah ruang kerja. Para pemain harus bekerja keras di sana mulai dari pukul 09:00 hingga 19:00 atau 20:00. Jam makan siang diberlakukan dengan ketat dengan waktu yang diatur sedemikian rupa. Bielsa memiliki tempat tidur sendiri di ruang kerjanya di klub. Itu menunjukkan selama apa ia akan berada di kantor untuk bekerja.
Kedatangan Bielsa menjadi penanda bahwa hari-hari pemain Leeds tak akan pernah sama lagi. Bielsa akan 'menyiksa' mereka di sesi latihan dan saat pertandingan. Bielsa memang minim gelar. Timnas Argentina yang pernah dididiknya baru sekali merebut gelar juara: medali emas Olimpiade Musim Panas 2004. Newell's Old Boys yang dilatihnya menjadi juara pada 1991 dan 1992, atau Velez Sarsfield merebut gelar pada 1998. Sebatas itu saja.
ADVERTISEMENT
Kedatangan Bielsa tak sama dengan pelatih-pelatih lain yang terlihat bisa menjamin gelar juara. Bielsa berbeda. Kemenangan dan gelar juara memang jadi hal yang dikejarnya sedemikian rupa. Namun, kalaupun gelar juara itu tak dapat direbut, setidaknya para pemain asuhan Bielsa akan menjadi atlet-atlet matang. Lihatlah seperti apa Florian Thauvin, Benjamin Mendy, Michy Bathsuayi, Dimitri Payet, atau Giannelli Imbula setelah menelan didikan keras Bielsa.
Bagaimanapun, Bielsa memang aneh dan cenderung sinting. Dan dengan segala kegilaan macam itu, tim didikan Bielsa -termasuk Leeds- tidak akan diberikan tugas untuk menciptakan ulang klub mereka (baca: mengulang sejarah, mengembalikan kejayaan), tapi untuk menciptakan ulang sepak bola itu sendiri, menyuntikkan energi dan memberikan wajah yang segar.
ADVERTISEMENT