OJK: Penyaluran Kredit EBT Bisa Macet, Risiko Proyek Investasi Lebih Tinggi

22 Februari 2024 9:35 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemanfaatan bantuan energi baru dan terbarukan (EBT) di sejumlah daerah di Jawa Tengah. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Pemanfaatan bantuan energi baru dan terbarukan (EBT) di sejumlah daerah di Jawa Tengah. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai kredit perbankan yang disalurkan untuk sektor Energi Baru Terbarukan (EBT) berpotensi macet. Industri perbankan menghadapi tantangan dalam menyalurkan kredit tersebut.
ADVERTISEMENT
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan salah satu tantangannya adalah risiko proyek, yakni investasi dalam proyek EBT seringkali melibatkan risiko yang lebih tinggi daripada proyek-proyek konvensional.
“Sebagaimana penyaluran kredit/pembiayaan pada umumnya, kredit EBT tentunya juga memiliki potensi menjadi macet,” ujar Dian dalam keterangan resmi, Kamis (22/2).
Di samping itu, faktor-faktor seperti ketidakpastian persediaan SDA seperti bahan tambang, dan faktor eksternal seperti bencana alam dapat meningkatkan risiko proyek. Tantangan berikutnya yaitu kurangnya data dan pengalaman, yakni data yang dimiliki industri perbankan terkait EBT masih terbatas.
Lebih lanjut, proyek-proyek EBT memerlukan pembiayaan jangka panjang. Sedangkan tidak semua bank memiliki likuiditas yang sesuai untuk memberikan kredit/pinjaman dengan tenor yang cukup panjang.
ADVERTISEMENT
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae di Gedung DPR, Rabu (12/7/2023). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
Antisipasi yang dilakukan antara lain pemantauan dan pengawasan. OJK terus memantau dan mengawasi penyaluran kredit yang ketat oleh perbankan terhadap industri EBT untuk mendeteksi potensi masalah sejak dini.
“Hal ini dapat mencakup evaluasi portofolio kredit, analisis risiko, dan pemantauan rasio keuangan perbankan,” lanjut Dian.
OJK juga menerapkan kebijakan prudensial sesuai dengan best practice internasional untuk memastikan bank-bank mempunyai modal yang cukup untuk menanggulangi risiko kredit termasuk penyaluran kredit ke sektor EBT. Hal ini bisa termasuk persyaratan modal minimum dan pelaksanaan uji ketahanan (stress test).
“Regulator dapat aktif dalam edukasi dan komunikasi kepada masyarakat, investor, dan pelaku industri terkait kebijakan, perkembangan, dan langkah-langkah yang diambil untuk menjaga stabilitas sektor EBT dan perbankan,” sambungnya.
ADVERTISEMENT
Saat ini OJK berupaya mendorong industri perbankan untuk mulai mengatasi tantangan tersebut secara bertahap melalui penyelenggaraan capacity building guna peningkatan pemahaman perbankan tentang risiko pembiayaan pada proyek EBT.