Terbitkan Obligasi Rp 2 T, KAI Mau Bayar Utang dan Ganti Kereta Tua
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI menerbitkan Obligasi II Kereta Api Indonesia Tahun 2019 senilai Rp 2 triliun. Direktur Utama KAI, Edi Sukmoro mengungkapkan, dana hasil penerbitan obligasi akan digunakan salah satunya untuk pembayaran sebagian pokok pinjaman pada PT Bank HSBC Indonesia sebesar Rp 1,2 triliun.
ADVERTISEMENT
Selain itu, KAI juga akan membeli gerbong baru untuk menggantikan gerbong tua yang berusia di atas 30 tahun.
“Kita berharap dalam obligasi ini yang kedua kalinya nanti akan digunakan untuk meremajakan kereta-kereta yang memang usianya sudah 30 tahun ke atas,” kata Edi di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Senin (11/11).
Edi mengungkapkan saat ini ada 672 gerbong kereta yang usianya di atas 30 tahun. Rinciannya ada gerbong kereta penumpang, kereta makan, kereta bagasi, dan kereta pembangkit. Pergantian gerbong tentu saja untuk meningkatkan pelayanan kepada penumpang.
“Karena kita berkeinginan berikan pelayanan yang lebih baik. Dari sisi kenyamanan, keamanan, dan keselamatan perjalanan kereta. Dan memang sarana atau armada yang kita punya memang sudah perlu diganti,” ujar Edi.
Selain itu untuk titik utama pembaruan sarana adalah melakukan repowering atau peningkatan daya sarana kereta api. Repowering ini meliputi pekerjaan penggantian mesin kereta penumpang, gerbong barang, pembaruan lokomotif, kereta rel diesel, rangkaian kereta, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
“Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi serta peningkatan layanan baik untuk angkutan penumpang maupun barang,” ungkap Edi.
Obligasi yang diterbitkan KAI ini merupakan yang kedua. Sebelumnya pada November 2017, KAI telah menerbitkan surat utang atau obligasi perdana sebesar Rp 2 triliun. Dana tersebut digunakan untuk mendanai proyek Kereta Bandara Soekarno-Hatta sebesar 55 persen, dan sisanya 45 persen untuk pengadaan kereta baru.
Penawaran obligasi I mendapat minat yang cukup besar dari para investor. Sebab permintaan obligasi mencapai Rp 5,2 triliun atau melebihi 2,5 kali dari nilai yang ditawarkan.