Serikat Buruh Usul Kerja Bergilir untuk Tekan Kasus COVID-19 di Pabrik

26 Juli 2021 15:39 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tenaga medis menyuntikkan vaksin kepada buruh dan pekerja di Jakarta, Selasa (4/5).  Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Tenaga medis menyuntikkan vaksin kepada buruh dan pekerja di Jakarta, Selasa (4/5). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penularan COVID-19 pada buruh pabrik menjadi kekhawatiran tersendiri. Sebab jumlah pekerja buruh di pabrik tak sedikit, yang artinya memiliki potensi penularan tinggi bila berkumpul dalam satu ruangan.
ADVERTISEMENT
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, dari hasil survei yang dilakukannya pada sekitar seribu perusahaan anggota KSPI, terungkap banyak pabrik non-esensial yang beroperasi 100 persen selama PPKM Darurat hingga PPKM Level 4. Dia menilai ini sangat membahayakan para buruh karena potensi penularan COVID-19.
"Semua pabrik non-esensial itu menjawab 100 persen masih bekerja buruh atau pekerjanya di perusahaan masing-masing. Jadi enggak ada yang namanya dikenal istilah WFH, adanya stay at home, enggak ada WFH 50 persen, WFO 50 persen. 99 persen kuesioner ini dijawab buruh masih bekerja 100 persen," Ujar Said dalam konpers virtual, Senin (26/7).
Ketua KSPI Said Iqbal di Kemenkopolhukam, Jakarta. Foto: Nadia Riso/kumparan
"Dengan demikian efektivitas PPKM Darurat dan PPKM Level 4 enggak berjalan di pabrik dan perusahaan," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan, lolosnya pabrik non-esensial dalam larangan operasional di kantor karena adanya izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI) dari Kementerian Perindustrian. IOMKI dinilai sebagai bentuk kebijakan pemerintah yang tak selaras.
Menurutnya tak ada sinkronisasi kebijakan yang dikeluarkan Menko Kemaritiman dan Investasi sebagai koordinator PPKM Jawa-Bali, Menko Perekonomian sebagai koordinator PPKM di luar Jawa-Bali, dengan Menteri Perindustrian.
"Jadi jangan hanya rakyat saja yang diatur, menterinya juga. Jadi kami minta hentikan pemberian IOMKI kalau memang mau benar-benar tegakkan aturan untuk cegah penularan COVID-19 di klaster pabrik, buruh, atau perusahaan," tegasnya.

Serikat Buruh Usul Jam Kerja Digilir hingga Meliburkan Pabrik

Said Iqbal mengusulkan agar klaster buruh pabrik dan perusahaan tak terus naik, maka harus ada kebijakan jelas tentang sistem masuk bergilir. Aturan ini, kata dia, harus diatur oleh Kementerian Ketenagakerjaan agar para pelaku usaha menaatinya.
ADVERTISEMENT
Dengan sistem bergilir ini, potensi penularan bisa diminimalkan karena kerumunan pekerja tak terlalu besar.
"Menaker belum keluarkan 1 surat pun yang mengatur jam kerja bergilir. Perusahaan itu enggak akan dengar imbauan kalo enggak ada payung hukum," tegasnya.
Selain itu, serikat pekerja juga mengusulkan agar pabrik atau perusahaan diliburkan bila ditemukan kasus aktif lebih dari 10 persen. Peliburan pabrik bisa dilakukan 5 sampai 14 hari.
"Bilamana ditemukan tingkat penularan yang tinggi, pandangan saya kalau tingkat penularan sudah lebih dari 10 persen maka itu tinggi, maka pabrik atau perusahaan harus diliburkan sementara. Jadi begitu di-tracing, hanya sekitar 20 persen perusahaan yang tracing sendiri lebih dari 10 persen liburkan apakah 5 hari, 10 hari, atau 14 hari," kata dia.
ADVERTISEMENT