Ombudsman soal Data World Bank Beras RI Termahal di ASEAN: Tak Bisa Dibandingkan

22 Desember 2022 11:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatir. Foto: Akbar Maulana/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatir. Foto: Akbar Maulana/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ombudsman tidak menampik data World Bank yang menyebut harga beras di Indonesia menjadi yang termahal di Asia Tenggara atau ASEAN. Anggota Ombudsman, Yeka Hendra, mengatakan mahalnya harga beras di Tanah Air disebabkan kondisi ekonomi sosial politik yang berbeda dengan negara Asia Tenggara lainnya.
ADVERTISEMENT
“Karena kebijakan ekonomi, kebijakan subsidi, sistem demokrasi setiap negara berbeda-beda. Misalnya di Vietnam tanah milik negara, enggak perlu sewa tanah, di kita sewa tanah dan besar biayanya. Jadi tidak apple to apple,” kata Yeka saat dihubungi kumparan, Kamis (22/12).
Yeka mengungkapkan tingginya harga hanyalah satu sisi dalam produksi beras di Indonesia. Menurutnya, banyak variabel lain yang lebih bisa dibandingkan, seperti misalnya biaya produksi.
Seorang buruh angkut melakukan bongkar muat beras di Gudang Bulog Cisaranten Kidul Sub Divre Bandung, Jawa Barat, Kamis (20/10/2022). Foto: Raisan Al Farisi/Antara Foto
Yeka merasa kalau dari segi produktivitas beras, Indoesia termasuk yang paling tinggi se-ASEAN.
“Kalau mau diperbandingkan, dilihat dari variabel-variabel lain yang relatif sama, seperti biaya produksi kita relatif sama dengan negara lain. Kemudian ongkos tenaga kerja, kita dibandingkan Thailand tidak beda jauh, kita ke-4 tertinggi se-Asia Tenggara, Thailand ke-6," terang Yeka.
ADVERTISEMENT
Yeka menjelaskan mahalnya harga beras di Indonesia disebabkan oleh minimnya intervensi pemerintah. Ia menekankan hal itu menjadi faktor yang menaikkan harga produksi.
“Mahalnya ongkos di Indonesia itu karena petani di Indonesia cenderung mandiri, artinya intervensi pemerintah itu sedikit. Petani butuh sawah, jadi harus sewa, kemudian pupuk juga tidak semua punya, jadi mau tidak mau beli secara komersil," tutur Yeka.
"Begitu juga dengan benih, kadang harus beli harga komersil, jadi memang itu harga keekonomian pasar bebas,” tambahnya.
World Bank sebelumnya telah merilis kajian yang menyebutkan bahwa selama 10 tahun terakhir harga beras di Indonesia menjadi yang paling mahal di antara negara-negara ASEAN. Bahkan, dibandingkan Vietnam, Kamboja, Myanmar, dan Thailand, beras Indonesia harganya dua kali lipat lebih mahal.
ADVERTISEMENT
"Harga eceran beras Indonesia secara konsisten merupakan yang tertinggi di ASEAN selama dekade terakhir," tulis World Bank dalam laporan Indonesia Economic Prospects, Trade for Growth and Economic Transformation, edisi Desember 2022.

Mentan Tepis Data World Bank soal Beras RI Termahal Se-Asia Tenggara

Mentan Syahrul Yasin Limpo saat acara penanaman padi di Desa Beringin Kecamatan Bringin, Kabupaten Deli Serdang, Sabtu (22/10). Foto: Dok. Istimewa
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menepis isu harga beras Indonesia merupakan yang termahal di antara negara-negara Asia Tenggara lain. Ia justru mempertanyakan soal data yang dikumpulkan oleh World Bank tersebut dan mempertanyakan kapan sampel data diambil.
Menurutnya, waktu pengambilan data yang dilakukan World Bank bukan ketika musim tidak panen, sehingga harga beras memang sedang tinggi-tingginya.
"Kalau di saat kita lagi menanam, ya nggak ada lagi panen, tentu harga juga melakukan dinamika," tutur Syahrul saat pada Rakernas Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) di Gedung Kemenko, Rabu (21/12).
ADVERTISEMENT
Syahrul meragukan data World Bank lantaran berbeda dengan temuan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Menurut badan pangan di bawah naungan PBB itu, beras Indonesia justru tergolong murah.