Semakin Murah, Listrik EBT Siap Bersaing dengan Batu Bara

18 Desember 2023 14:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Plt Dirjen Gatrik Kementerian ESDM Dadan Kusdiana. Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Plt Dirjen Gatrik Kementerian ESDM Dadan Kusdiana. Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian ESDM mencatat, pengembangan teknologi energi bersih mengakselerasi tercapainya skala keekonomian harga energi baru terbarukan (EBT) yang semakin kompetitif dengan energi fosil seperti batu bara.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan harga listrik dari pembangkit EBT sudah hampir mendekati harga listrik berbasis fosil, bahkan ada yang lebih efisien.
Menurutnya, perkembangan ini membuat keseimbangan persaingan usaha antara EBT dan energi fosil. Dengan begitu, pemerintah punya alasan kuat untuk menjadikan EBT sebagai sumber energi.
Salah satunya terlihat pada sektor pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan angin (PLTB), terjadi efisiensi yang berdampak terhadap penurunan biaya produksi listrik, bahkan lebih rendah dibandingkan dengan pembangkit energi fosil.
Dadan mencontohkan, secara keekonomian PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto di tahun 2016 memiliki kontrak listrik yang ditandatangani dan disetujui oleh Menteri ESDM, harganya USD 10,9 sen per kilo Watt hour (kWh).
“Sekarang, sudah ada kontrak baru PLTB di Kalimantan Selatan awal tahun 2023 ini, kapasitasnya sama kira-kira 75 megawatt (MW). Jika dibandingkan dengan harga 6-7 tahun lalu, sekarang angkanya adalah di bawah USD6 sen per kWh," ujar Dadan dalam keterangannya, dikutip Senin (18/12).
ADVERTISEMENT
Dadan juga mengomparasikan harga pembangkit EBT dengan harga pembangkit berbasis energi fosil, seperti batubara (PLTU). Dia menilai, harga energi hijau bahkan lebih murah.
Contohnya, harga listrik PLTS Cirata sebesar USD 5,8 sen per kWh alias di bawah USD 6 sen per kWh. Sementara produksi listrik dari batu bara per kWh itu perlu sekitar 0,7 sampai 0,8 kilo batu bara.
“Jadi, komponen bahan bakarnya itu bisa langsung dihitung di situ. Yang per sekarang angkanya harus lebih mahal dari yang tadi. Ya apakah EBT ini kompetitif? sekarang sudah tendensinya ke situ," lanjut Dadan.
Dengan harga batu bara acuan (HBA) berkisar antara USD 125-130 per ton, lanjut dia, maka harga listrik dari EBT sudah dapat bersaing dengan harga listrik berbasis fosil.
ADVERTISEMENT
"Dengan HBA saat ini berkisar di angka sekitar USD 130 per ton ini sudah bersaing. Jadi, EBT ini sekarang sudah masuk skala keekonomian. Kita head to head saja dengan fosil sudah bisa," pungkas Dadan.