YLKI: Setelah Kalung Antivirus Kementan, Bermunculan Klaim Obat Corona

10 Agustus 2020 11:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
YLKI Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
YLKI Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejak virus corona merebak di Indonesia, pengaduan konsumen yang diterima Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terkait masalah alat kesehatan meningkat.
ADVERTISEMENT
Dari total laporan yang masuk ke YLKI, 33 persen di antaranya merupakan pengaduan mengenai alat kesehatan. Mulai dari langka dan mahalnya harga masker hingga hand sanitizer, serta yang terbaru adalah makin maraknya klaim obat antivirus corona.
Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, salah satu faktor yang menyebabkan munculnya masalah tersebut yakni buruknya politik manajemen penanganan wabah yang dilakukan pemerintah.
Tulus menjelaskan, salah satu indikasi buruknya manajemen pemerintah itu yakni dari segi komunikasi para pejabat publik. Ia mencontohkan bahwa klaim-klaim mengenai antivirus tersebut muncul setelah Kementerian Pertanian mengklaim telah menemukan kalung antivirus corona berbahan eucalyptus.
"Sejak awal pejabat public memberikan contoh buruk dalam merespons virus corona, mulai dari nasi kucing, doa qunut anticorona, jamu pancasila, sampai terakhir kalung eucalyptus oleh Menteri Pertanian. Artinya selevel pejabat publik juga memberikan contoh kurang baik, membodohkan," ujar Tulus dalam diskusi membahas klaim obat COVID-19, Senin (10/8).
ADVERTISEMENT
"Sehingga kalau saat ini banyak klaim yang bermunculan, itu adalah efek dari itu semua. Oleh karena itu, jangan heran bermunculan klaim-klaim obat COVID-19 dengan jargon membunuh virus," sambungnya.
Tulus Abadi, ketua pengurus harian YLKI. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Menurut Tulus, manajemen politik pemerintah dalam menangani pandemi sudah keliru sejak awal. Upaya untuk penanganan kasus dibarengi langkah pemulihan perekonomian, malah membuat kedua sektor kian memburuk.
Alhasil, kata Tulus, kasus COVID-19 kian mengalami lonjakan. Sementara di sisi lain perekonomian juga malah merosot dan bahkan di ambang resesi.
"Pemerintah terlalu fokus pada masalah aspek kesehatan dan aspek ekonomi, hasilnya kita tahu semua COVID-19 makin luas. Dan terbukti juga pertumbuhan ekonomi nyungsep, yang dulu digadang-gadang aman toh nyatanya minus 5,32 persen dan kita di ambang resesi," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Adapun faktor lainnya yang menyebabkan klaim obat itu menjamur di media sosial, yakni tingginya tekanan konsumen secara psikologis di tengah situasi pandemi.
Selain itu, rendahnya literasi masyarakat terhadap obat-obatan, juga dimanfaatkan banyak pihak untuk meraup keuntungan. Hal itu makin diperparah dengan belum optimalnya penegakan hukum.
"Kasus yang masuk hukum selama ini divonis sangat ringan, hasilnya tidak optimal sehingga tidak menjerakan pelaku. Akibatnya terus terulang dan pelakunya masih sama," pungkas Tulus.