Surplus Neraca Perdagangan RI 46 Bulan Beruntun Diprediksi Berakhir Maret 2024

16 Maret 2024 16:29 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira. Foto: Jafrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira. Foto: Jafrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan 46 bulan berturut-turut dari Mei 2020. Terakhir, Indonesia surplus USD 0,87 miliar pada Februari 2024. Namun, catatan rekor surplus neraca perdagangan ini diprediksi berakhir bulan ini.
ADVERTISEMENT
"Jadi kalau surplus makin kecil bahkan mendekati angka nol, maka kemungkinan bulan selanjutnya mulai defisit neraca perdagangan," kata Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, kepada kumparan, Sabtu (16/3).
Surplus neraca perdagangan Indonesia memang jumlahnya kian kecil. Pada Januari 2024 Indonesia surplus USD 2,02 miliar, lebih kecil USD 1,27 miliar dibanding surplus Desember 2023 sebesar USD 3,31 miliar. Surplus Februari 2024 lebih kecil lagi, tersisa hanya USD 0,87 miliar.
Secara komulatif surplus tahunan, pemerintah bahkan menargetkan angka yang lebih kecil di 2024 ini dibanding 2023. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menargetkan surplus neraca perdagangan Indonesia tahun 2024 mencapai USD 31,6 miliar sampai USD 53,4 miliar.
Target surplus tahun 2024 itu lebih kecil dari yang ditargetkan di tahun 2023 yakni USD 38,3 miliar sampai USD 38,5 miliar, meskipun tahun 2023 itu realisasinya hanya USD 36,93 miliar.
ADVERTISEMENT
Aktivitas bongkar muat kontainer berlangsung di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/9/2022). Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
Bhima menilai kinerja ekspor Indonesia turun karena terlalu bergantung pada ekspor komoditas, ditambah ada faktor menurunnya permintaan pasar karena perlambatan ekonomi di sejumlah negara importir. Pada Februari 2024 nilai ekspor mencapai USD 19,31 miliar atau turun 5,79 persen dibanding Januari 2024.
Bhima menyarankan pemerintah perlu memburu pasar-pasar baru yang punya potensi besar mendongkrak kinerja ekspor Indonesia.
"Itu yang perlu didorong karena kalau hanya mengandalkan komoditas dan tujuan ekspor pasar tradisional, ekspor kita akan terus memburuk ke depan," tutur Bhima.
Senada, Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan nilai ekspor Indonesia yang turun disebabkan tidak adanya lagi lonjakan harga komoditas.
"Ditambah lagi resesi terjadi di negara destinasi ekspor Indonesia seperti Jepang, UK, dan lain-lain. Sehingga ini membuat turunnya permintaan ekspor dari negara yang mengalami resesi," kata Esther.
ADVERTISEMENT