Pemerintah Disarankan Tambah Subsidi untuk Jaga Daya Beli Masyarakat

14 Mei 2022 20:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga menunjukkan bantuan uang saat penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) subsidi minyak goreng di Balai Desa Jurang, Gebog, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (12/4/2022).  Foto: Yusuf Nugroho/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Warga menunjukkan bantuan uang saat penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) subsidi minyak goreng di Balai Desa Jurang, Gebog, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (12/4/2022). Foto: Yusuf Nugroho/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ekonomi global saat ini masih bergejolak dengan masih adanya pandemi COVID-19 dan konflik Rusia-Ukraina. Harga komoditas naik, inflasi juga melonjak, mengancam daya beli masyarakat.
ADVERTISEMENT
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai di tengah lonjakan harga komoditas global dan ancaman inflasi dunia, besaran belanja perlindungan sosial dan stabilitas harga menjadi faktor penting.
Dirinya mencontohkan subsidi upah perlu dilanjutkan dengan nominal yang lebih besar dibanding tahun 2020-2021. Menurutnya, setidaknya satu orang pekerja mendapat Rp 1,9 juta dengan asumsi 1 pekerja menanggung 3 orang anggota keluarga sehingga tidak jatuh di bawah garis kemiskinan.
“Untuk dana subsidi upah sebaiknya dicari dari windfall kenaikan penerimaan negara dari harga komoditas ekspor dan realokasi dari proyek strategis nasional,” kata Bhima kepada kumparan, Sabtu (14/5).
Selain subsidi upah, Bhima menilai untuk menjaga inflasi juga perlu agar pemerintah merombak APBN dengan menambah subsidi pada pos energi. Hal itu menurutnya bisa digunakan sebagai antisipasi jangka pendek.
ADVERTISEMENT
“Saran subsidi energi untuk periode Mei-September naik menjadi Rp 200-250 triliun. Yang paling penting BBM, listrik dan gas jenis subsidi dijaga dulu stabilitas harganya, jangan dinaikkan,” ujar dia.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan memastikan adanya tambahan APBN 2022. Hal ini lantaran harga komoditas energi dan minyak dunia yang terus meningkat imbas perang Rusia-Ukraina.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, pihaknya masih melakukan penghitungan tambahan anggaran tersebut. Namun dia memastikan, APBN akan tetap aman.
"Terkait berapa persisnya ini akan sangat tergantung pada hitung-hitungan kita dari hari ke hari dan berapa lama harga ini akan bertahan cukup tinggi. Kami siapkan range," ujar Febrio saat Taklimat Media: Tanya BKF secara daring, Jumat (13/5).
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan APBN akan tetap sehat meskipun ada tambahan anggaran subsidi energi, karena penerimaan negara mendapatkan 'durian runtuh' atau windfall dari harga komoditas global. Bahkan, defisit APBN di tahun ini diperkirakan juga akan lebih rendah dari target 4,85 persen dari PDB.
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira. Foto: Jafrianto/kumparan
"Jadi intinya berapa pun kenaikan yang harus ditanggung dari sisi APBN, kita pastikan APBN-nya bukan hanya cukup kuat sebagai shock absorber, tapi bahkan desainnya akan turun," jelasnya.
Hingga Maret 2022, realisasi subsidi meningkat 80,10 persen (yoy), dengan realisasi mencapai Rp 38,51 triliun. Adapun realisasi energi sebesar Rp 32,52 triliun, mencakup Subsidi BBM dan LPG 3 Kg serta subsidi listrik. Sementara subsidi non energi sebesar Rp 5,99 triliun, mencakup Subsidi Pupuk dan Subsidi Bunga Kredit Program.
ADVERTISEMENT
Realisasi Subsidi tahun 2022 di antaranya dimanfaatkan untuk pembayaran kurang bayar Subsidi BBM dan LPG pada tahun sebelumnya. Belanja Subsidi digunakan untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendukung UMKM melalui program PEN.
***
Ikuti program Master Class, 3 hari pelatihan intensif untuk para pelaku UMKM, gratis! Daftar Sekarang DI LINK INI